4

Sejak SMP, Jayden tak memiliki teman dekat ataupun sahabat yang dekat dengannya. Jayden lebih suka sendiri, bisa dikatakan bahwa Jayden ansos atau antisosial. Jarang sekali bergabung dengan teman-teman sekelasnya.

Waktu berlalu begitu cepat dan kini sudah empat tahun berjalan sejak peristiwa itu. Saat ini Jayden baru saja akan memasuki sekolah menengah atas pada tahun ajaran baru. Ini adalah hari pertamanya menginjakkan kakinya di SMA Bakti.

"Kamu ga berangkat? Nanti telat loh," ujar Amira.

Jayden melirik jam tangan yang berada di tangan kirinya sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB. Jayden pun beranjak dari kursi meja makan dan langsung pamit pada kedua orang tuanya. Jayden diberikan sepeda motor sejak kelas tiga SMP.

Suara motor Jayden pun terdengar meninggalkan garasi rumahnya. Hanya butuh waktu sepuluh menit saja, Jayden sudah tiba di SMA Bakti. Jayden memarkirkan motornya terlebih dahulu.

Setelah selesai, Jayden langsung menuju mading sekolah untuk melihat pembagian kelas para murid baru. Akhirnya Jayden menemukan namanya, ia berada di kelas 10 MIPA 2.

***

Jayden sudah berada tepat di depan kelasnya, dengan sopan Jayden mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Masuk," ucap salah satu anggota osis.

Jayden mencari tempat duduk yang kosong dan ia memilih tempat duduk yang berada di tengah-tengah.

"Oke, kita bakal absen yang ada di kelas ini," tambahnya lagi.

Satu per satu murid di absen dan tak ada yang tidak hadir.

"Selamat pagi,"

"Pagi," jawab semua murid.

"Nama gue Tere, terus sebelah kiri ada Popy, lalu ada Adit dan yang terakhir Juna." jelasnya sambil menunjuk satu per satu temannya.

"Jadi, kami di sini sebagai anggota osis, karena pengurus osis memantau kelas lain, Kalian dapat tugas untuk membuat surat cinta, bebas mau anggota osis yang mana aja, tapi ..." jelas Tere.

"Tapi apa Kak?" tanya salah satu murid.

Tapi, kalian harus tulis nama kalian di kertas itu, jangan ada yang pake inisial atau nama samaran ya. Ingat, karena kita memegang daftar nama kalian. Kalau ketahuan, bakalan dapet surprise dari kita, mengerti?" lanjutnya.

"Mengerti Kak," jawab serempak para murid.

"Kalian dikasih waktu tiga puluh menit dan nanti akan kita umumkan kalau waktunya udah habis lewat speaker sekolah ya," ujar Juna.

Para anggota osis pun meninggalkan kelas Jayden. Semuanya langsung mengambil buku dan pulpen dari tas masing-masing. Jayden juga begitu.

***

"Ayo semua murid baru berkumpul di lapangan sekarang dan juga membawa surat yang telah ditugaskan,"

Murid-murid yang mendengar suara itu pun langsung bergerak cepat untuk menuju lapangan sekolah. Ada juga yang berlari, karena takut nantinya akan dimarahi oleh kakak kelasnya.

"Laki-laki di sebelah kiri dan perempuan di sebelah kanan ya barisnya,"

Murid-murid langsung berbaris dengan rapi saat tiba di lapangan sekolah.

"Udah pada ngumpul semuanya?" tanyanya dengan menggunakan pengeras suara.

"Udah Kak,"

"Karena sebagian kelas dipimpin oleh anggota osis, pasti ada yang belum kenal sama kita. Perkenalkan nama kakak Lidya, sebagai ketua osis, dan yang di sebelah kanan kakak, ada kak Rey sebagai wakil ketua osis. Dan sebelahnya ada kak Sasa menjabat sebagai sekretaris, dan yang terakhir kak Dena menjabat sebagai bendahara," jelas Lidya.

"Oke, nanti Kak Dena dan Kak Rey akan menghampiri kalian untuk meminta hasil dari surat yang kalian tulis ya, yuk Rey dan Dena silakan," ujar Lidya.

Rey mengumpulkan tugas surat dari para murid perempuan, sedangkan Dena mengumpulkan tugas surat dari murid laki-laki.

Setelah terkumpul Dena dan Rey kembali ke depan untuk di serahkan kepada Lidya, sang ketua osis.

"Eh gue ada ide, biar lebih asik, gimana kalau surat cinta yang mereka buat kita bacain secara random?" bisiknya pada jajaran osis yang lain.

"Itu 'kan enggak ada di jadwal," protes Lidya.

"Sekali-kali Lid, biar seru gitu," mohon Rey.

"Gue gak ikut campur soal ini ya," ujar Lidya.

"Kita ada surprise nih buat kalian, karena kalian udah ngumpulin tugas,  gue dan anggota osis yang lain bakal bacain secara random surat yang kalian buat ini," ujar Rey.

Terlihat dari raut para murid, ada yang cemas, takut, bahkan ada yang bahagia. Takut dan cemas, mungkin karena identitas mereka akan terbongkar. Kalau bahagia, bisa jadi mereka membuat untuk Kak Rey.

Sudah sepuluh surat yang dibaca oleh Adit dan Juna. Rey pun melancarkan aksinya dengan cara mengacak surat yang ada dan lkut mengambil satu diantaranya.

"Kamu itu lebih cantik dibandingkan dengan bunga mawar, senyummu membuatku terpana melihatmu," ujar Rey membacakan satu surat yang diambilnya.

Rey yang mendengar kata-kata pun merasa panik, ia tak berpikir bahwa suratnya akan dibaca di depan umum seperti ini.

"Mau tau ga siapa yang nulis?" canda Rey.

"Siapa tuh?" tambah Tere.

"Wih mau dong satu," ujar Popy.

"Dari ... Jayden Sebastian," ucap Rey.

"Yang namanya Jayden yang mana nih?" tanya  Adit.

Tidak bisa dipungkiri, Jayden sudah bercucuran keringat dari dahinya, tangannya sudah berkeringat dingin. Ingatan tentang masa kelam itu terlintas kembali, Jayden takut ia akan dipermalukan untuk kedua kalinya.

"Eh lo kenapa?" tanya satu murid yang berada di sebelah Jayden.

Jayden tak menjawab pertanyaan itu.

"Itu kenapa ya?"

"Kok aneh banget sih?"

"Ada apa di barisan belakang?" tanya Lidya.

Tidak lama dari itu, Jayden kehilangan kesadaran, Jayden pun terjatuh di lapangan. Murid-murid di sekitar Jayden sontak terkejut melihat seseorang yang pingsan itu.

"Eh bantuin itu," teriak Lidya.

Jayden pun dibawa ke UKS sekolah oleh beberapa orang. Di dalam UKS sudah ada murid-murid PMR yang sudah berjaga-jaga jika ada yang pingsan atau sakit.

"Eh ini kenapa?" tanya Rara.

"Ini tadi pingsan kayaknya Kak,"

"Oke, kalian balik MOS aja," ujar Rara.

"Baik Kak,"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top