5

Setelah tiga puluh menit, Jayden pun akhirnya sadar dan mendapati dirinya sedang berada di atas brankar pada pasien.
Jayden mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Ini dimana?"

"Oh kamu udah sadar?"

"Udah," jawab Jayden.

Salah satu anggota PMR membawakan Jayden segelas teh hangat. "Ini tehnya diminum dulu."

Jayden mengubah posisinya menjadi duduk dan meneguk teh yang diterimanya secara perlahan.

"Kamu sering pingsan ya?" tanya Dini.

"Enggak,"

"Udah bisa balik ke kelas belum? Kalau belum bisa, gapapa di sini aja,"

"Bisa Kak, makasih banyak Kak,"

"Iya sama-sama," ujar Dini.

Jayden kembali ke kelasnya untuk melanjutkan MOS yang belum usai dijalaninya.

"Permisi Kak," ucap Jayden ketika tiba di depan kelasnya.

"Masuk,"

"Oke, jadi besok kita bakal adain games ya. Kalian harus bawa yang udah kita tulis di papan tulis, jangan sampai lupa," ujar Dena.

"Oke Kak,"

***


Valentina, perempuan itu melihat ketika Jayden jatuh pingsan di lapangan sekolah. Ia penasaran mengapa Jayden bisa pingsan.

Menurut Valentina, Jayden pingsan bukan karena tidak sarapan atau kelelahan, ada penyebab lain.

"Kira-kira tuh cowok tadi pingsan kenapa ya?" tanya Valentina.

"Paling ga sarapan doang," jawab Mia.

"Tapi enggak mungkin Mi," protes Valentina.

"Loh kok ga mungkin Len? Mungkin aja, 'kan kita ga tau,"

"Menurut gue ada hal lain yang bikin dia itu pingsan, gue pengen nyari tahu sih," ujar Valentina.

"Lo mau ngikutin dia gitu buat tau dia kenapa atau lo mau nanya langsung sama orangnya?" tebak Mia.

"Ya enggaklah Mi, ada-ada aja lo,"

"Yuk balik kelas,"

Keduanya memutuskan balik ke kelas karena, mereka hanya izin sebentar.

***

Bel sudah berbunyi, jam pulang sekolah telah tiba. Jayden memutuskan untuk pulang terakhir saja. Jayden menunggu hingga kelasnya kosong baru ia melangkahkan kakinya keluar kelas.

Hari ini adalah hari yang paling tidak baik untuk Jayden. Memalukan sekali bukan? Pingsan saat acara MOS berlangsung. "Semua itu gara-gara si wakil ketua osis itu," umpat Jayden.

Jayden berharap hari pertama MOS pada sekolah menengah atasnya akan berjalan dengan baik, nyatanya malah kebalikannya.

Setelah sampai di parkiran sekolah Jayden langsung menyalakan sepeda motornya, bersiap pulang ke rumah.

Tampak dari raut Jayden tidak begitu baik, kesal bercampur marah.

Tak lama Jayden sudah tiba di rumahnya. Di sambut oleh Amira yang sedang menata tanaman di depan rumahnya.

"Kok wajah kamu beda? Ada masalah di sekolah tadi?" tanya Amira.

"Enggak Ma, Jayden masuk dulu ya," pamit Jayden.

Amira merasa Jayden tengah menyembunyikan sesuatu. Seorang Ibu pasti tahu jika anaknya sedang baik-baik saja atau tidak.

"Mama harap kamu baik-baik saja," guman Amira.

Berbeda dengan Jayden, sesampainya di rumah Valentina langsung mengambil laptop yang berada di meja belajarnya dan mengetikkan ciri-ciri Jayden ketika saat hendak pingsan.

Setelah muncul ada beberapa gejala yang kemungkinan terjadi pada Jayden. Salah satunya adalah  Glossophobia, yaitu rasa takut yang dialami seseorang ketika harus berbicara di depan umum.

Dari ciri-ciri yang tertera di Google tentang Glossophobia semuanya memang mengarah pada reaksi Jayden sewaktu di sekolah. Valentina tidak menyangka, cowok yang tampan seperti Jayden bisa mengalami hal seperti itu.

"Kasian banget sih dia, gue harus bantu dia supaya dia bisa keluar dari rasa ketakutannya," guman Valentina.

"Tapi, gue harus tahu dulu siapa nama sama kelasnya, 'kan gue kagak tahu tentang dia,"

Setelah di rasa cukup, Valentina memilih membersihkan tubuhnya dan mengisi perutnya yang sudah kelaparan.

"Oo iya, untung aja gue ingat." Valentina mencari sesuatu di laci rak mejanya. "Gak ada bahannya, yah harus beli dulu,"

Valentina mengambil dompet yang ia taruh di tas sekolahnya. Ia berniat untuk membeli perlengkapan MOS besok di toko yang tidak jauh dari rumahnya.

Hanya perlu jalan kaki saja, Valentina sampai pada toko perlengkapan kantor dan sekolah.

"Bu, beli karton mnila warna pink 1 kajang sama spidol hitam satu ya," ujar Valentina.

"Bentar ya neng," jawab si Ibu.

"Ini neng barangnya, ada lagi?" tanya si Ibu.

"Ehm ... lem Bu ketinggalan hehe,"

"Ini, jadinya dua puluh ribu,"

Valentina memberikan uang pas kepada si Ibu penjual. "Makasih Bu."

"Iya neng, entar kalau butuh apa-apa, kesini lagi aja," pesan Ibu.

"Iya Bu,"

Valentina pun pulang ke rumahnya untuk mengerjakan apa yang diperintahkan untuk besok dibawa ke sekolah. Valentina meletakkan semuanya di dalam kamar. Perlahan-lahan Valentina mulai menggunting karton manila sesuai ukuran yang telah diberi tahu. Dalam karton tertera nama lengkap dan pas foto SMP. Tidak lupa karton diberi lubang di kedua tempat untuk di taruh tali agar bisa dikalungkan di leher.

"Akhirnya jadi juga,"

"Ngantuk banget, tidur bentar deh," ucapnya bermonolog.

Valentina langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Valentina tampan kelelahan, karena begitu cepat ia sudah memasuki alam bawah sadarnya.

***

Pagi-pagi Valentina sudah bangun, ia takut jika ia bangun lebih siang nantinya akan ada barang yang ketinggalan. Valentina menyiapkan semua yang akan di bawa ke sekolah dan memasukkannya ke dalam tas.

"Huh ... udah beres,"

Ternyata, ada seorang wanita yang sejak tadi memperhatikan Valentina, ya itu adalah Ibu Valentina.

"Kamu daritadi Ibu perhatiin sibuk banget, terus tumben banget bangunnya pagi begini," ujar Lena.

"Iya Bu, takutnya kalau Valen bangunnya siang, nanti bisa lupa apa yang mau dibawa," jelas Valentina.

"Ibu udah buatin sarapan, yuk makan," ajak Lena.

"Iya Bu, sebentar,"

Valentina menghabiskan sarapannya dan pamit pada sang Ibu untuk pergi ke sekolah. Sesampainya di kelas, Valentina mengeluarkan karton yang telah ia buat kemarin dan mengalungkannya di leher sebagai identitasnya.

"Ayo semua kumpul di lapangan, kita akan main games," terdengar dari pengeras suara sekolah.

"Barisnya masih sama ya, kayak kemarin, tapi satu baris sepuluh orang aja," ujar Sasa.

Murid-murid pun membentuk barisan masing-masing dengan tertib.

"Nah nanti kalian harus pindahin tepung dari depan ke belakang, tanpa boleh ke temannya ya, siap?" tambah Lidya.

"Siap Kak,"

Jajaran osis membagikan baskom kepada masing-masing murid, tapi yang dimulai terlebih dulu adalah grup dari sebelah kiri.

"Satu ... dua ... tiga ...." hitung Rey untuk memulai perlombaan.

Mereka memindahkan dengan baik sampai orang kelima, tetapi pada orang keenam malah tepung yang akan dioper tersebut tumpah dan mengenai rambut hingga celana mereka.

"Hahahhaha," tawa mereka pecah saat ada yang gagal.

Tak terasa semua kelompok sudah menyelesaikan games pada hari ini. Jayden memilih istirahat di pinggir lapangan. Valentina mengerutkan dahinya, ia mengingat-ingat cowok yang pingsan kemarin adalah Jayden atau bukan. Setelah Valentina melihat Jayden beberapa detik, ia pun yakin bahwa dialah cowok yang pingsan di lapangan.

Valentina berjalan menghampiri Jayden yang tengah sendirian.

"Hai," sapa Valentina.

Jayden hanya meliriknya saja tanpa memberikan respon.

"Gue boleh kenalan 'kan sama lo?" ucap Valentina dengan hati-hati.

Jayden berpikir sejenak, ia ragu ingin menerima permintaan Valentina atau tidak..

Valentina mengulurkan tangannya. "Kenalin nama gue Valentina kelas 10 MIPA 2,"

Jayden hanya menunjuk pada karton yang dikalungkan pada lehernya.

"Oh, nama lo Jayden, salam kenal ya." Valentina tersenyum hangat ke arah Jayden.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top