18. BAPER
Haloo, aku update nihhhh. Ngetiknya kebut-kebutan wkwkkwkw
Kalian biasa tidur jam berapa?
Suka permen yupi ga?
Happy reading❤️
"Kak Julio nembak gue."
"Anjir, gercep juga tuh bocah," ujar Neron.
"Terus, lo jawab apa?" Cia penasaran akan jawaban Nila.
"Gue bilang besok gue jawab."
Neron tertawa puas mendengar jawaban Nila. "Buset, digantung!"
"Neron kayaknya puas banget." Terdengar tawaan Nila dari seberang sana.
Cia melirik Neron sekilas dengan kedua sudut bibir tertarik tipis, lalu kembali fokus bicara dengan Nila. "Jelas dia puas, masih dongkol katanya gara-gara dipancing terus emosinya sama Kak Julio."
"Julio emang jail sama suka bikin baper."
"Lo berarti kemungkinan besar bakal nerima dia, dong?" tanya Cia.
"Iya."
"Yakin dia nggak mainin lo?" Kini Neron yang bertanya. Ia tak mau Nila labil dalam mengambil keputusan tanpa pertimbangan matang.
"Ini masih ragu, sih ...."
"Kalo masih ragu, tolak aja, La," saran Neron.
"Masalahnya gue pengen jadi pacar dia."
Jujur, Cia dan Neron jadi bingung. Nila itu plin plan, hati dan logika tak selaras. Seandainya ada malaikat jahat dan malaikat baik berseteru di otaknya, pasti malaikat jahat menyuruh Nila agar menolak Julio, sedangkan malaikat baik menyarankan supaya menerima cowok itu.
"Gini, deh, kalo dia emang mainin lo, putusin aja langsung, kalo dia beneran sayang, pertahanin," saran Neron.
"Hm, ya udah, gue terima aja kalo gitu."
"Semoga keputusan lo bener, ya, La." Cia berharap yang terbaik untuk sahabatnya.
"Iya. Makasih banyak udah bantuin gue."
"Santai," jawab Neron.
"Bye, bye!"
"Bye, Nila," ujar Neron dan Cia serempak.
Bip.
Sambungan telepon dimatikan oleh Nila.
Cia menatap Neron sembari tersenyum. "Kapan-kapan kita bisa triple date."
"Nagara sama Valerie lagi sibuk ngurus nikahan, tadi Nagara sempet chat bilang dia nikah tertutup biar nggak ketahuan media," jelas Neron.
"Okelah." Cia mengangguk paham. "Besok pagi mau sarapan apa?" tanyanya.
"Steak dada ayam aja, Cia," jawab Neron.
"Oke." Cia mengacungkan jempol. Ia bangkit dari dada Neron, lalu rebahan di ranjang. "Aku ijin tidur duluan, ya, besok aku siapin baju kuliah buat kuliah siang."
Neron mengelus lembut surai Cia. "Iya, Cia." Cowok itu mengecup sebentar kening sang istri. "Have a nice dream, Baby."
***
Pada pukul enam pagi, suara dentingan spatula dan penggorengan terdengar dari dapur. Aroma menyeruak ke seluruh penjuru rumah, membuat Neron terbangun dari tidurnya. Ia meregangkan sekujur tubuh, lalu berjalan ke lantai bawah untuk menemui Cia.
Sesampainya di dapur, ia melihat Cia tengah sibuk menumis bawang putih, bawang bombay dan cabai di penggorengan guna membuat saus asam manis, sedangkan fuyung hai sudah berada di meja makan. Setelah wangi, ia menuangkan campuran saus sambal dan saus tomat yang sudah diisi air, lalu ia tuang ke atas sana. Ia aduk sampai rata, kemudian diberi tepung maizena satu sendok teh untuk mengentalkan saus.
Setelah Neron merasa Cia tak terlalu sibuk, kedua tangannya meraih pinggang cewek itu dari belakang, menaruh dagu di atas bahu. Ia mengecup pipi Cia. "Morning, Cia."
Seulas senyum terbit di bibir Cia, tangan kirinya mengusap tangan Neron. "Morning, Neron."
"Kamu masak apa buat sarapan kamu?" tanya Neron.
"Fuyung hai sama cap cay, lagi pengen soalnya," ujarnya. "Btw, masakan kamu udah mateng, aku taruh di meja makan."
"Oke. Aku mau nunggu masakan kamu matang biar kita makan bareng," ujar Neron.
"Kamu duduk aja kalo gitu, nanti pegel berdiri mulu," titah Cia sembari mengaduk saus.
Neron menggeleng. "Gak mau, aku maunya peluk kamu."
"Aku agak kesusahan buat masak, Sayang." Cia bertutur diiringi nada halus.
"Kamu aja yang duduk, Cia, aku yang masak," ucap Neron.
"Kamu bisa masak makanan ada rasa gini? Biasanya makanan kamu hambar," tanya Cia.
Neron melepas pelukannya. Ia mengangguk mantap. "Bisa, dong."
"Nggak ngerepotin? Nanti makanan kamu dingin." Cia merasa tak enak hati. Dari kemarin, cowok itu sudah banyak membantunya.
Neron berdecak malas. "Aku cium, nih, kalo banyak omong."
"Mau banyak omong, ah, biar dicium sama Neron." Cia tersenyum jahil sembari mengedipkan sebelah mata.
"Nakal banget!" seru Neron, tertawa. "Udah, sana duduk," titah cowok itu menunjuk kursi depan meja makan dengan kepalanya.
"Iya, iya," jawab Cia, kemudian duduk di depan meja makan.
Selanjutnya, Neron mengambil alih masakan Cia. Ia mematikan kompor untuk memindahkan saus asam manis ke mangkuk putih yang sudah Cia sediakan di samping kompor. Tangan kanannya menuang cairan kental itu ke atas mangkok.
Kini Neron hendak membuat cap cay, ia hanya tinggal menumis bahan-bahan yang sudah cia potong. Ia mengambil penggorengan baru, memberi minyak satu sendok makan untuk menumis bawang putih. Setelah panas, ia masukkan bawang putih.
Cia sedari tadi mengamati betapa lincahnya Neron memasak. Ia baru melihat cowok bisa masak di depan mata, Papanya saja hanya bisa masak mie nyemek dari indomie goreng. Cia akui masakan mie nyemek buatan Papanya sangat enak, sehingga dulu sebelum menikah ia memakan mie tengah malam bersama Papanya sebulan dua kali.
"Kamu belajar masak dari mana, Ron?" tanya Cia.
"Lihatin Mama masak, ya udah aku jadi hapal," jawab Neron sambil menumis sayuran agar layu.
Cia menatap kagum cowok itu. "Kamu tuh idaman banget, ya, udah jago main bola, ganteng, badan sixpack, tajir lagi, walaupun minus-nya emosian. Namanya juga manusia, pasti ada kekurangan dan kelebihan."
Neron menuang air ke penggorengan. "Tapi, ada, loh, manusia yang punya kelebihan doang."
"Emangnya siapa?" Cia penasaran.
"Kamu. Udah cantiknya berlebihan, penyabar, pinter masak, rajin lagi, belum nemu apa kekurangan kamu, malah kamu yang nutupin kekuranganku."
Cia jadi salah tingkah, memainkan tangan bergantian, perut seketika geli karena dihinggapi kupu-kupu. "Aaa, so sweet."
Neron menengok ke arah Cia, ia tersenyum kecil. "Cie, baper, ya?"
"Iyalah! Manis gitu ucapannya, gimana aku nggak baper?" jawab Cia.
Neron mematikan kompor, menuangkan cap cay ke atas mangkok. Setelahnya, ia membawa saus asam manis dan cap cay ke meja makan. Cowok itu turut duduk di hadapan Cia. "Saking sibuk baper, sampe nggak nyadar kalo masakan kamu udah mateng."
Cia tersenyum senang. "Makasih, Neron."
"Iya, sama-sama, Cantik," balas Neron.
Cia membalikkan piring, mengambil nasi di dalam bakul ke atas benda lempeng tersebut. Ia menyendok cap cay ke atas nasi, lalu menggabungkannya dengan nasi. "Aku cicip, ya?"
Neron mengangguk.
Cia memasukkan makanan itu ke mulut, mengunyah dengan nikmat sayuran itu. Ia mengangguk-angguk, menandakan bahwa ia menikmati makanan tersebut.
Neron senang melihat ekspresi Cia. Ia bertanya karena ingin mendengar langsung komnetar cewek itu, "Enak nggak?"
Cia mengangguk sembari menjulurkan dua jempol ke Neron. "Enak, Ron. Nanti kalo kamu pensiun main bola, kamu jualan makanan aja di pasar, pasti laku. Orang sekarang, kan, suka kalo yang jualan good looking."
Neron tertawa kecil. "Kamu bisa aja," ungkapnya. "Btw, nanti aku yang cuci piring, ya."
Cia mengerut bingung. "Kenapa gitu?"
"Pengen bantu istri," sahut Neron.
Cia tersentuh akan niat Neron. Namun, ia tak mau merepotkan cowok itu lagi. "Gapapa, Neron, aku aja, ini, kan, tugasku."
Neron terlihat kesal. Ia tak mau Cia kecapekan karena melayaninya terus. Menurutnya, tugas rumah harus dikerjakan bersama, bukan hanya istri yang bertugas. "Emang suami nggak boleh cuci piring, ya?"
"Bukan gitu ...."
"Ya udah, makanya kasih aku ngerjain kerjaan rumah hari ini. Oke?" Neron berusaha membujuk Cia.
Cia mengangguk pada akhirnya. Kedua sudut bibirnya seketika melengkung, tak kuasa mengekspresikan kesenangannya diperlakukan layaknya ratu oleh Neron. Ia tak menyangka jika sisi lembut cowok itu keluar akan membuatnya baper sepanjang hari. "Oke."
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Neron.
"Baper dibucinin kamu," jujur Cia.
"Perut kamu geli gak?" Neron bertanya lagi.
"Iya."
"Seneng aku kayak gini setiap hari?"
"Nanya mulu kayak wartawan," cibir Cia.
Neron mencebik sebal, menampilkan puppy eyes. "Aku nanya serius, kamu malah ngejek."
Cia tertawa melihat Neron kesal. "Seneng. Bukan karena kamu bersihin rumah aja, tapi karena kamu baik sama aku, makin hari rasanya makin cinta sama kamu."
"Aku baru tau kalo Cia bucin sama cowok bucinnya totalitas, tiap hari aku dipuji mulu," tutur Neron.
"Daripada cemburu dikit langsung ngamuk," sindir Cia.
Neron seketika manyun. Padahal, tadi baru saja dipuji Cia. "Sindir terus."
Cia membawa piringnya ke samping Neron, lalu duduk di sampingnya. "Cie, marah, ya?"
Neron menengok ke arah Cia. "Dikit."
Cia mengecup pipi Neron. "Cia cium dulu biar Neron nggak marah."
"Di bibir belum," protes Neron.
"Gak mau, bibirku bau fuyung hai."
Neron menatap Cia penuh arti. "Sikatan dulu biar bisa ciuman."
Cia mendelik kesal. "Ish, dasar!"
***
Lautan pasang mata menatap Cia dan Neron di sepanjang koridor kampus. Seperti yang kita ketahui, cowok itu merupakan pemain bola terkenal di Indonesia, apalagi mahasiswa berprestasi setiap ada prestasi akan diapresiasi di akun Instagram kampus.
Kedua sejoli itu berjalan ke gedung Fakultas Hukum yang terletak di gedung A dekat parkiran kampus. Setelah menemukan ruangan kelas, mereka masuk ke dalam sana. Cia melihat keberadaan Nila di tempat biasa mereka duduk, berjalan ke sana bersama Neron, lalu mendaratkan bokong di kursi.
"Aduh, akhirnya lo kuliah bawa gandengan," ujar Nila.
Cia tertawa kecil. "Lo juga kali."
"Belum gue jawab. Rencananya, gue mau jawab setelah ketemuan sama Steven di rumah lo," tutur Nila.
"Kenapa gitu?" tanya Cia.
Nila tersenyum penuh arti. "Biar dapet manasin dia dulu."
Cia memukul bahu Nila. "Dasar lo, ya!"
Nila menjulurkan lidah. "Biarin."
Selama mereka berbincang, Neron membaca buku Hukum Transportasi agar tak terlihat bodoh apabila ditunjuk oleh dosen. Dirinya memang tidak pintar, setidaknya harus rajin kalau mau terlihat pintar di depan dosen.
"Nila, dipanggil sama temen lo!" seru Komo dari depan pintu kelas.
Lantas, cewek itu berdiri. "Siapa?"
"Kak Julio," jawab Komo.
Nila mengangguk paham. "Oke, gue ke sana sekarang."
Kedua sudut bibir Cia tertarik. "Asik, ada yang PDKT, nih."
Nila mendelik kesal. "Diem lo."
"Buruan samperin, gih," titah Cia.
Anggukan diberikan oleh Nila. "Iye."
Kedua kaki melangkah ke arah depan kelas. Ketika tiba di sana, ia melihat Julio membawa tote bag berwarna cokelat.
"Ada apa nyari gue, Julio?" tanya Nila.
Senyuman Julio tak luntur ketika melihat kedatangan Nila. Ia menyodorkan tote bag itu pada cewek itu. "Mau ngasih ini biar semangat kuliahnya."
Nila menerimanya dengan senang hati. Ia tersenyum tulus. "Wah, makasih banyak. Lo nggak kuliah?"
"Gue lagi nyari referensi buat skripsi ke perpus, ya udah sekalian ke sini," jelas Julio.
Nila mengangguk paham. Ia mengepalkan tangan, mengarahkan ke depan Julio. "Semangat skripsian!"
Julio tertawa kecil melihat cara Nila menyemangatinya. "Makasih, Nila," balasnya. Ia mencondongkan badan ke depan wajah perempuan berumur dua puluh dua tahun itu. "Inget, gue tunggu jawaban lo."
"Iya, nanti habis dari rumah Neron gue jawab, kok," jawab Nila.
Anggukan diberikan oleh Julio untuk Nila. "Kalo gitu gue pamit dulu."
Nila melambaikan tangan. "Oke, hati-hati."
Julio mengangguk. Ia membalikkan tubuh, berjalan ke arah perpustakaan yang terletak di lantai dua gedung ini.
Setelah punggung cowok itu menjauh, Nila masuk ke dalam kelas dan duduk di samping Cia. Ia menaruh tote bag di atas meja, menatap apa saja isi di dalamnya.
Cia ikut melirik isi di dalamnya. "Jiah, dibawain apa, tuh?"
"Roti bakar sama susu kaleng," sahut Nila.
Ketika Nila hendak menaruh tote bag di kursi kosong yang berada di sampingnya, tiba-tiba ada kertas kecil berwarna kuning jatuh ke lantai. "Eh, itu ada kertas kecil, coba baca isinya."
Nila mengambil kertas itu. "Eh, iya."
"Coba baca isinya, La," titah Cia.
Nila mengangguk. Bibirnya komat-kamit membaca pesan yang disampaikan oleh Julio melalui surat itu.
Nila, seandainya lo nolak gue, gue harap kita masih bisa temenan, ya? Gue nggak mau sampe putus pertemanan gara-gara gue nembak lo. Tetep semangat buat jalanin apa pun yang lo inginkan, semoga bisa banggain orang sekitar lo.
Tertanda,
Julio Ganteng :)
Nila kembali memasukkan surat itu ke dalam tas. "Buset, padahal gue mau terima. Dia kayaknya ngira gue bakal nolak kali, ya."
"Mungkin, sih, soalnya lo gantung," ujar Cia.
"Bener," celetuk Neron.
Nila jadi dilema. Carut marut dunia percintaan memang tak bisa diatasi dengan logika saja. Kata hati dan logika seringkali kontradiktif "Apa gue jawab sekarang aja, ya?"
"Terserah lo," sergah Cia.
Nila mencebik kesal. "Gue, kan, minta saran, jangan jawab terserah."
"Boleh, sih," jawab Cia.
"Hm, enggak, deh, nanti aja jawabnya."
"Oke."
Cia berharap semoga jawaban yang akan Nila berikan nanti pada Julio adalah jawaban yang terbaik untuk dirinya dan cowok itu.
***
Kini Nila dan Julio tengah dalam perjalanan menuju rumah Neron untuk bertemu dengan Steven sesuai perjanjian kemarin. Cowok itu merasa bahwa Nila sengaja berdandan spesial karena Steven adalah orang spesial bagi Nila. Hal itu membuatnya sebal.
"Nila, lo cantik banget, bajunya lebih bagus daripada ketemu gue. Segitu spesialnya, ya, Steven bagi Nila?" ungkap Julio.
"Enggak, kok. Kalo gue pergi keluar memang pake baju gini," jawab Nila. Ia bertutur jujur.
"Andai gue jadi pacar lo, mungkin lo bakal pake outfit terbaik biar kayak ketemu orang spesial."
Nila sadar bahwa Julio cemburu. Anggap saja ternyata begini simulasi kalau ia menjalin hubungan spesial dengan cowok itu. "Mau tau kenapa gue berani pake baju biasa aja di depan lo?"
"Karena gue bukan orang spesial?" tanya Julio.
"Karena gue nggak perlu nutupin apa pun dari lo, gue nggak perlu jaga image. Nila yang lo lihat sekarang adalah Nila yang bakal lo lihat kalo kita pacaran. Gue kayak gini karena nyaman sama lo," jelas Nila.
Wajah Julio seketika cerah seperti setelah perawatan di klinik kecantikan. "Kemungkinan besar lo bakal nerima gue?"
"Mungkin," kata Nila. "Nanti aja gue jawabnya setelah pulang dari rumah Neron, ya."
"Oke, Nila."
***
"Akhirnya kalian datang."
———
Semoga ga mabok baca segini panjangnya wkkwkwkw
Seperti biasa sayanggg
Spam "Cia" for next chapter
Spam "Neron" for next chapter
Spam "Nana Cantik" for next chapter
500 komen aku update
Tbc❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top