16. MAINAN?
Halo guis, tugasku sebenernya blm lese, tapi aku pending dulu karena mau nulis ini hehehhe
Kalian gimana sih cara ngatur waktu untuk baca wattpad sama nugas?
Kalian mau temenan sama orang yang kayak gimana?
Tekan angka "8" apabila ingin menikah dengan mafia wattpad
Happy reading
Julio:
Gue sama Nila udah di depan rumah lo.
Notifikasi yang terpampang di layar ponsel itu membuat Cia panik, mana dia belum ganti baju karena tadi keasyikan ngobrol sama Neron.
"Neron, Kak Julio sama Nila udah dateng." Tatapan panik terlihat jelas di kedua retina Cia.
Neron mengelus kepala Cia agar wanita itu tenang. "Ya udah, aku ke sana dulu, nanti aku suruh mereka masuk ke sini."
Ia berbalik badan, bergegas untuk menemui mereka. Terlihat banyak cakaran di punggung Neron karena ulah Cia. Lukanya tak terlalu dalam, namun tetap saja membuat kulit cowok itu tidak mulus.
"Pake baju, Ron," titah Cia.
Neron menghentikan langkahnya. Ia mengerut kening. "Emangnya kenapa?"
Cia menggigit bibir bawah, ragu mau bilang yang sebenarnya ke Neron. Ia berusaha mencari diksi terbaik untuk menyampaikan ucapan yang menurutnya sedikit vulgar. "Punggung kamu ...."
"Punggung aku kenapa?" tanya Neron.
"Daki," jawab Cia.
Neron kira ada apa-apa sampai reaksi Cia berlebihan. Ia tertawa kecil. "Gampang, nanti bisa mandi."
Cia berdecak malas. "Ada bekas cakaran, bego!"
"Oh, ya?" Neron menaikkan kedua alis, menarik kedua sudut bibir penuh arti. "Nggak ngerasa perih, malah ngerasa nikmat."
"Sialan! Ayo, Ron, pake baju dulu."
Neron mengangguk. "Iya, Baby."
Ia berjalan ke almari, membuka pintu tersebut, mengambil asal baju kaos oblong berwarna merah. Yang penting pakai baju, pikirnya. Tak lupa ia mengambil baju turtle neck untuk Cia guna menutupi bekas piranhanya.
Neron memasukkan kedua tangan guna memakai baju, lalu menghampiri Cia. Ia menaruh baju itu di atas paha Cia.
"Kamu diem di sini dulu, pake baju turtle neck, habis itu pake selimut. Aku hidupin AC biar kamu nggak kepanasan," ujar Neron.
"Hati-hati turun tangganya, jangan lari-lari," peringat Cia.
Neron mengedipkan mata sebelah kiri. "Sure, Cia."
Neron melangkah ke depan pintu kamar, membuka tuas benda itu. Langkah demi langkah ia tapaki di atas anak tangga guna sampai ke lantai bawah. Sesampainya di sana, ia membuka pintu rumah.
Cowok itu melihat Julio datang bersama Nila dengan membawa sekresek makakan yang ia tidak tahu apa saja isinya.
Julio tersenyum ramah. "Halo, Bro. Apa kabar setelah kita bertengkar waktu itu?"
Neron sudah berjanji tidak akan emosi lagi, ia berusaha menjawab pertanyaan pemancing emosi dengan santai, "I'm good."
Julio mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah. "Cia mana?"
"Di kamarnya, dia masih lemes. Kalian ke atas aja buat nemuin Cia," jawab Neron.
"Cewek menstruasi kalo kesakitan parah, ya, sampe lemes gitu," ujar Julio, membuat Neron bingung sebentar. Namun, ia tersadar bahwa itu hanya alasan yang diberitahu oleh Nila agar cowok itu meledek Cia.
"Memang gitu, Kak Julio. Gue kalo datang bulan juga kesakitan, rasanya kayak mau pingsan," ungkap Nila.
"Lo belum datang bulan, ya, bulan ini?" tanya Julio.
Nila menggeleng. "Belum."
"Kalo udah, bilang, ya? Biar gue bawain kayak gini." Julio melirik bawaannya.
"Buset, ngapain lo bawa gitu?" tanya Neron melirik makanan yang Julio bawa.
"Kalo cewek datang bulan biasanya suka ngidam, tadi gue juga belinya bareng Nila, kok. Gue juga bawain buat lo, Neron Sayang. Lo nggak usah marah."
"Iya, iya. Gue percaya." Neron tak mau ambil pusing ucapan Julio. "Ayo, masuk. Cia udah nungguin di kamar."
Mereka mengangguk, lalu melangkah ke lantai atas guna menemui Cia. Sesampainya di depan pintu kamar, Neron membuka pintu guna menemui Cia.
"Woi, Cia," sapa Nila, lalu duduk di tepi ranjang.
"Eh, Nila Bolot udah dateng," balas Cia.
"Yeu, anjing lo." Nila pura-pura hendak memukul Cia.
"Jangan gitu, ah, di depan gebetan," peringat Cia melirik Julio sekilas.
Nila mendelik kesal. "Mulut lo bau jigong."
"Emang siapa gebetannya Nila?" Kini Julio yang bertanya.
"Lagak lo pura-pura nggak tau, anjir. Sok-sokkan nggak peka," celetuk Neron.
"Gue emang pengen tau siapa gebetannya Nila, mau bandingin gantengan gue atau dia," ucap Julio sok polos.
Neron menatap Nila sebentar. "Nggak usah dijawab, La. Pertanyaannya goblok."
Nila mengangguk. Ia tahu kalau Julio sedang memancingnya. "Hm."
"Neron, nggak boleh gitu," tegur Cia.
Neron seketika tersenyum manis. "Maaf, Sayang."
Julio tertawa mendengar ucapan Neron. "Jiah, udah manggil sayang."
"Lo tembak, dong, si Nila biar bisa manggil sayang." Cia memberi kode pada Julio.
"Gue panggil Cia sayang aja kalo gitu," tutur Julio.
"Gue pukul lo!" seru Nila tak kuasa menahan malu dan emosi.
Neron tersenyum penuh arti. "Daripada lo digantung terus, lo mau gue kenalin sama Steven?"
"Steven yang bek kiri itu?" tanya Nila.
Neron mengangguk. "Yoi."
"Mau! Gue nge-fans sama dia!" Kedua retina Nila berbinar, wajah cewek itu langsung cerah, seolah habis perawatan di klinik kecantikan.
"Besok sore dia ke sini, lo ke sini aja kalo mau," ujar Neron sembari melihat ekspresi Julio.
Julio malah tersenyum miring, menganggap bahwa Neron seperti anak kecil. Dia pikir dirinya bisa panas hanya karena mempertemukan Nila dengan Steven?
Nila tersenyum senang. "Makasih, Ron."
"Sama-sama," seloroh Neron.
Julio makin tertarik dengan permainan Neron. Ia menatap cowok itu. "Nila, lo di sini dulu ngobrol sama Cia, gue mau ngobrol sama Neron."
"Iya, Kak," jawab Nila.
"Julio, jangan Kak," tegas Julio.
"Iya, Julio." Nila sebenarnya tak nyaman memanggil orang yang lebih besar tanpa sebutan 'Kak'. Bukannya ia sok imut, tapi etika dasar yang telah diajarkan orang tuanya sejak dini harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
"Mau ngomong apa, anjir, sampe kudu ngomong di luar?" Neron pura-pura tidak peka.
Julio menarik tangan Neron. "Ikut gue."
"Yeu, berasa rumah sendiri, ya, si nyemot," dumel Neron. Ia menatap Cia. "Cia, aku keluar dulu, ya."
"Iya, Neron," jawab Cia tersenyum tipis.
Kini atensinya beralih pada Nila. "Nila, jaga istri gue baik-baik."
"Lebay banget, Ron. Jugaan aku gak ke mana-mana." Cia tertawa kecil.
Neron membalasnya dengan senyuman kecil, kemudian berjalan ke lantai bawah untuk bicara empat mata dengan Julio.
Cia menatap punggung mereka yang kian menjauh. "Huft, untung Kak Julio udah pergi."
"Emangnya kenapa?" tanya Nila.
"Nanti bekas piranha gue dilihat, Nila Cantik."
"Hah? Piranha? Bukannya cupang?"
"Jangan diperjelas, ya, Bestie, gue malu."
"Duh, jadi pengen dicupang, siapa tau gue jadi dicupang."
Cia berdecak malas. "Nggak gitu konsepnya, Nila."
Nila mengerut bingung. "Terus, gimana, dong, konsepnya?"
"Auk, deh. Kagak kelar-kelar kalo jelasin ke lo," sergah Cia.
Nila mengangguk paham. "Ya udah, nanti gue cari sendiri konsepnya di google."
"Terserah lo," ungkap Cia pada akhirnya.
"Btw, lo nggak ada bertengkar, kan, sama Neron?"
"Kenapa tiba-tiba nanya gitu?" tanya Cia.
"Mata lo sembab," balas Nila.
Cia memegang kedua mata, lalu menguceknya. "Oh, ya?"
"Iya."
Cia menghela napas mengingat kejadian tadi. Ia tak suka Neron emosi berlebihan karena salah paham. Kalau ia selingkuh, dia tak akan protes kalau dimarahi oleh Neron, sedangkan ia tak berbuat buruk. "Jujur, tadi ada, sih. Dia salah paham, gue dikira selingkuh sama Kak Julio karena dia mau ke sini jenguk gue. Padahal, gue nggak ada maksud selingkuh."
"Iyalah, gue tau betul gimana lo, Cia. Lo nggak mungkin berpaling, sekalipun udah dibentak."
"Iya, ya. Gue emang tolol banget kalo soal cinta."
"Cinta membuat orang gila, tapi lebih gila lagi kalo hidup tanpa cinta," tutur Nila.
"Kalo gue nggak juga, sih, tapi sejak sayang sama Neron, gue ngerasa gitu. Gimana, ya, gue nggak rela dia ninggalin gue, apalagi lo tau sendiri si Beruk kalo emosi kayak gimana."
"Gue taunya dari cerita lo doang, sih, belum pernah lihat dia emosi di depan mata gue," jawab Nila.
"Ya, intinya gitu."
"Tapi, lo nggak boleh ngalah mulu," peringat Nila.
"Udah, tadi gue udah ngamuk, dia mulai ciut."
"Kok, saling cinta berasa musuhan, ya?" Nila masih polos dalam hal percintaan, pacaran saja belum pernah.
"Karena dia nggak ngertiin perasaan gue, La. Coba kalo dia kayak cowok wattpad yang baik, ganteng, pengertian, lembut sama cewek, nggak bakal gue bertengkar sama dia."
"Sayangnya cowok kayak gitu cuma fiksi, bener-bener sempurna tanpa cela," ujar Nila mulai berhalu.
"Gue bisa makin mleyot kalo Neron kayak gitu. Dia emosian aja gue udah cinta, apalagi kalo kayak spek wattpad, bisa langsung pingsan."
"Semoga bisa ngertiin satu sama lain, ya, Cia. Masalahnya lo udah nikah, kudu mikir lebih mateng lagi kalo mau pisah, nggak bisa putus kayak orang pacaran."
"Iya, gue ngerti," jawab Cia. "Lo sendiri gimama sama Kak Julio?"
"Gue ngerasa dia nggak serius deketin gue. Okelah dia traktir gue pas ngakak jalan, tapi feeling gue bilang dia nggak tulus. Gue curiga dia sebenernya suka sama lo, tapi lampiasinnya ke gue."
"Serius lo?" Cia terkejut.
Nila mengangguk. "Iya."
Cia tertunduk lesu. "Sorry, gue nggak bermaksud bikin Kak Julio mainin lo kalo dia emang bener kayak gitu."
"Gue nggak bakal nyalahin lo, Cia. Dia yang rese, kenapa lo yang diem yang gue salahin? Gue yang tolol kalo gitu." Nila berusaha memakai akal sehatnya, walaupun lebih sering tak berfungsi.
"Semangat, ya, La." Hanya itu yang Cia bisa ucapkan. Percuma juga memberi petuah, apalagi dia penyebab Julio menghancurkan hati Nila apabila spekulasi mengenai cowok itu benaran terjadi.
"Iya, makasih."
"Besok lo beneran mau ketemu Steven?" Cia mengganti topik pembicaraan agar Nila tidak kepikiran dengan Julio.
"Beneran."
"Mau manasin Kak Julio?" tanya Cia.
"Iya. Selain itu, emang nge-fans sama dia, pengen minta tanda tangan sama fotoan."
"Kalo Kak Julio nggak panas gimana?"
"Ya udah, gue berusaha move on, cowok banyak di dunia ini. Move on emang susah, daripada gue bertahan sama yang nggak pasti, mending cari kandidat lain sampe nemu yang nyaman," jelas Nila.
"Bagus." Cia memberi jempol pada Nila. "Tapi, inget, ya, hal ini lo lakuin kalo Kak Julio beneran brengsek."
"Iya," jawab Nila.
Cia menunjuk tas berisi makanan yang dibawa Nila. Tadi cewek itu menaruhnya di atas nakas pas baru datang. "Tolong ambilin makanan itu, dong, gue laper."
Nila mengambil box makanan berisi spaghetti carbonara. "Nih."
Cia tersenyum. "Makasih, ya."
"Perlu gue suapin? Siapa tau tangan lo pegel karena kegencet pas main." Nila mulai bicara asal.
Cia mendelik kesal. "Kagak, anjir! Mulut lo dari tadi semangat banget ngomong ke arah yang gituan."
"Soalnya lo tadinya cuma baca adegan gitu, eh beneran ngelakuin," ujar Nila tersenyum penuh arti.
"Iya, sih. Gue bahkan sampe minta morning kiss sama Neron karena kepo beneran nggak perut gue bakal geli kayak di wattpad."
"Terus, perut lo geli?"
Anggukan diberikan oleh Cia pada Nila. "Iya."
"Aduh, jadi pengen morning kiss."
Cia berdecak malas. Kelakuan Nila memang konyol, namun cewek itu senang berteman dengannya karena ia bisa merasakan ketulusan Nila, walaupun rada bolot dan blak-blakkan. "Anjir, tadi pengen dicupang, sekarang pengen morning kiss. Banyak mau lo."
"Jadi pengen nikah muda."
"Nikah muda nggak seenak yang lo pikirin, La. Waktu main lo mulai berkurang, bagi waktu urusan rumah tangga sama tugas kuliah juga susah, belum lagi kalo suami lo emosian kayak Neron, butuh waktu buat nenanginnya," terang Cia.
Nila turut prihatin. Ia mengelus bahu Cia. "Yang sabar, ya, Cia. Pasti lo capek banget."
"Iya, La."
***
Setelah Julio memaksa Neron untuk bicara empat mata dengannya, akhirnya cowok itu memilih ruang tamu sebagai tempat teraman untuk bicara.
"Lo mau ngomong apa? Ngomongin tentang Nila?" tanya Neron bertubi-tubi.
"Iya," jawab Julio.
"Lo marah karena Nila mau gue kenalin ke temen gue?"
"Iya."
"Apa hak lo marah-marah? Pacar juga bukan, suami apalagi. Kayak gue, dong, SUAMINYA CIA." Neron menepuk bangga dadanya.
Julio menatap malas cowok itu. "Iye, yang beristri."
"Terus, lo mau gue batalin pertemuan mereka?" tanya Neron.
"Iya."
"Iya, iya, mulu, Bangsat," kesal Neron.
Julio menghela napas. "Karena keinginan gue udah disebutin sama lo, makanya gue iyain."
"Lo nggak bisa larang Nila buat ketemu sama Steven, jugaan dia belum pacaran sama lo," ungkap Neron.
"Gue tau gue nggak ada hak, makanya gue mau minta tolong buat gagalin pertemuan mereka."
"Nggak mau, enak aja. Berjuang sendiri, dong, jangan ngandelin orang lain."
Julio melipat tangan di depan dada, tatapan menyebalkan cowok itu berikan pada Neron. "Ngaca, Ron. Lo tanpa perjodohan nggak bakal bisa ngambil hati Cia, sedangkan gue tanpa perjodohan udah bisa ngambil hati Cia."
Neron menarik kerah baju Julio. "Anjing! Lo ngajak ribut, hah?"
Julio tak gentar sama sekali. Ia mendorong tangan Neron agar tak menyentuh kerahnya lagi. "Gue bisa aja obrak-abrik rumah tangga lo, apalagi lo gampang emosi, Cia pasti bakal ilfeel, habis itu minta cerai."
"Mulut lo dijaga, Bangsat!" maki Neron.
"Hati Cia dan hati Nila udah gue ambil, tapi kayaknya lebih menggoda istri orang." Julio tersenyum penuh arti.
"Lo pasti main-main sama Nila, lo jadiin dia pelampiasan karena Cia nikah sama gue."
"Kalo gue bilang iya, apa lo bakal hasut Nila?" tanya Julio.
"Tanpa dihasut, dia pasti peka."
"Gue bakal buat Nila jatuh cinta sama gue sedalam-dalamnya. Jadi, dia nggak bakal lepas dari gue, sekalipun dia tau sebenernya dia lagi dimainin. Orang jatuh cinta rata-rata emang bego."
——-
Spam "Neron" for next chapter
Spam "Cia" for next chapter
Spam "Nana cantik" for next chapter
900 komen aku update
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top