20. SUSHI DATE

Selamat pagi semuaaa! Kalian sekolah online atau offline?

Kalian ada maksimat part gitu ga kalo baca cerita? Misalnya sampe part 50 gitu, kalo lewat dari itu ga bisa baca lagi.

Aqua atau vit?

Happy reading

Neron dan Cia kini berjalan beriringan dengan cowok itu mendorong troli belanjaan di rak kumpulan makanan ringan. Jujur, Neron rindu makan makanan begitu, namun ia harus menahan keinginannya demi staminanya.

"Kamu nggak ada mau beli cemilan gitu?" tanya Neron pada Cia.

"Emangnya boleh?"

"Boleh, tapi jangan kebanyakan, gak sehat," peringat Neron.

Kedua sudut bibir Cia tertarik. "Iya, aku mau, deh."

"Jangan banyak-banyak," peringat Neron.

Cia mengangguk. "Iya, Sayang."

Cewek itu mengambil beberapa makanan ringan seperti chitato lite rasa rumput laut, rinbee rasa keju, dan kue soes cokelat merek nissin walens. Ia tak mau memilih jajanan mahal karena tak ingin membebani Neron. Ia tahu cowok itu kaya, jajanan segitu tak akan mempengaruhi ekonominya. Akan tetapi, harus hemat dari sekarang agar bisa menabung untuk masa depan.

Dirasa Cia sudah selesai mengambil makanan ringan kesukaannya, ia kembali mendorong troli ke kumpulan buah. "Inget beli buah juga buat cemilan kita, jangan makan micin mulu."

Cia mengacungkan jempol. "Iya, Ahli Gizi."

Neron menyentil dahi Cia. "Ahli gizi muatamu!"

Cia manyun, mengusap dahi yang disentil oleh Neron. "Jangan nyentil dahi gitu, dong!"

"Habisnya, omonganmu aneh mulu!" balas Neron.

"Lebih aneh orang yang nggak percaya pawang hujan, tapi percaya zodiak atau tanggal baik buat nikah."

Neron tertawa kecil. "Anjir."

"Btw, kamu suka nggak, sih, sebenernya makan makanan 'kotor'?"

Dari dulu Cia penasaran apakah atlet tak bosan memakan makanan bersih terus. Kalau dirinya menjadi atlet yang harus makan sehat terus, dirinya bisa bosan dan bad mood.

"Suka banget, lah, tapi makanan kayak gitu bikin staminaku turun, kalo sesekali gapapalah," jawab Neron.

"Kalo mie instan kayak indomie gitu suka?"

Well, situasi sekarang seperti sesi wawancara antara wartawan dan atlet.

"Suka," balas Neron.

"Mau beli, nggak?" Oh, rupanya wanita ini memberi kode berkedok kepo.

"Mau, dong. Aku kangen makan indomie," ungkap Neron.

Cia tersenyum cerah. "Oke, nanti sampe rumah aku buatin, ya."

Neron menyunggingkan senyum kecil tatkala melihat wanitanya senang keinginannya terpenuhi. Ia mengacak gemas rambut Cia. "Iya, Cia."

Tak terasa mereka sudah sampai di rak kumpulan sayuran dan buah. Cia suka sekali aroma buah bercampur sayuran, belum lagi pendingin ruangan yang membuat hawa di sini sejuk, membuatnya betah diam di sini.

"Sekarang kita udah sampai di rak buah. Kamu mau beli apa?" tanya Cia.

"Pepaya sama apel, deh," jawab Neron.

"Oke."

Cia mengambil empat apel merah dan pepaya california di rak buah. Tak lupa ia mengambil plastik khusus buah, lalu memasukkannya ke sana. Apel dan pepaya itu ditimbang di tempat penimbangan buah, kemudian diberi harga dan tertera berat buah tersebut.

Selanjutnya, mereka berjalan ke rak sayur. Cia melihat apa saja yang akan ia beli untuk kebutuhan rumah tangga. Ia bertanya pada Neron terlebih dahulu. Baginya, makanan Neron adalah prioritas.

"Kamu kali ini pengin sayuran apa? Aku, sih, pengin cah kangkung," tutur Cia.

"Aku bayam, deh, buat makanan pendampingku," sahut Neron.

Cia mengangguk, ia mengambil empat ikat kangkung dan bayam untuk sarapan besok. Ia tipe orang yang tak suka membeli banyak bahan makanan mentah, takutnya tidak segar apabila lama diam di kulkas.

"Besok pagi mau sarapan nasi sama sayur bayam?" Cia bertanya pada Neron.

"Iya, jangan lupa pake ayam biar ada daging," ujar Neron.

"Oke, Neron," jawab Cia.

Cia dan Neron berjalan ke rak khusus daging. Ia mengambil daging ayam bagian dada dan paha, serta ikan salmon yang sudah di-packing dengan plastic wrap dan styrofoam.

"Hm, apa lagi, ya?" Cia berpikir, mengetuk dagu dengan telunjuk.

"Sabun pencuci piring mamamia lemon masih?" Neron membantu Cia mengingat kebutuhan yang harus dibeli.

"Lagi dikit," sahut Cia.

Neron mengangguk paham. "Habis ini kita ke rak sana."

Cia mengangguk. Kedua sejoli itu kembali melanjutkan perjalanannya ke kumpulan sabun dan deterjen. Cewek itu mengambil dua bungkus mamamia lemon yang refill.

"Btw, kita belum honeymoon, loh." Cia membuka topik pembicaraan.

"Kamu ikut aja ke Bali nanti, sekalian kita honeymoon di sana," saran Neron.

Cia tersenyum senang. Kedua tangannya mencubit gemas pipi Neron. "Ih, seneng, deh, kalo kamu peka."

"Aku tuh ya sampe belajar kode-kode cewek biar jadi cowok yang pengertian," ungkap Neron.

"Really?" Cia terkejut.

"Yeah." Neron merogoh ponsel di saku, memperlihatkan layar benda pipih itu. "Lihat aja histori pencarianku di google."

Cia mengambil ponsel Neron, kedua netranya terbelalak melihat isi histori pencarian cowok itu di google.

Cara membuat anak
Cara dimaafkan oleh pasangan
Kode-kode wanita yang tak dimengerti oleh pria
Cara berhubungan agar tahan lama

Cia mengembalikan ponsel itu pada Neron. Ia tak kuasa menahan tawa. "Astaga, ngakak banget historinya kayak gitu."

Neron mengambil ponselnya dari tangan Cia. "Apa pun aku lakuin demi nyenengin kamu, Cia. Aku tau aku selama ini udah nyakitin kamu, tapi aku sadar cara aku buat pertahanin kamu salah. Jadi, aku berusaha nahan emosi dan cari cara supaya kamu bahagia sama aku."

Kedua sudut bibir Cia tertarik lebar. Dirinya senang cowok itu sudah mulai berubuah sedikit demi sedikit. "Makasih udah mau berubah."

Neron mengangguk. "Mau makan sushi dulu nggak? Habis ini kita main di timezone. Aku laper."

"Boleh, ayo," jawab Cia.

"Belanjaannya udah fix segini?" Neron hendak memastikan.

"Udah," lontar Cia.

"Ya udah, kita ke kasir dulu," papar Neron pada akhirnya.

Mereka berjalan beriringan ke kasir dengan Neron mendorong troli. Terlihat hanya satu orang di depan mereka guna mengantre untuk membayar belanjaan.

Setelah orang itu sudah selesai membayar belanjaannya di kasir, kini giliran kedua sejoli itu maju ke depan kasir untuk menyelesaikan transaksi. Cia menaruh belanjaan di atas meja kasir.

Sang kasir memindai satu per satu barang belanjaan di mesin pemindai dan menghitung total barang-barang menggunakan komputer.

"Ada tambahan lain?" tanya sang kasir setelah selesai memindai barang.

"Ini aja, Mbak," pungkas Cia.

"Totalnya lima ratus dua ribu rupiah, ya, Kak. Mau pakai cash atau kartu?"

"Cash aja," terang Neron. Cowok itu mengambil dompet di tas selempang Cia, mengambil lima lembar uang seratus ribu rupiah serta selembar uang dua ribu rupiah. Ia menyodorkannya pada kasir.

Sembari Neron mengurus pembayaran, Cia mengeluarkan tote bag besar berwarna hijau, memasukkan semua barang belanjaan ke dalamnya.

Kasir tersebut menghitung uang milik Neron, ingin memastikan apakah uangnya pas atau tidak. "Uangnya pas, ya."

Neron mengangguk. Ia mengambil tote bag berisi belanjaan yang sudah Cia masukkan ke dalam sana.

"Terima kasih, Kak, selamat datang kembali," beber sang kasir.

Mereka berjalan beriringan keluar area supermarket. Kedua netra pasangan yang tengah dimabuk asmara ini mengedarkan pandangan ke sekeliling mall. Suasana ramai begini membuat mereka senang, apalagi banyak stand makanan, baju, dan lain-lain.

"Ayo makan sushi," ajak Neron pada Cia.

"Aku yang traktir, ya?" tawar Cia.

"Aku aja, Cia. Pokoknya kamu nggak boleh ngeluarin uang sepeser pun hari ini. Paham?"

"Nggak boleh gitu, Neron." Cia tak enak kalau dirinya sering tidak mengeluarkan uang tiap kali keluar. Ia paham tugas suami adalah menafkahi istrinya, namun tak mau bergantung terus pada Neron.

Neron berdecak malas. "Bisa nggak, sih, kamu nurut?"

Ucapan Neron membuat Cia pasrah. Ia tahu akan ada perdebatan panjang apabila dirinya tidak mematuhi ucapan cowok itu. "Iya, iya."

"Ayo ke sana." Neron menunjuk sebuah restoran sushi.

Cia mengangguk. Ia dan Neron berjalan ke dalam sana. Bisa mereka lihat bahwa restoran lumayan ramai, tapi masih bisa dapat tempat duduk yang mereka inginkan, yaitu meja makan menghadap ke pemandangan jalan raya.

Neron bolak-balik buku menu yang berada di atas meja, melihat makanan apa saja yang ia akan pesan. "Kamu mau pesen sushi apa?" tanyanya.

"Yang salmon cheese roll satu, sama chicken teriyaki donburi. Minumnya blackcurrant satu," tutur Cia.

"Aku capital party set satu, sama minumnya air putih," ujar Neron.

Sontak, Cia terkejut. "Buset! Makan paket capital party set sendirian?"

"Bagi-bagi, dong, Sayang," jawab Neron.

Cia mengangguk paham. "Oalah, kirain makan sendiri."

"Aku pesen, ya?"

"Iya," jawab Cia.

Neron melambaikan tangan pada pelayan yang berada di dekatnya. "Halo, Mbak."

Pelayan itu berjalan ke arah mereka, mengeluarkan catatan kecil dari saku depan. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Paket capital set party-nya satu, salmon cheese roll satu, chicken teriyaki donburi satu. Minumnya blackcurrant satu, air mineral satu," papar Neron.

"Baik, saya ulangi lagi, ya. Paket capital set party-nya satu, salmon cheese roll satu, chicken teriyaki donburi satu. Minumnya blackcurrant satu, air mineral satu."

Neron mengangguk. "Iya."

"Ada tambahan lain?" tanya pelayan itu.

Cowok itu menggeleng. "Tidak."

Sang pelayan memasukkan catatan kecil ke dalam saku. "Baik, ditunggu sebentar, ya."

"Iya, Mbak," jawab Neron.

Pelayan tersebut pergi meninggalkan mereka guna memberitahu pesanan kepada koki di dapur.

"Neron," panggil Cia.

"Hm?" sahut Neron.

"Pas kita ke Bali, kuliah kita kayak gimana?" Tampak kegusaran tersirat dari wajah Cia.

"Ijin ajalah, jugaan cuma tiga hari dari Rabu sampai Jumat, Sabtu sama Minggu libur," pungkas Neron.

"Berarti kita lima hari di Bali, ya?" tanya Cia hendak memastikan.

Neron mengangguk. "Iya."

"Oke, deh, sekalian mau refreshing."

"Nanti kita sewa villa setelah aku main, biar eksklusif buat kita aja."

Cia tersenyum penuh arti. "Main apa, nih?"

"Main bola, Cia. Kamu semenjak suka sama aku pikirannya jadi ke mana-mana," jawab Neron.

"Karena kamu juga pikirannya ke mana-mana," balas Cia tak mau kalah.

"Enggak, kok, pikiranku cuma stuck di kamu."

Tawaan renyah meluncur dari bibir Cia. "Halah, gombalan buaya kayak bocah."

"Bocah mana boleh gombal gombal gini? Pacaran aja belum boleh," pungkas Neron.

"Ya, tapi, kan, gombalan gini biasanya bocah yang ngomong," elak Cia.

Neron mengangguk setuju. Ia mendapat pengetahuan baru mengenai pergombalan bocah. "Iya, juga, sih ...."

"Oh, iya. Nanti malam kita teleponan sama Mama Papaku, ya? Mau ijin pergi ke Bali. Mereka biar tau kalo anaknya mau honeymoon."

"Iya, Sayang," jawab Neron.

Ketika mereka sudah selesai bicara, kedua retina Cia tak sengaja menangkap keberadaan dua sejoli yang ia kenal sedang celingak-celinguk mencari tempat duduk di restoran ini. "Eh, sebentar. Itu Valerie sama Nagara, 'kan?"

Neron turut melihat ke arah tatapan Cia. "Lah, iya. Coba aku panggil." Ia berseru, "Valerie, Nagara!"

Lantas, Nagara dan Valerie menengok ke arah mereka.

"Woi!" sahut Nagara.

"Ayo ke sana, Gara," ajak Valerie pada Nagara.

"Iya," sahut Nagara.

Cowok itu menggandeng Valerie ke meja mereka. Bukannya ia cinta dengan cewek itu sampai menggandeng, tapi takut Valerie hilang ke meja lain. Seperti yang kalian tahu bahwa orang itu tak bisa diam.

"Gila, kita ketemu di sini. Tumben lo ke sini." Neron terlihat antusias melihat kedatangan Nagara.

Nagara duduk di samping Neron. "Biasa, bumil ngidam sushi, harus makan di tempatnya."

Neron mengangguk paham. Ia jadi berhalusinasi suatu saat nanti kalau Cia hamil dan ngidam sesuatu, ia harus membawa cewek itu ke tempat yang diinginkan.

Valerie turut duduk di samping Cia. "Halo, Cia," sapanya.

"Hai, Valerie," sahut Cia tersenyum ramah.

"Nanti kalo sushi lo udah dateng, gue minta, ya? Laper." Tatapan Valerie berbinar, berharap bahwa Cia menuruti permintaannya. Sejak hamil, ia merasa keinginannya harus benar-benar dipenuhi, tidak seperti dulu kalau ingin sesuatu tak mesti dipenuhi.

"Valerie, jangan gitu." Nagara tak enak hati dengan mereka, apalagi kedua sejoli itu sudah menunggu pesanan dari tadi.

Valerie mencengkram ujung baju bagian bahu Nagara. "Pengin sushi ...."

Nagara berdecak malas kalau Valerie sudah ngidam begini, tak akan ada yang bisa menentangnya.

Neron menatap iba cewek itu. Pandangannya beralih ke Nagara. "Santai, Bro. Gapapa, kok. Gue pesen banyak sushi."

Valerie tepuk tangan dengan mata berbinar. "Yey!"

Nagara memijat kepala, malu melihat kelakuan Valerie. "Astaga ...."

Valerie berdecak malas. "Lo kenapa, sih?"

"Norak tau nggak," ketus Nagara pada Valerie.

"Siapa yang norak?" tanya Valerie.

"Lo, anjir," jawab Nagara.

"Tega banget gue dibilang norak."

"Emang norak, Setan."

"Kalo gue setan, lo genderuwo!"

"Lo lebih, anjir!"

"Lo!"

Setelah sekian lama, akhirnya sang pelayan datang membawakan pesanan Neron dan Cia ke meja mereka. "Mohon maaf, Kak. Paket capital party set-nya satu dan salmon cheese roll satu. Untuk menu lainnya silakan ditunggu, ya."

"Baik, Kak," jawab Cia.

"Mbak, tunggu sebentar. Saya mau pesan," ujar Nagara.

"Baik, Kak. Mau pesan apa?"

"Capital party set satu, chicken teriyaki donburi dua, air mineral dua."

"Baik, Kak. Ditunggu sebentar, ya."

"Oke," ujar Nagara.

Pelayan tersebut berjalan ke meja lain guna membawakan makanan untuk pengunjung lain.

Di sisi lain, Valerie sudah menatap sushi itu sembari meneguk ludah. Ia tak tahan melihat makanan kecil itu berjejer rapi. "Minta, Cia!"

"Hehhh!" tegur Nagara.

Valerie mencebik gemas. "Aaa, minta ...."

"Iya, iya." Cia tertawa kecil. Ia mengambilkan beberapa sushi, menaruhnya di piring kecil. "Ini, ya."

"Makasih banyak, Cia," ujar Valerie tersenyum manis.

"Sama Neron juga bilang makasih, dong," kata Cia.

Atensinya beralih ke Neron. "Makasih, Neron."

Neron mengangguk. "Sama-sama."

"Maaf, ya, Guys, Si Monyet emang suka bawel akhir-akhir ini. Minta makan mulu nggak tau waktu," ucap Nagara menatap Cia dan Neron. Sungguh, ia tak enak hati.

Cia tersenyum maklum. "Gapapa, namanya juga ngidam."

"Tuh, Cia aja ngerti!" marahnya pada Nagara.

"Caper banget sama Cia," cibir Nagara.

"Dia baik dan pengertian, makanya gue ngobrol sama dia terus!" balas Valerie tak kalah ngegas.

"Udah, udah. Jangan di-bully terus Valerie-nya, nanti bad mood." Cia berusaha meredakan situasi. "Selamat makan, Valerie."

"Makasih banyak, Cia."

Valerie langsung menyantap makanan itu dengan cepat sampai bibirnya belepotan penuh mayonise dan shoyu.

"Ya ampun, belepotan gitu makannya." Nagara heran melihat tingkah Valerie yang tak tahu malu.

Cia melihat Valerie rasanya sudah kenyang makan, padahal ia belum mencicipi makanan tersebut.

Valerie tetap cuek, ia tetap makan tanpa mendengar julidan dari Nagara.

"Bro, susah nggak, sih, ngurus ibu hamil? Gue nanya gini buat jaga-jaga pas Cia hamil nanti." Tampaknya Neron hendak konsultasi dengan Nagara.

"Rada susah, sih, apalagi kalo rewelnya kayak Valerie. Beuh, mintanya aneh-aneh, syukur kali ini permintaannya normal," tutur Nagara.

"Emang biasanya minta apa?" Neron penasaran.

"Kadang gue disuruh manjat pohon cabe, kadang minta martabak yang harus dimasakkin sama pelatih Timnas, Coach Made. Kan gue nggak enak, anjir, minta pelatih masakkin martabak."

Mendengarnya saja membuat Neron terkekeh. "Terus, martabaknya enak?" tanyanya.

Mengingat momen itu, membuat Nagara menatap sinis cewek yang sibuk makan itu. "Gosong, hampir aja dapur Coach Made kebakaran, mana Valerie pake ngakak di depan beliau. Udah ngerepotin, nggak tau diri."

"Nggak denger, gue pake airpods," celetuk Valerie.

Nagara berdecak malas. "Tuh, kan, dia tuh emang ngerepotin mulu."

"Jangan gitu, Gara, ibu hamil kadang emang ada yang bawel, lo harus sabar," peringat Cia.

"Nggak hamil aja udah cerewet," ketus Nagara.

Valerie menghentikan aktivitasnya. Syukur saja ia tak tersedak karena belum minum air. Ia mengusap sudut mata yang berair dengan tisu. "Apa, sih, sewot mulu?"

"Nah, loh, anak orang nangis," ujar Neron.

"Enggak, kok, Valerie, Gara nggak bermaksud kayak gitu. Lanjutin makannya, ya." Cia menenangkan Valerie.

"Anak orang? Dia istri gue," ungkap Nagara.

"Hah?" pekik Cia dan Neron serempak.

———

Gila ini pegel ngetiknya wkwkkwkw

Seperti biasa, yuk spam

Spam "Neron" for next chapter

Spam "Cia" for next chapter

Spam "Nana cantik" for next chapter

Tekan "5" apabila ingin mendapatkan 1 Milyar

500 komen aku update

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top