2

Dua minggu kemudian, hari ini adalah penampilan Jayden di pentas seni sekolahnya.

"Jayden bangun sayang," panggil Amira.

"Bentar lagi Ma," balas Jayden yang masih menutup matanya rapat-rapat dan masih berada di balik selimut.

"Hari ini kamu 'kan tampil, kamu lupa?" ujar Amira mengingatkan.

Jayden berpikir sejenak lalu ia membuka matanya lebar-lebar. Ia lupa jika hari ini adalah acara pentas seni dan dirinya akan tampil.

"Aduh, Jayden lupa Ma," lirih Jayden.

"Yaudah sekarang kamu mandi terus sarapan, jangan sampai telat nanti," perintah Amira.

"Iya Ma." Dengan menahan rasa kantuknya, Jayden bangkit dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.

Lima belas menit berlalu, Jayden sudah rapi dengan menggunakan kemeja berwarna biru dan celana hitam panjang dan tak lupa dasi kupu-kupu melekat di lehernya.

Jayden menuruni anak tangga dan berjalan ke arah meja makan yang sudah terisi oleh Amira dan Ken.

"Anak Mama ganteng banget, sih," puji Amira pada Jayden.

"Makasih Mamaku yang juga cantik," balas Jayden.

"Kamu mau sarapan apa? Nasi goreng atau roti tawar?" tanya Amira.

"Roti aja Ma, pakai selai kacang," jawab Jayden.

Sebagian anak pasti memilih selai coklat karena rasanya yang manis, tetapi berbeda dengan Jayden yang memilih selai kacang. Baginya selai kacang lebih enak dibandingkan dengan selai coklat.

Amira mengoleskan selai kacang pada dua buah roti tawar dan kemudian diberikan kepada Jayden.

Masing-masing menikmati sarapan dengan tenang, tak ada suara yang keluar. Hanya kesunyian yang ada.

Semuanya telah menghabiskan sarapannya.

"Ma, sekarang sudah jam berapa?" tanya Ken.

"Jam setengah sembilan, Pa," jawab Amira.

"Kita berangkat sekarang aja ya, takut telat," saran Ken.

"Iya Pa, Mama ambil tas dulu sebentar," ujar Amira.

Jayden dan Ken berjalan ke luar rumah dan masuk ke dalam mobil. Tak lama, Amira pun masuk ke dalam mobil.

"Sudah enggak ada yang ketinggalan 'kan?" tanya Ken memastikan.

"Enggak ada," jawab Amira.

Mobil pun melaju meninggalkan pekarangan rumah Jayden.

Kurang lebih empat puluh menit, sampailah Jayden dan kedua orang tuanya tiba di sekolah. Tampak ramai, lalu lalang murid dan orang tua murid yang kian berdatangan.

Jayden dan keluarganya langsung menuju aula sekolah tempat pentas seni berlangsung.

"Anak-anak yang mau tampil silakan duduk di depan sebelah kiri ya dan yang tidak tampil duduk di depan sebelah kanan," ucap mc yang berada di depan panggung.

Jayden pun berlari ke arah depan panggung untuk mencari tempat duduk sesuai instruksi mc. Sedangkan orang tua Jayden berada di kursi bagian tengah.

Masing-masing wali kelas mengawasi anak muridnya yang akan tampil nantinya. Mereka membawa satu papan berisi nama-nama murid dan kartu peserta yang akan di tempel di baju para murid yang akan tampil di atas panggung. Bu yuni, wali kelas Jayden memasang atau per satu kartu peserta ke baju murid dan Jayden mendapat giliran nomor empat belas.

"Semuanya udah pada datang nih, jadi kita mulai saja acarnya ya," ujar mc.

"Selamat datang kepada bapak dan ibu guru serta orang tua murid dan anak-anak yang kami cintai. Mari kita mulai acara pentas seni 2020," sambung mc. "Tepuk tangannya mana?"

Sontak keadaan menjadi riuh oleh tepuk tangan para undangan yang hadir di dalam aula.

"Tanpa berlama-lama lagi, kita sambut kata sambutan dari kepala sekolah untuk Bapak Haris, kita persilahkan," kata mc.

Acara pun berlanjut hingga satu per satu murid tampil. Dari membaca puisi, bercerita, dan sekarang untuk yang ingin bernyanyi.

Teman-teman seangkatan Jayden sudah menampilkan bakatnya dengan baik. Tak terasa, giliran jayden untuk tampil di panggung.

Jayden berjalan perlahan menuju backstage.

"Peserta nomor enam belas Jayden Sebastian," ujar mc.

Jayden melangkahkan kakinya menuju ke tengah panggung. Bersiap menyanyikan lagu "Andaikan aku besar nanti" milik Sherina Munaf. Jayden berusaha setenang mungkin, ia menatap ke arah orang tuanya, sedangkan orang tuanya tersenyum melihat ke arah Jayden dan juga memberikan semangat. Karena ini pertama kalinya bagi Jayden berdiri di atas panggung dan di tatap oleh banyak orang membuatnya gugup dan keringat dingin mulai bercucuran dari kening Jayden. Jayden tetap pada posisinya, tangannya mulai dingin, teman-temannya menantikan Jayden bernyanyi, tetapi Jayden tak kunjung memulai.

Dua menit berlalu dan Jayden tak berbicara sepatah kata pun.

"Ayo Jayden, kamu bisa," ucap Amira namun tak mengeluarkan suara.

"Jayden, Jayden,Jayden," sorak teman-temannya.

"Kok Jayden malah ga nyanyi sih, Bu? Mending turun aja kalau gitu, ganti sama yang lain," ucap salah satu murid.

"Wooo! Turun, turun, turun," teriak para murid.

Begitulah seisi aula menjadi ricuh oleh teriakan anak-anak. Raut wajah Jayden beubah. Dari kelopak matanya tetes demi tetes air mengalir begitu saja. Jayden yang tak tahan langsung berlari menuruni panggung dan menghampiri orang tuanya.

"Oke, kita lanjut ke peserta yang lain aja ya,"  mc mencoba mengalihkan agar situasi bisa kembali.

Jayden tak mengeluarkan suara tapi matanya terus mengeluarkan air seperti sungai. Amira terus memeluk Jayden untuk menenangkannya.

"Jayden udah hebat kok, jangan nangis lagi ya," bisik Amira tepat di telinga Jayden.

"Kita pulang aja, Pa, Ma," ucap Jayden yang menyeka air matanya.

Orang tuanya menyetujui untuk pulang ke rumah agar Jayden bis lebih tenang.

***

Setelah tiba di rumah, Amira dan Ken berusaha untuk menghibur Jayden.

"Jayden gapapa kok tadi gagal, itu 'kan pertama kalinya," nasihat Ken pada Jayden.

Jayden tak menjawab hanya menatap lurus ke depan.

"Jayden ga mau main sama Papa?" tanya Amira.

"Enggak mau nih?" bujuk Ken.

Jayden hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top