17. PROMISE

Sorry banget baru update, aku baru sembuh soalnya

Ada yang kangen ga sama cerita ini?

Tekan angka "8" apabila ingin punya pacar penyayang

Happy reading❤️

"Gue bakal buat Nila jatuh cinta sama gue sedalam-dalamnya. Jadi, dia nggak bakal lepas dari gue, sekalipun dia tau sebenernya dia lagi dimainin. Orang jatuh cinta rata-rata emang bego."

Lantas, ucapan Julio membuat Neron tertawa sinis. Ia melipat kedua tangan di depan dada, menyunggingkan senyuman miring. "Yakin lo ngomong gini? Nila beneran sama Steven, langsung nangis lo. Gue tau, kok, lo sayang sama Nila, kelihatan dari wajah lo."

"Nah, percaya, kan, kalo gue sayang Nila?" tanya Julio. Ia menghela napas sejenak, lalu mengembuskannya. "Sebenernya dari awal gue sering nanggapin Cia karena gue pengen tau info Nila dari dia. Jangan pernah marahin Cia lagi kalo dia chat-an sama gue."

Neron sebenarnya senang bahwa Julio selama ini tak mencintai Cia. Namun, ia juga tak tega cewek itu seolah hanya dimanfaatkan oleh Julio untuk mendapat informasi tentang Nila. "Anjing, untung Cia nggak nangis lo manfaatin."

"Gue bingung gimana caranya jelasin ke lo supaya lo nggak marahin Cia." Ia menepuk bahu Neron. "Kontrol emosi, Ron. Lo udah gede, nggak bisa marah terus karena cemburu. Gue tau, kok, gimana rasanya cemburu kayak yang gue alami sekarang, tapi lo jangan sampe nyakitin Cia."

Kedua retina Neron menyipit, mencari letak kejujuran dari sorot mata Julio. Ia menunjuk wajah cowok itu dengan telunjuk. "Awas aja lo ngomong gini karena modus."

Julio menghela napas. "Kalo modus, ngapain gue kasih saran ke lo, Neron?"

"Iya, iya. Tapi, Nila tetep ketemuan sama Steven, dia cuma nge-fans, bukan cinta. Lo makanya usaha biar dia bisa luluh. Belum pacaran udah ngelarang." Neron ingin mempermainkan perasaan Julio terlebih dahulu, ia tak mau cowok itu bisa cepat mendapatkan Nila, sedangkan dirinya butuh banyak perjuangan untuk menetap di hati Cia.

Julio berdecak malas. "Tapi, gue jadi lebih susah dapetin Nila, anjrit."

Neron tersenyum penuh arti. "Kalo lo emang jodoh sama dia, pasti Nila bakal mau sama lo."

"Kalimat basi," kesal Julio.

"Terserah lo, gue mau ke dalam dulu," ujar Neron, lalu berjalan melalui tangga guna ke lantai atas.

"Gue ikut." Julio menyusul cowok itu dan berjalan di belakang Neron.

Sesampainya di depan kamar Cia, Neron menurunkan pelan tuas pintu untuk membuka pintu, kemudian Julio yang menutupnya.

Ia melihat Cia sedang makan spaghetti carbonara, sedangkan Nila tengah melihat cewek itu makan.

Nila senang melihat Cia makan dengan lahap, ia sebenarnya khawatir cewek itu tak bisa jalan berhari-hari karena ulah Neron.

Neron duduk di samping Cia. "Eh, Cia-nya Neron lagi makan. Enak?"

Cia mengangguk. "Enak."

"Aku minta sesuap, dong," pinta Neron.

Cia menghentikan sejenak pergerakannya. "Gapapa kamu makan gini?"

Neron senang cewek itu perhatian kepadanya. "Sesekali gapapa, Cia."

Cia mengangguk. Ia mengambil sesuap spaghetti carbonara itu, lalu menyodorkannya pada Neron. "Aaa ...."

Neron memakan sesuap pasta tersebut dari garpu itu. Ia mengunyah sembari menikmati rasa spaghetti carbonara.

Cia mengusap sudut bibir Neron menggunakan ibu jari guna membersihkan sisa makanan yang menempel di sana. "Makan belepotan kayak anak kecil."

"Biarin!" seru Neron menjulurkan lidah.

Di sisi lain, Julio terus melirik Nila. Ia berharap bahwa suatu saat nanti cewek itu akan luluh kepadanya. Ia akan buktikan bahwa rasa cintanya tak main-main.

"Nila, besok lo jam berapa ketemuan sama Steven?" tanya Julio.

"Belum tau," jawab Nila, menggeleng.

"Besok gue anterin, ya?" tawar Julio.

"Gapapa, nih?"

Julio tersenyum. "Gapapa."

"Ya udah, nanti gue kabarin, ya."

Neron dan Cia saling tatap, mereka tak sabar menunggu hari esok. Ini pelajaran buat Julio karena sering membuat Neron emosi dengan cara menggoda Cia, seolah cowok itu brengsek.

***

Julio dan Nila kini tengah perjalanan menuju rumah masing-masing. Kali ini Julio bawa mobil supaya bisa membawa makanan dan minuman milik Cia, serta menjaga suhu makanan itu agar tetap panas.

Mereka dari tadi saling diam, berkutat dengan pemikiran masing-masing. Julio benar-benar takut kalau Nila berpaling ke lain hati, apalagi besok Nila bertemu Steven.

"La." Julio memecah keheningan.

Nila menengok ke arah Julio. "Kenapa?" sahutnya.

"Lo suka, ya, sama Steven?" tanya Julio.

Nila tersenyum penuh arti. Dia suka kalau Julio bertanya tentang Steven. "Suka sebatas fans aja, sih."

Julio mengangguk. "Baguslah."

Nila mengerut kening. "Kok, bagus?"

"Kalo gue bilang nggak rela lo sama Steven, apa lo bakal percaya?" Tak peduli Nila akan menganggapnya terlalu agresif mendekatinya, yang penting cewek itu tak berpaling darinya.

Gelengan diberikan oleh cewek itu. "Enggak."

"Ya udah," jawab Julio.

Setelah percakapan itu, suasana kembali hening. Sejak kejadian di rumah Neron dan Cia, membuat mereka seketika canggung.

"Kak." Nila berusaha mencairkan suasana.

Julio berdecak malas. "Udah gue bilang jangan pake 'Kak'!"

Nila tersentak Julio membentaknya. "Kenapa, sih, galak banget? Santai, dong."

"Gimana gue mau santai? Gebetan gue mau jalan sama cowok lain."

"Kan, baru gebetan, belum pacaran. Makanya, tembak, dong, biar lo punya hak buat ngelarang dia," ujar Nila.

"Lo pikir segampang itu nembak cewek, hah?"

"Gue cuma ngasih saran, nggak ada maksa lo buat nembak cewek yang lo suka."

Julio sadar dirinya berlebihan. Efek cemburu memang membuat hati risau bercampur amarah. Mengendalikan diri di saat begini memang sulit. Ia menarik napas, lalu mengembuskannya guna menenangkan diri. "Oke, sorry, La."

Julio memberhentikan mobil tepat di parkiran taman tempat orang berolahraga sekaligus tempat bermain bagi anak-anak. Banyak dagang berjualan di sini, mulai dari dagang balon, hingga dagang gula kapas.

"Kenapa berhenti?" tanya Nila.

Julio melepas sabuk pengaman. "Gue mau cerita banyak hal sama lo di taman itu. Boleh, gak?"

Nila mengangguk, turut melepas sabuk pengaman. "Boleh."

Kedua sudut bibir Julio tertarik tipis. "Thanks."

Mereka kompak membuka pintu mobil, turun dari kendaraan beroda empat tersebut. Julio mengunci mobil dengan remote otomatis, berjalan beriringan di samping Nila untuk menuju kursi panjang. Tak lupa Julio membawa air mineral, siapa tahu nanti kehausan di sana.

Julio melirik sekilas dagang gula kapas di dekat jalan masuk menuju taman. "Lo duduk di sini dulu, gue mau beli gula kapas buat kita."

"Nggak usah," tolak Nila.

"Lo suka warna biru. Oke, gue beliin yang biru."

"Gue belum bilang ma—"

Julio menaruh telunjuk di depan bibir Nila. "Nggak terima penolakan."

Cowok itu berlari ke dagang gula kapas untuk membeli jajanan enak itu.

Nila menatap punggung Julio yang kian menjauh. "Kok, bener tebakannya Kak Julio. Padahal, gue nggak pernah kasih tau."

"Bang, gula kapas yang biru dua, ya." Ia memesan jajanan itu pada sang pedagang.

Pedagang laki-laki itu mengambil dua gula kapas warna biru, memberikannya pada Julio. "Ini, Mas."

"Berapa harganya, Bang?" tanya Julio.

"Tiga puluh ribu," jawab orang itu.

Julio merogoh saku guna mengambil dompet. Ia mengambil tiga lembar sepuluh ribu rupiah, memberikannya pada pedagang itu. "Ini, Bang."

"Makasih, Mas," ujarnya mengambil uang dari Julio.

Julio mengangguk, berlari ke arah Nila yang sudah menunggunya di kursi panjang. Ia memberikan gula kapas itu pada perempuan tersebut. "Ini gula kapas buat lo."

"Makasih, Kak—"

"Julio." Julio kesal Nila seringkali lupa bahwa tak boleh memanggilnya dengan kata 'Kak'. Ia tak mau ada jarak di antara mereka, itu sebabnya mengapa cowok itu melarangnya memanggilnya dengan sebutan itu.

"Sorry, gue belum biasa manggil nama lo pake Julio doang," ujar Nila.

"Biasain," tegas Julio.

"Iya," balas Nila, kemudian membuka gula kapas itu, memakannya dengan cara menyobek jajan berbentuk kapas itu.

"Lo suka gula kapas?" tanya Julio.

"Iya, tapi gue jarang makan gula kapas, apalagi kuliah sibuk, nggak sempet beli gini."

"Berarti lo lebih suka gula kapas daripada bunga, ya?" Julio sedang mencari tahu apa saja kesukaan Nila.

"Bisa jadi, tergantung juga gue pengen apa," jawab Nila sembari mengunyah gula kapas.

"Kalo gue kasih keduanya pas nembak lo, lo mau jadi pacar gue?"

Pertanyaan itu membuat Nila seketika terbatuk. "Sorry, gue nggak salah denger?"

"Enggak," ungkapnya menggeleng. Ia menyodorkan air mineral miliknya.

Nila mengambil botol itu, meneguknya sampai sisa setengah. "Gue ke kamar mandi dulu."

"Jangan kabur karena gue tembak, jangan lama-lama," peringat Julio.

Nila panik karena cowok itu peka akan maksudnya ke kamar mandi. "I-iya ...."

***

Setelah kedua sejoli itu pulang, Cia dan Neron sepanjang hari diam di ranjang karena cewek itu belum bisa berjalan. Cia juga sudah mengganti baju turtle neck-nya dengan tank top agar ia lebih nyaman. Tentu saja Neron yang membantunya ganti baju karena pergerakan cewek itu kini terbatas.

"Neron," panggil Cia, menyandarkan kepala di dada Neron.

"Iya, Cia?" sahut Neron.

Cia memajukan mulut. "Aku bosen di tempat tidur mulu ...."

Neron menatap iba cewek itu. "Kamu masih sakit, Cia. Memangnya mau ke mana?"

"Pengen main ke timezone," jawab Cia.

Neron mengelus kepala Cia penuh kasih sayang. "Besok, ya, Cia. Sekarang istirahat di rumah dulu."

Cia mengangguk lesu. "Iya."

"Kamu bete, ya, aku suruh diem di rumah?" tanya Neron.

"Dikit," balas Cia.

"Hm, gimana kalo kita makan pepaya dulu? Aku udah kupasin, loh, biar kamu cepet seger. Mau nggak?" tawar Neron. Ia berusaha menghilangkan rasa suntuk cewek itu.

"Mau, sih, tapi makan pepaya bikin pengen cepet berak. Emangnya kamu mau gendong aku? Aku nanti bersihin sendiri, kok."

"Maulah, Cia," jawab Neron tersenyum kecil. "Aku ambilin dulu di kulkas, ya."

Cia mengangguk. "Iya."

Neron bangun dari tempat tidur, berjalan menuju kulkas kecil terletak di bawah televisi yang ditempel di tembok. Ia membuka kulkas, mengambil buah pepaya yang sudah ia potong, menaruhnya di atas meja.

Neron menyuapkan pepaya itu pada Cia. "Kamu suka?"

Terlihat Cia menyukai pepaya itu. "Suka apa?" tanyanya.

"Suka sama aku," jawab Neron, lalu memakan pepaya tersebut.

"Kirain suka sama pepayanya," duga Cia.

"Itu juga, sih," balas Neron.

"Suka keduanya, tapi kalo suka kamu seringan nyakitin," tutur Cia.

Neron terdiam sejenak. Ia menaruh piring isi buah itu di atas nakas. "Masih marah, ya?"

"Masih dikit. Aku emang nggak bisa marah lama-lama sama kamu, cuma kadang keinget aja gimana kamu maki aku," ungkap Cia.

Neron memegang kedua bahu Cia, menatap lamat-lamat kedua retina itu. "Bantu aku buat berubah, ya?"

"Kamu mau berubah demi aku atau demi diri sendiri?" tanya Cia.

"Keduanya."

"Lakuin dengan tulus," titah Cia.

Neron tersenyum kecil. Ia sungguh akan berubah menjadi lebih baik demi Cia dan dirinya. "Iya, Sayang."

"Btw, kamu pasti ada maksud tertentu, kan, buat Steven ketemu sama Nila?" tanya Cia tersenyum penuh arti.

"Ada, dong," Neron mengedipkan sebelah mata pada Cia, "biar Julio nggak ganggu hubungan kita. Aku rasa dia sebenernya suka sama Nila, cuma masih usil aja gangguin kita karena aku gampang emosi."

"Kamu yakin dia nggak mainin Nila?"

"Yakin," jawab Neron sungguh-sungguh. "Gayanya aja emang tengil sok mancing emosi, aku yakin dia tulus sama Nila. Lihat aja besok, pasti dia bakal panas ngelihat Nila ketemu sama Steven."

Cia tertawa kecil. "Balas dendam, nih, ceritanya?"

"Iya," balas Neron. "Siapa suruh dia sering mancing emosiku?"

Cia menatap Neron, mengelus surai cowok itu. "Kamu yang gampang emosian, Neron. Memang wajar kalo kamu marah karena cemburu, tapi marahmu nyakitin aku."

"Jangan diungkit lagi, aku udah janji mau berubah." Neron malu kelakuannya diungkit lagi, ia merasakan betapa sakit hatinya Cia saat dibentak olehnya, apalagi cewek itu sudah sayang kepadanya. Harusnya, ia memperlakukan Cia layaknya ratu.

Cia mengecup tangan Neron. "Aku ungkit biar kamu inget sama janji kamu."

Neron berusaha mengerti perasaan Cia. "Iya, Sayang."

"Jangan iya, iya, doang!" marah Cia.

"Aku janji nggak bakal emosian, aku janji nggak bakal bentak kamu lagi, Helcia Peony Billkia Cantik," ujar Neron sembari tersenyum manis.

"Good boy." Cia memberi kedua ibu jari pada Neron. "Btw, besok pertama kali kita berangkat kuliah bareng. Jadi kepo berapa banyak pertanyaan dan gimana respon anak kampus sama kita."

"Kalopun ada respon jelek, jangan diambil pusing, ya, Cia? Bukannya aku nakutin, resiko punya hubungan sama aku pasti ada yang jelekkin, terutama jelekkin aku. Entah masalah kita cocok atau enggak, ataupun kalo mainan aku jelek, bisa kamu yang diserang. Mereka ngakunya kritik, tapi malah menghina."

"I know, Neron. Aku sering lihat komen ig kamu waktu kamu kalah, mereka ngatain kamu pake kata-kata kasar. Padahal, kamu udah berusaha semaksimal mungkin. Kalaupun mau kritik, pake bahasa yang pantas dan disebutin apa aja kekurangan kamu biar jadi pembelajaran di pertandingan selanjutnya. Seriusan, aku kesel bacanya."

Neron tersenyum karena Cia begitu peduli kepadanya. "Namanya juga resiko jadi pemain bola, Cia. Harus siap dicaci pas kalah, maunya dukung pas menang doang. Nggak semua kayak gini, tapi hate comment kadang bikin konsentrasi aku buyar."

Cia menatap iba cowok itu. Ia memeluk Neron dari samping. "Kasian banget .... Kalo ada apa-apa, cerita sama aku, ya? Aku bakal sesekali ikut ngelawan mereka kalo udah keterlaluan. Apa pun yang terjadi, aku pasti tetep di samping kamu."

"Bener, ya?" tanya Neron memastikan.

Cia mengangguk. "Iya, Neron."

Di tengah percakapan mereka, suara panggilan masuk menginterupsi, membuat Cia mengambil ponsel di atas nakas. Kedua netra wanita itu melihat layar benda pipih, ternyata Nila yang memanggilnya.

"Kenapa, La?" tanya Cia.

"Cia, tolong speaker biar Neron denger."

Cia menekan tombol pengeras suara di layar ponsel. "Udah. Lo kenapa suaranya panik gitu?"

"Kak Julio nembak gue."

"Anjir, gercep juga tuh bocah," ujar Neron.

"Terus, lo jawab apa?" Cia penasaran akan jawaban Nila.

——

Lebih baik Nila nerima atau nolak Julio?

Spam "Nana cantik" for next chapter

Spam "Neron" for next chapter

Spam "Cia" for next chapter

700 komen aku update besok yaa

Aku turunin target karena tau diri kemarin ga update karena sakit🤣

Btw, ini aku udah ngetik 2100+ words. Kurang atau pas?

Tbc🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top