25. PERTANDINGAN
Akhirnya kita bertemu lagi. Hebat bgt bisa spam sampe pegel. Kita sama2 pegel di sini guis, terima kasih sudah mau seru-seruan bersamaku hehehe❤️
Kalian pada sekolah nggak?
Biasanya jam berapa baca wattpad?
Pernah suka sama pacar orang?
Happy reading😍
Stadion Kapten I Wayan Dipta kini terlihat ramai dipadati lautan manusia. Pedagang makanan, pakaian, dan merchandise original sampai KW berkumpul di sekitar stadion. Valerie pertama kali datang ke stadion ini. Ia terkagum melihat antusias orang untuk menonton bola.
Kedua wanita itu memakai jersey dan syal Nabiru FC, mereka kompak memakai bawahan celana jeans panjang. Mereka kini berjalan beriringan keliling sekitar stadion guna melihat-lihat.
"Wow, rame juga ya yang nonton," kagum Valerie.
Cia mengangguk setuju. "Orang Indonesia emang seneng banget nonton bola."
"Iya. Club luar negeri dan piala dunia pun mereka tonton, padahal kagak ada Indonesia," ujar Valerie.
Cia terkekeh tipis. "Udah ketergantungan sama bola, Vale, jadi susah lepasnya. Udah kayak kecanduam zat adiktif."
Mereka berbelok ke deretan dagang makanan sembari berjalan beriringan. Cia terus saja menggandeng Valerie agar cewek itu tak kenapa-napa.
"Iye, ye. Kalo nontonnya seneng, kayak seru gitu, tapi kalo disuruh main bisa kebobolan terus gue mah," jawab Valerie tersenyum penuh arti.
"Punya suami pemain bola aja sekalinya dibikin jebol langsung mampus." Cia jadi teringat Neron.
"Dijebol apanya, tuh?" tanya Valerie menaikkan kedua alis bergantian.
"Dijebol hatinya," balas Cia.
Valerie mengangguk paham, walaupun ia yakin Cia punya maksud tertentu. "Oh, gue kira apaan."
Cia melihat dagang sate ikan tuna tengah mengipas sate seraya duduk dengan kursi kecil. "Valerie, beli sate ikan tuna dulu, yuk. Gue pengen ngemil sebelum masuk stadion."
"Ayo." Valerie pasti mau saja, dia memang suka kalau diajak makan.
Mereka melangkah ke sana guna menghampiri pedagang sate tersebut. Cia berjongkok di depan pedagang itu. "Bu, sate ikannya dua porsi, ya."
"Pakai lontong?" tanya pegadang tersebut.
Cia menengok pada Valerie yang sudah duduk di dekat dagang. "Lo mau pake lontong?"
Valerie mengangguk. "Boleh."
Anggukan paham diberikan oleh Cia. Ia kembali menatap sang pedagang. "Pakai, Bu."
Pedagang tersebut mengangguk paham. Ia mulai memotong dua lontong dan menaruh sate yang baru saja matang ke atas piring. "Duduk dulu, Mbak."
"Terima kasih, Bu," ujar Cia. Ia kini duduk di samping Valerie.
"Pake masker dulu, Mbak, biar nggak kena asap," peringat sang pedagang.
Cia menjawab, "Iya, Bu."
Cewek itu mengambil masker yang ia taruh di dalam sling bag, memberikannya satu pada Valerie, satu lagi untuk dirinya.
"Thanks," ucap Valerie pada Cia, memakai masker pemberian cewek itu.
Cia yang sedang memakai masker hanya mengangguk.
"Bau asapnya enak." Valerie membuka topik pembicaraan baru.
Cia mengangguk setuju. Ia memegang perut, seketika mendadak lapar karena aroma sate begitu menggoda. "Iya, Vale. Jadi laper, deh."
Sang pedagang memberikan kedua porsi makanan pada mereka. "Ini, Mbak, makanannya."
"Matur suksma, Bu." (Terima kasih, Bu)
"Nggih, mewali." (Iya, sama-sama)
Perempuan paruh baya tersebut kembali melanjutkan kegiatannya membuat sate. Ia kini sedang melayani pelanggan selanjutnya.
Valerie menatap wanita paruh baya itu sekilas, lalu berbisik pada Cia, "Ibunya bilang apa, Cia?"
"Nggih, mewali artinya 'iya, sama-sama'."
Anggukan paham diberikan oleh Valerie. "Oh, gitu."
"Iya," balas Cia mengangguk.
Valerie dan Cia menundukkan kepala sejenak, memanjatkan doa kepada Tuhan sebelum makan. Mereka merapalkan doa dalam hati. Setelah selesai, mereka mendongak, lalu menyantap makanan dengan lahap.
"Bu, udah berapa lama jualan di sini?" Cia berbasa-basi.
Cewek itu memang tipe orang yang ramah dan gampang bergaul. Ia akan mengajak ngobrol orang di sampingnya ketika ia merasa bahwa orang yang diajak ngobrol bisa meresponnya dengan baik.
"Udah tiga tahun, Mbak," jawab wanita itu.
Cia mengangguk paham. "Lumayan lama juga, ya."
Ibu itu tersenyum tipis. "Iya, begitulah."
"Sering rame, ya, di sini?" tanya Cia.
"Syukur sering, Mbak, tapi tetep ada fase di mana dagangan saya sepi." Sang pedagang mencurahkan hati. Ia suka kalau ada pelanggan yang mengajaknya bicara. Pasalnya, ia tak ada partner berjualan, sering bosan kalau sendirian.
"Semoga rejekinya lancar terus, ya, Bu," ujar Cia.
"Terima kasih, Mbak."
Di sisi lain, kedua bocah SMP yang diduga penggemar Neron karena memakai jersey dan poster Neron menatap keberadaan Cia. Ia menunjuk Cia dengan jelas. "Eh, itu istrinya Neron bukan, sih?"
"Eh, iya, ya," jawab wanita satunya.
Temannya menatap tak suka Cia. "Dih, tumben banget nonton ke stadion, gue yang nge-fans dari lama sama Neron aja kagak caper kayak dia."
"Bener. Lihat aja tuh gayanya kayak si paling tau bola, palingan ditanyain offside tuh apa dia kagak tau."
"Kita yang tau bola dari lama mah diem bae, ya. Dia mah caper sama Neron sok-sokan suka bola biar dinikahin sama Neron. Lihat, kan, akhirnya berhasil, sedangkan kita yang nge-fans dari lama malah nggak dapetin Neron," tuturnya penuh iri dengki.
Cia sebenarnya mendengar ucapan mereka, apalagi mereka sengaja keras-keras bicara begitu supaya cewek itu sakit hati, namun ia tak peduli. Ia tahu ini resiko menjadi istri Neron, cowok itu sudah wanti-wanti dirinya wkatu itu.
Valerie menatap sinis kedua bocah itu. Ia lalu beralih pada Cia. "Cia, ini nggak bisa dibiarin. Mulutnya jelek banget kayak sampah. Sampah aja masih lebih berguna bisa didaur ulang, sedangkan mulut dia gak bisa didaur ulang."
Cewek itu langsung bangkit tanpa menunggu jawaban Cia. Ia tak suka ada orang menghina temannya. Cia menurutnya orang baik, tak pantas mendapat caci maki, apalagi dari orang tak dikenal.
Cia segera menaruh piringnya di dekat kursi. "Heh, lo mau ke mana? Biarin aja mereka."
Valerie menghentikan langkahnya sejenak. "Nggak! Gue gak terima lo diginiin." Kemudian, ia lanjut berjalan ke arah kedua bocah itu.
"Valerie!" tegur Cia, turut mengejar wanita itu.
Valerie berkacak pinggang di depan kedua cewek tersebut, membuat nyali mereka mulai menciut. Mereka tak menyangka bahwa Valerie akan menghampirinya. Selama ini, mereka tak pernah dilabrak oleh orang ketika menghina seseorang. Oleh karena itu, mereka santai saja.
"Woi, Cewek Si Paling Bola! Lo cuma fans, jangan halu. Lo paling demen Neron karena visual doang, makanya demen ngerecokin privasi orang." Valerie menatap mereka bergantian. "Sebenernya gue nggak masalah sama cewek yang suka pemain bola karena visual doang, tapi modelan kayak lo yang suka visual doang dan suka ganggu privasi pemain malah bikin orang nganggap cewek itu sama rata."
"Aduh, mentang-mentang temennya langsung dibelain, ya? Pasti lo penggila cowok bola, kan, makanya panas. Panas? Bilang, Bos!" balas cewek itu tak mau kalah, walaupun nadanya sudah sedikit bergetar.
Valerie tertawa sinis mendengar ucapan cewek itu. Ia tahu bahwa orang mulut nyinyir itu sudah mulai gentar. "Lo nggak jelas, ya, nyari gara-gara sama Cia, padahal dia nggak pernah nyakitin lo. Tau sampah kayak lo hidup aja kagak."
"Ya udah kalo gitu, ngapain lo repot-repot negur kita memberi argumen?" timpal teman cewek itu. Sebenarnya ia ingin kabur karena takut dengan Valerie, namun ia tak mau dicap sebagai pengecut.
"Itu bukan argumen, tapi hujatan. Bodoh nggak bisa bedain argumen dan hujatan, di sekolah pasti cuma diem di depan gerbang doang," ejek Valerie.
"Diem lo! Mentang-mentang bunting jangan banyak gaya, deh!"
Valerie semakin tersulut emosi. "Apa hubungannya? Nggak nyambung, Goblok!"
Cia mengelus bahu Valerie, memberi kesabaran pada cewek itu. "Udah, Valerie. Ayo balik habisin makanannya, dia cuma bocil SMP."
"Hello! Anak SMP tuh udah dewasa, ya, jangan ngatain gue bocil!" seru cewek itu tak terima.
"Pantesan wajahnya tua, mainannya kayak orang dewasa," sinis Valerie.
"Valerie, balik, yuk?" bujuk Cia.
Valerie menatap malas cewek itu. "Jangan diem terus kalo lo ditindas, Cia."
"Omongan mereka mah nggak ada efeknya bagi gue, mending kita makan lagi, yuk." Cia berusaha menenangkan Valerie.
"Awas lo berdua!" Valerie menunjuk mereka dengan tatapan tajam.
"Awasin aja, wle!" balas mereka pura-pura tak takut.
Mereka tak sadar sedari tadi Lala—salah satu fans Valerie sudah merekam kejadian tadi. Ia menghampiri mereka. "Kak, udah aku rekam ulah mereka, nanti aku kasih ke orang tuanya."
Mereka seketika ketakutan. "Anjing, kabur!"
Valerie dan Cia tertawa melihat kedua bocah itu kabur. Dasar pengecut!
"Eh, Lala?" Valerie terkejut melihat keberadaan Lala di sini.
"Halo, Kak," sapa Lala dengan senyum manisnya.
"Hai, Lala. Kamu ke Bali sama siapa?" tanya Valerie.
"Sama Papa aku, beliau suka banget bola," ujar Lala.
Valerie menatap excited gadis itu. "Wow, kayaknya kita sama-sama supporter Nabiru FC, ya."
"Iya, dong!" seru Lala antusias. Ia senang bisa bicara langsung dengan Valerie. Baginya, cewek itu sangat menginspirasinya dalam hal pakaian dan keberaniannya membuat cewek itu terkagum.
Tiba-tiba, seorang pria yang Cia taksir umur empat puluh tahun datang menghampiri Lala dengan membawa syal. "Nak, ini Papa udah beliin syal buat kamu." Ia menyodorkannya pada Lala.
"Terima kasih, Pa," balas Lala tersenyum senang.
"Sama-sama, Nak," jawab pria itu mengangguk. Ia menatap Valerie dan Cia bergantian, lalu kembali menatap anaknya. "Ini teman kamu?"
"Buk—"
"Iya, saya temannya Lala," sergah Valerie. Cewek itu mengulurkan tangan pada sang pria. "Perkenalkan, saya Valerie, ini teman saya Cia."
Ia membalas jabat tangan Valerie. "Kalo nggak salah, kalian ini istrinya Neron dan Nagara, ya?"
Valerie melepas tangan pria berumur tersebut. Ia dan Cia menjawab serempak, "Iya, Om."
"Wah, Lala! Hebat sekali kamu bisa kenal langsung dengan mereka," ujarnya pada Lala. "Kapan-kapan saya bisa, dong, minta foto sama Neron dan Nagara?" tanya pria itu pada Valerie.
"Bisa, dong. Nanti DM aja Instagram saya yang centang biru, followers 1M, username valerieadaire."
"Lengkap sekali." Pria tua itu terkekeh kecil. "Baiklah kalau begitu, saya ingin keliling sini sebelum pertandingan dimulai."
"Baik, Om," jawab Valerie.
"Lala pamit, Kak." Cewek manis itu tersenyum ramah.
"Sebentar, La," cegah Valerie.
Sontak, Lala menghentikan langkahnya, sedangkan Papanya menunggu agak jauh dari sana. Pria itu merasa bahwa mereka akan membicarakan topik anak muda, jadi ia tak enak untuk nimbrung. "Kenapa, Kak?" tanya Lala.
"Minta username ig kamu, nanti Kakak follback."
Lala melotot kegirangan. "BENERAN?"
Valerie tertawa melihat antusias Lala. Ia mengangguk. "Iya, Lala," jawabnya dengan nada lembut.
"Ya ampun, makasih banyak. Ig-ku lalavalentina."
"Wow, sama-sama Vale nama kita." Mood Valerie seketika bagus karena bertemu dengan Lala. "Sampai jumpa nanti, Lala." Ia melambaikan tangan pada Lala.
"Makasih, Kak."
"Sama-sama."
Lala berjalan menghampiri Papanya, membuat punggung gadis itu mulai menjauh. Valerie kini menatap Cia. "Yuk, makan sate lagi."
"Yuk," jawab Cia.
"Gue bayar sekarang, ya." Valerie merogoh uang di dalam sling bag-nya. Biasanya ia akan menaruh uang setidaknya lima puluh ribu rupiah di dalam sana supaya tidak merogoh dompet lagi.
"Nggak usah, biar gue aja," tolak Cia.
"Cia, jangan nolak. Oke?" Valerie tak menerima penolakan.
"Okelah, tapi nanti gue yang traktir lo, ya?" Ia tauu bahwa Valerie tak bisa dibantah.
"Iya." Valerie mengangguk. Ia menghampiri pedagang tersebut. "Totalnya berapa, Bu?"
"Tiga puluh ribu rupiah, Mbak," jawab sang pedagang.
Valerie memberikan lembaran biru pada pedagang itu. "Ini, Bu."
Ketika ibu itu hendak memberi kembalian pada Valerie, cewek itu melarangnya, "Nggak usah dikasih kembalian, ambil aja buat ibu biar semangat terus jualannya."
"Makasih banyak, Mbak Cantik," ujar sang pedagang.
"Sama-sama, Ibu," balas Valerie.
Ketika mereka hendak makan, dua orang dari dunia jurnalistik, yang satu pembawa kamera dan wartawan dari salah satu acara gosip di televisi datang ke mereka.
"Kak, minta waktu wawancaranya sebentar boleh?" ijin sang reporter.
"Anjrit, baru aja gue makan," dumel Valerie.
"Saya mau wawancara Cia, bukan kamu," balas wartawan perempuan itu.
Valerie tersenyum sinis. "Syukurlah."
Cia mengangguk. "Boleh."
Ia menyodorkan mic khusus wawancara pada Cia. "Apakah benar kamu sudah lama menikah dengan Neron?"
"Iya, betul," jawab Cia.
"Katanya, kalian dijodohin, ya?"
"Betul."
"Kata orang, kamu mau sama Neron karena dia tajir dan terkenal. Apakah itu benar?" Pertanyaan ini membuat Valerie menatap sinis sang wartawan. Ia tahu Cia akan dijebak dengan pertanyaan sampah seperti ini.
"Pikir aja sendiri pake otak goblok lo itu," ketus Valerie.
Sang wartawan tak peduli dengan Valerie, yang penting Cia mau menjawab pertanyaannya demi kebutuhan berita.
"Enggak, dong. Justru saya yang awalnya belum tertarik sama Neron, tapi sikap manis dan perjuangannya untuk mendapatkan hati saya membuat saya luluh," jelas Cia tersenyum ramah. Ia berusaha tenang menghadapi orang suka memancing emosi.
Reporter itu mengangguk paham. "Seperti dongeng, ya, Cia."
"Memang begitu yang saya alami," jelas Cia.
"Baiklah. Saya mau nanya lagi, nih, kamu, kan, tumben tertangkap kamera ke stadion untuk men-support Neron. Apa harapan kamu di pertandingan kali ini?" tanya sang wartawan.
"Nanya mulu lo kayak wartawan," cibir Valerie.
"Tetap semangat, semoga kerjasama tim bisa bagus dan kompak, minimalisir kesalahan terutama di lini belakang terkadang suka kosong. Jangan membuat pelanggaran di kotak pinalti, kalaupun mau tackle, tackle bersih, jangan lengah, tetap fokus pada tujuan, yaitu kemenangan."
"Wah, tampaknya kamu mengerti sekali tentang bola. Terima kasih sudah bersedia untuk di wawancara."
"Sama-sama, Kak."
"Kamu mau wawancara saya juga?" tanya Valerie dengan wajah juteknya.
Sang wartawan menatap aneh cewek itu. "Skip dulu, soalnya galak."
"Yeu, nggak jelas!" protes Valerie.
***
Pertandingan Nabiru FC vs Bali FC ini disiarkan oleh salah satu televisi nasional. Pertandingan ini termasuk big match, sehingga banyak yang antusias menontonnya.
Di televisi terpampang dua sportcaster sedang membawakan acara pertandingan sepakbola. Mereka begitu semangat dalam membawakannya.
Kamera televisi menyorot Valerie dan Cia yang tengah bicara, membuat sang komentator berkata, "Lihat, Bung Agus. Ada dua wanita cantik berada di tribun VIP," ujar Fabio.
"Setahu saya, mereka adalah istri dari Neron dan Nagara, Bung Fabio," balas Agus.
"Saya yakin Nabiru FC bisa menang di laga tandang ini mengingat kedua pemain andalan mereka didukung oleh sang istri."
Agus tertawa. "Pengaruh istri memang begitu mujarab."
"Baik, Bung. Mari kita fokus ke pertandingan, jangan cuci mata terus," peringat Fabio.
"Siap, Bung Fabio."
Kini di layar ditampilkan formasi permainan tim Nabiru FC.
"Formasi Nabiru FC kali ini 4-4-2. Tampaknya Neron seperti biasa berduet dengan Nagara di depan," ucap Agus.
Fabio mengangguk setuju. "Duet maut mereka seringkali membahayakan lawan, mereka patut diwaspadai."
"Setuju, Bung."
Sekarang layar televisi menampilkan para pemain sudah berkumpul di lapangan dengan menggandeng anak kecil. Mereka berbaris menyamping di tengah lapangan.
Kedua kapten kesebelasan berjabat tangan sebelum pertandingan dimulai, kemudian wasit melempar koin. Sang kapten Nabiru—Levi memilih koin gambar garuda, sedangkan kapten Bali FC memilih angka. Koin itu menunjukkan garuda, pertanda bahwa tim Nabiru yang akan mengambil menendang bola pertama.
"Baiklah, kick off babak pertama segera dimulai. Kami pihak dari Indoterbamg menyiarkan langsung dari studio Indoterbang!" seru Fabio tersenyum tegas menatap kamera.
"Wasit Supomo Fradinata sudah meniup peluit. Kick off babak pertama telah dimulai," sambung Agus.
"Levi mengoper bola kepada Neron. Neron berlari ke depan mencari teman. Ia kini mengoper bola Nagara. Nagara menyerang dari sisi kanan, ia melambungkan bola pada Neron," ujar Fabio menatap layar.
"Pemain belakang Bali FC tampaknya terlihat panik, pertahanan mereka seketika parking bus, namun sudah terlambat karena Neron sudah berada di depan. Kini hanya ada Neron dan kiper yang menentukan skor."
"Neron shooting ke gawang dan ..." ia menggantungkan kalimatnya, "gol, jebret!"
"Kedudukan sementara kini 1-0 untuk keunggulan Nabiru FC."
***
"Neron!"
———
Seperti biasa heheheh🌚
Spam "Neron" for next chapter
Spam "Cia" for next chapter
Spam "Nana cantik" for next chapter
4k komen + 200 vote aku update
Pelan2 aja guis spam-nya hehehe. Semangat yaaa!😚
Tbc❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top