9. PRACTICE

Kalian kalo minum air mineral lebih suka aqua atau vit?

Ini visual Neron yaa

Happy reading❤️

"Shhhh ahhh, damn!"

"Yes, right there, Baby!"

"Oh, shit. This is so good!"

Cia dari tadi heran kenapa Neron teriak-teriak tidak jelas seperti ini. Padahal, ia memijat kaki Neron tak keras. Ia berusaha pelan agar Neron tak kesakitan. Mentang-mentang sudah di kontrakan, kelakuan cowok itu makin menjadi-jadi.

Asal kalian tahu, kontrakkan ini model rumah minimalis. Ada lantai dua, tapi gak seluas kayak tempat tinggal orang tua Neron. Syukurnya, cukuplah buat tempat mereka tidur, menaruh mobil dan motor di garasi.

Oke, back to the topic. Jadi begini, Cia, kan, sedang menonton televisi dengan pose meluruskan kaki, terus Neron sengaja jalan biar kesannya dia tersandung. Padahal, cowok itu pura-pura jatuh biar dapat perhatian dari Cia.

Oleh karena itu, Cia jadi memijat kaki Neron.

Cewek itu lama-lama dongkol mendengar Neron mendesah tiada henti seperti digempur tujuh hari tujuh malam. "Lo kenapa ngedesah, anjir? Gue jadi gak fokus pijetin lo!"

Neron berdecak malas. "Siapa suruh lo bikin gue jatuh?"

Cia memukul kaki Neron. "Yeu, lo aja yang menjatuhkan diri!"

"Gak ada, woi! Kalo salah tuh ngaku, Cia," elak Neron.

"Ah, terserah lo, deh. Dikira gue anak kecil mau aja dibohongin?" tanya Cia. Ia berhenti memijat Neron.

"Anak kecil, kan, biasanya disogok permen biar mau, kalo lo mau gak gue kasih permen gue ke mulut lo?" tanya Neron tersenyum miring.

"Diem! Berhenti keluarin dirty pick up line lo!" tegur Cia. Dia sebenarnya merinding saat Neron merayunya dengan kalimat menjurus ke arah dewasa. Jujur, aura cowok itu menjadi beda dari biasanya. Cia takut terpancing akan gombalan Neron.

Neron tertawa kecil. "Otak lo aja yang dirty, gue emang beneran mau ngasih permen," ia mengeluarkan sebuah permen dari saku, "nih."

Cia mengambil permen tersebut, lalu membaca kalimat itu dalam hati. Ia tertawa kecil dan membalas, "I love me too."

Neron berdecak malas. "Gue udah tau jawabannya bakal kayak gitu."

"Sorry, ya ...." Cia tak tega karena tak bisa membalas perasaannya pada Neron. Kalau dibilang cinta, sih, belum, lebih ke mulai nyaman sama cowok itu. Dia tak pernah cemburu kalau Neron berfoto dengan fans ceweknya, tapi kalau sampai cowok itu pergi dari sisinya. Jujur, ia tak rela.

Kedua sudut bibir Neron tertarik tipis. "You don't have to apologize, Cia. It's not your fault." (Lo gak usah minta maaf, Cia. Ini bukan salah lo).

"I really appreciate what you've done for me, tapi maaf, gue belum bisa balas perasaan lo."

Neron mengangguk paham. Ia tahu mengubah perasaan Cia tak segampang itu. "Gapapa, Cia." Cowok itu bangkit dari tempat tidur. "Gue mandi dulu, ya." Ia mengambil handuk di gantungan dekat pintu kamar.

Cia ikut bangun, lalu menghampiri Neron. "Lo marah?" Tatapan cewek itu merasa bersalah.

Neron mengelus surai Cia. "Enggak, kok. Gue emang mau mandi karena mau latihan."

Cia tersenyum lega. Setidaknya, Neron tidak marah kepadanya. "Oke."

Neron melangkahkan kaki ke depan pintu kamar mandi, namun langkahnya terhenti saat Cia memanggil dirinya.

"Neron," panggil Cia, lalu duduk di tepi ranjang.

"Kenapa, Cia?" tanya Neron diiringi nada lembut. Ia berusaha sebaik mungkin dengan Cia agar cewek itu tak merasa bersalah, serta bisa nyaman bersamanya.

"Biar gue yang nyetirin lo ke tempat latihan," ujar Cia.

Neron mengerut kening. "Kenapa gitu? Tumben banget."

Cia menggeleng. "Gapapa."

"Lo merasa bersalah?" tanya Neron menghampiri Cia, kemudian menangkup wajah perempuan itu.

"E-enggak, kok."

"Jangan bohong," tegas Neron.

Cia mengangguk ragu. "Beneran."

Neron menarik tangannya dari wajah Cia. "Jangan merasa bersalah, ya. Wajar kalo lo belum sayang sama gue. Jangan dipaksain, nanti lo merasa tertekan."

"Iya," jawab Cia tersenyum tipis.

Neron bergegas ke kamar mandi. "Gue mandi dulu."

Cia bangkit dari tempat tidur. Ia melangkah ke depan almari guna mengambil pakaian latihan Neron, deker (alat pelindung kaki), serta kaos kaki. "Gue juga mau nyiapin baju sama sepatu lo. Sebelum latihan, makan pisang dulu biar perut lo isi."

"Iya, Cia. Makasih!" teriak Neron dari dalam kamar mandi.

Setelah mengambil keperluan latihan Neron, ia menyisir rambut sebentar, lalu memakai jedai agar rambutnya tetap rapi. Tak lupa memakai lip tint dan sunblock agar kulitnya tetap sehat. Bukannya ia takut hitam, memakai sunblock penting untuk kesehatan kulit.

Cia mengambil sling bag hitam merek Chanel-nya di dekat meja rias. "Gue tunggu di ruang tamu, bajunya udah gue siapin."

"Pakein, dong!" seru Neron.

"Muatamu picek!" balas Cia memutar malas bola matanya.

"Imut banget kalo lagi marah," ujar Neron. Padahal, cowok itu tak melihat wajah Cia saat ini.

"Imut dari mana, anjir? Aneh lo."

"Ya udah, gue mau lanjut mandi dulu!" seru Neron sembari mengguyur diri.

"Iya," jawab Cia. Ia menaruh pakaian Neron di atas kasur supaya cowok itu mudah mengambilnya.

Setelah semuanya beres, ia bercermin sebentar, lalu keluar kamar dengan sling bag itu. Langkah demi langkah ia tapaki guna sampai ke lantai bawah. Kini ia berjalan ke meja makan guna mengambil pisang untuk Neron. Ia mengambil gelas dekat meja makan, menuangkan air dari dispenser.

Derap langkah Neron terdengar jelas dari telinga Cia. Ia menatap kedatangan cowok itu. Kulit eksotis dan rambut yang acak-acakkan membuat Neron semakin tampan. Cewek itu sampai menelan ludah karena terpesona.

Ia baru sadar Neron ternyata ganteng. Ia suka melihat cowok memakai atribut sepak bola, auranya lebih terpancar, sungguh mengacak-acak hati. Cia menetralkan ekspresinya dengan berdeham, kemudian duduk di depan meja makan.

"Makan dulu, Neron," ujar Cia.

Neron mengangguk. "Iya, Cia."  Lalu mengambil pisang hijau di atas meja makan. Ia turut duduk di depan Cia. Tak lupa ia minum air yang cewek itu berikan kepadanya.

Setelah semua habis, Neron berdiri, mengajak Cia untuk keluar. "Ayo."

Neron berjalan sembari memegang pinggang Cia ke luar rumah. Ia mengunci pintu, kemudian memberi kunci itu pada Cia. Cewek itu menerima benda pipih bergerigi tersebut, menaruhnya di dalam tas. Setelah itu, mereka jalan ke halaman guna mencari mobil. Cia membuka pintu mobil di tempat supir, sedangkan Neron di sampingnya.

"Lo yakin mau nyetir?" tanya Neron memastikan.

"Kenapa enggak?"

"Nanti lo kecapekan," jawab Neron.

"Gue gak kecapekan, kok. Lagipula, emang gue ngapain sampe bisa kecapekan?"

"Nyiapin baju, sepatu, sama pisang," tutur Neron.

"Enggak capek, kok. Ayo berangkat." Cia berusaha meyakinkan Neron.

"Lain kali gue yang nyetir, ya?" pinta Neron.

Cia mengangguk. "Iya."

Cewek itu mengeluarkan mobil ke depan rumah. Ia turun ke luar untuk menutup gerbang, lalu membuka pintu mobil guna masuk ke dalam kendaraan beroda empat. Cia kembali menancap gas ke stadion tempat Neron berlatih. Waktu tempuh dari kontrakan ke sana hanya sepuluh menit.

"Neron," panggil Cia.

"Kenapa, hm?"

"Gue setelah nganter lo mau belanja sayuran ke mall yang ada minimarket-nya, soalnya gue pengen jalan-jalan," jelas Cia.

"Lagi pengen sendiri, ya?" tanya Neron.

"Enggak, kok, soalnya lo sekarang lagi latihan." Ia tak mau merepotkan Neron, takut cowok itu mengira dirinya memanfaatkannya.

"Mau nggak tunggu gue kelar latihan dulu? Nanti kita ke sana bareng-bareng."

Cia mengangguk. "Boleh."

"Gue soalnya takut lo kenapa-napa. Maaf, ya, Neron gak kasih Cia keluar sendirian."

Sebentar lagi mereka akan sampai stadion. Cia berbelok kanan guna ke jalan menuju tempat itu. "Iya, gapapa."

"Di deket stadion ada cafe sama toko merchandise khusus club, mending lo makan di sana aja dulu buat ganjal perut." Neron merogoh dompetnya, lalu menaruh uang di sling bag Cia. "Ini uang cash dua juta, siapa tau lo mau beli merchandise di club gue

Cia tadinya fokus mencari parkir biar lebih dekat ke pintu masuk, jadi ia diam sejenak. Setelah sampai di parkiran, ia mematikan mobil. Atensinya beralih ke Neron. Cia terkejut melihat jumlah uang yang diberi Neron. "G-gak kebanyakan, Ron?"

"Justru itu dikit, Cia. Harga jersey aja bisa nyampe empat ratus ribu, belum lagi makan dan lo tergiur sama barang lainnya," jawab Neron.

"Nanti gue gan—"

Cup.

Neron mengecup kilat bibir Cia. "Gak usah, ya, Cia."

Cia terkejut akan perlakuan Neron. Ia seketika mengangguk. "Iya."

Senyuman terbit di bibir Neron. "Gue latihan dulu."

Anggukan Cia berikan untuk cowok itu. "Hm."

Neron keluar dari mobil, lalu berjalan ke dalam stadion. Di sana sudah banyak cewek dan cowok meminta foto dengan Neron, namun ia tak bisa karena harus latihan. Ia juga sudah meminta maaf kepada fans-nya.

Di sisi lain, Cia masih memegang bibir. Ia tak menyangka bahwa cowok itu nekat mencium benda kenyalnya. Sial, lama-lama Cia bisa gila karena perlakuan Neron.

Akan tetapi, ia tak mau larut dalam bayangan itu. Ia berkaca sebentar di spion mobil, lalu membuka jedai yang ia pakai agar rambutnya curly. Setelah merasa siap, ia turun dari mobil guna ke cafe.

Ketika ia berjalan, ada sepasang kekasih menghampiri Cia. Cewek itu berkata, "Maaf, Kak. Ini Kak Cia istrinya Kak Neron, ya?"

Cia tersenyum ramah. "Iya, Kak."

"Boleh minta foto?" tanya cewek itu.

"Boleh banget," jawab Cia.

"By, tolong fotoin aku sama Kak Cia." Ia menyerahkan ponselnya ke kekasihnya.

"Iya," jawab cowok itu.

Cewek itu berdiri di samping Cia sembari tersenyum. Cia pun ikut tersenyum.

"Tiga, dua, satu!" Cowok itu menekan tombol kamera di ponsel kekasihnya.

Setelah selesai berfoto, perempuan itu tersenyum pada Cia. "Makasih, ya, Kak Cia."

"Sama-sama."

***

"Aduh, gue gerogi banget mau ketemu Kak Julio."

——-

Kalian suka author yg update berapa kali tiap minggu?

Kalian suka lihatin rank fiksi remaja buat cari cerita?

Spam "Nana cantik" kalo mau aku next

Spam "Neron" kalo mau aku next

Spam "Cia" kalo mau aku next

500 komen + 100 vote aku update

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top