Rayuan Kotak Labirin

Ditulis oleh: Orekasa (aku sendiri)

Belakangan Miguel–pamanku—bersikap sangat aneh. Kemarin dia tiba-tiba memelukku dan menangis, mengatakan betapa besarnya rasa sayangnya kepadaku; dia juga menjadi sangat rajin mengantarku ke sana kemari, dan membelikanku apa pun yang sedang kuinginkan.

Awalnya kupikir dia menjadi seperti itu sebab pacarku yang meninggal sebulan yang lalu, dan dia hendak menghiburku sehingga aku tidak berputus asa dan terus berjuang dalam waktu yang sulit.

Hanya saja, semakin lama, aku tidak yakin itu adalah alasannya.

Tatapannya itu, bukan perasaan iba. Dia seperti orang yang sangat merindukanku, bahkan walau kami baru bertemu satu hari sebelumnya. Terkadang dia tiba-tiba memandangku dengan tersenyum sendu–seperti banyak sekali hal yang ingin dia sampaikan–sembari menceritakan tentang betapa dekatnya kami sewaktu aku kecil.

Akhirnya, hari ini, keraguanku terkonfirmasi. Ada yang salah dengan paman Miguel.

Aku sedang bersantai di rumahnya, belakangan aku senang sekadar bermain di sini sebab aku sangat murung di rumah. Dia menyiapkan televisi besar dan Playstation untukku menghibur diri selagi dia pergi bekerja.

Rumahnya merupakan rumah lama dengan gaya yang sangat kental dengan nuansa kerajaan, Miguel memang seperti itu. Aku pun mulai menjelajah tiap-tiap ruangan yang penuh dekorasi ukiran-ukiran kayu, serta lukisan abstrak di dinding-dindingnya. 

Awalnya aku hanya sekadar bosan, sehingga aku berkeliling rumah dan memasukki semua ruangan. Sampai ketika aku sampai di gudang, ada sebuah kotak yang entah kenapa bersinar dalam kegelapan, dengan gaya antik khas.

Penasaran, aku membuka kotaknya.

Aku tersontak. Ini tidak mungkin, pikirku.

Di dalamnya berisi dua surat yang pengirimnya merupakan Bibi Mikha Lavardo, yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Surat itu berisyarat mereka akan bertemu pada 7 Juni, dua minggu yang lalu, tepat sehari sebelum paman mulai mengajakku bertemu dan merubah sifatnya.

Kotak Labirin.

Itu petunjuk tempat mereka bertemu, dan terdapat denah yang sepertinya dibuat oleh pamanku sendiri. Menunjukkan perumahan tempatnya tinggal, dan jalan menuju lokasi yang dia lingkari.

***

Dua hari kemudian, aku menyusuri denah itu sampai ke daerah belakang komplek. Tempat yang sangat sepi karena banyak bangunan yang gagal dibangun, satu-satunya makhluk hidup yang terlihat hanyalah kucing hitam yang sedari tadi menatapku dari kejauhan. Dan selalu membuntutiku dari jauh, dengan sembunyi-sembunyi.

Aku pun menemukan sebuah kotak di tempat yang ganjil, berada pada pinggir jalan di belakang sebuah kotak sampah yang penuh dengan lalat yang bau. Dan ketika aku mendekat ke benda itu, aku sudah berpindah tempat.

Sekelilingku gelap, bahkan awalnya aku mengira aku sedang menutup mataku, sampai aku melihat sebuah toples bening berisi permen.

Permen ramalan.

Aku tahu permen itu, dia dapat meramal masa depan melalui mimpi, permen yang dulu sering kumakan, hanya untuk bertemu dengan kekasihku di dalam mimpi. Hingga akhirnya ramalannya berubah menjadi tragis, dia meninggal ditabrak mobil.

Namun, apa artinya ini? Apakah permen ini yang membuat Paman Miguel menjadi tiba-tiba berubah?

Seperti tidak ada pilihan, sebab sekelilingku tidak ada apa pun kecuali permen di depanku, aku pun memakan salah satu permen di dalam toples bening itu.

Tepat setelah permen itu jatuh dari ruang tenggorokan menuju lembah di perutku, sebuah pintu berwarna merah jambu muncul di depanku, dengan hiasan cahaya merah di atas pintunya, dan gagangnya terang seperti telah siap untuk dibuka.

Aku menarik gagang pintu tersebut dan melangkah ke dalamnya, kemudian pandanganku semakin menggelap perlahan-lahan, bersamaan dengan kakiku yang tidak dapat menopang tubuhku, serta kepalaku yang sangat pusing. Aku pun terjatuh.

***

"Eriana, ayo bangun! Udah siang, tahu!" ucap seorang pria, yang suaranya langsung membuatku mengeluarkan air mata.

Aku membuka mataku dan disambut dengan tatapan sendu, muka halus yang kecoklatan, dengan rambut yang diikat ke belakang. Faldri, kekasihku yang sudah meninggal sebulan yang lalu, mencium keningku yang sedang menangis. Aku tidak bisa berkata apa-apa, bahkan tidak mengerti tangisku ini adalah wujud bahagia, atau sedikit kesal dengan kenyataan yang sedang mempermainkanku. Kenapa aku harus bermimpi seperti ini untuk nanti terbangun lagi esok harinya?

"Kenapa? Bermimpi buruk?" ucapnya, lalu aku membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Tangisku semakin menjadi-jadi.

Masih dalam keadaan berpelukan erat, dia menggendongku menuju ke luar rumah, kemudian dia mendudukkanku pada kursi kayu di depan jendela. Mataku disambut dengan pemandangan seperti surga, danau luas dan pepohonan yang rimbun di sekitar villa yang besar. Sepertinya, kami sedang berada di tengah pulau. 

Kepalaku sangat ringan, seolah telah membuang seluruh beban yang selama ini berada di dalamnya. Hampir saja pikiranku kosong karena hanyut dalam keadaan ini. Andaipun ini adalah mimpi, mungkin aku ingin berada di sini lebih lama, aku tidak ingin bangun sampai kapan pun.

"Aku di mana?" tanyaku, masih berpikir ini mimpi. Aku mencubit tanganku, sakit.

Bukan mimpi? pikirku

"Haha, kau bercanda, Eriana? Kita sedang honeymoon. Bagaimana kau bisa lupa!" ucap Faldri yang kini duduk di sebelahku sembari menekan hidungku.

Aku hanya terdiam, wajahku memanas. Perasaanku kepada Faldri masih sama seperti saat dulu aku pertama kali mencintainya. Hatiku masih seperti anak kecil yang berontak dan ingin keluar dari dadaku, kutatap wajahnya yang mungkin tidak pernah kusangka dapat kutatap kembali. Kupegang tangannya yang lembut, kuhirup wangi parfumnya, memuaskan rindu yang telah lama menggebu-gebu.

Di saat yang bersamaan aku masih mencoba mencerna apa yang terjadi. Dan teringat olehku sebuah cerita tentang dunia paralel yang sering diceritakan oleh Paman Miguel. Aku dulu sering berpikir kalau itu hanyalah cerita bohong dan hiburan untuk anak kecil. Namun, apa mungkin hal itu yang sedang terjadi kepadaku sekarang? Itukah alasan yang membuat Paman Miguel menjadi tiba-tiba baik kepadaku?

Apa benar, Paman Miguel dua minggu belakangan adalah Paman Miguel yang kukenal?

"Eriana?" Lamunanku dihilangkan oleh wajah teduh pria yang kini di hadapanku. "Kau benar-benar lupa? Kau tidak sakit, 'kan?" Matanya melengkung ke bawah, tatapannya dalam dan penuh perhatian, membuatku jatuh hati berkali-kali pada setiap napas yang terhembus di detik-detik yang seperti melambat ini.

Aku melebarkan senyumku, hatiku dipenuhi dengan perasaan berdebar dan bahagia. Kulebarkan lenganku agar dipeluk, dia pun memelukku dan menarik tubuhku, kami berciuman dengan lembut.

***

Aku terbaring di sebelah Faldri yang telah terlelap sejak sejam yang lalu, dengan terus menatapi wajahnya dan tersenyum sendiri. Terkadang pertanyaan tentang apa yang baru terjadi kemarin muncul di benakku, tapi segera kutolak saja. Biarlah, aku sudah bahagia. Aku mendapatkan apa pun yang aku impikan saat ini, bersama Faldri-ku.

Sampai ketika aku melihat bayangan di sudut ruangan, yang perlahan-lahan menjadi berwujud. Mata kami bertemu, dan seluruh tubuhku bergetar.

Dia adalah Faldri, dengan darah yang mengucur dari dahi, pipi, serta bagian atas kepalanya, matanya serba merah dan bibirnya telah membiru, sosok yang sering mendatangi mimpiku dulu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top