14. BETWEEN LOVE AND FIGHT

Part ini panjang bangettt, semoga nggak eneg ya sayang❤️

Kalian cewek atau cowok?

Lebih suka anjing atau kucing?

Lebih suka nonton film atau series?

Happy reading, siap2 merinding🌚

17+

"Cia, gue mau ngobrol," ujar Neron. Ia berdiri di belakang Cia, ingin melihat cewek itu hendak masak apa.

Tadi Nagara dan Valerie sudah pulang ke rumah masing-masing, cewek itu tadi juga sudah makan bersama Cia menghabiskan sisa makanan yang mereka beli di kafe.

Jujur saja, Cia masih belum kenyang karena baru makan dua kali. Ia kini hendak memasak sayur sup. Semua bahan seperti bawang putih, saus tiram, garam dan penyedap rasa sudah ia taruh di atas meja.

"Mau bilang apa?" tanya Cia.

Neron melihat cewek itu tengah sibuk memasak. Ia tak tega menganggu Cia. "Nanti aja gue bilang setelah lo masak."

"Iya," papar Cia. "Lo mau dimasakkin apa?"

"Samain aja kayak lo. Lo mau masak sayur sop, 'kan?"

Cia mengangguk. "Iya, Ron."

Neron dari tadi berusaha untuk tidak memeluk Cia karena takut membuat cewek itu tak fokus. Namun, ia tak tahan lagi ingin memeluk Cia dari belakang, menaruh dagu di ceruk leher cewek itu, sesekali mengecup pipinya.

Cia tertawa kecil, ia berjalan ke wastafel guna mencuci sayuran. "Clingy banget, sih?"

Neron masih tetap memeluk Cia. "Lo, sih, nggak tau rasanya nikah sama orang yang lo sayangin dari dulu, makanya heran kenapa gue bisa clingy banget sama lo."

Cia menaruh sayuran di atas baskom. "Lo sesayang itu sama gue?"

Neron mengangguk. "Kalo lo sendiri gimana, Cia?"

Cia berjalan membawa baskom ke dekat kompor. Selanjutnya, ia memotong bawang putih dan cabai. "Jangan emosi, ya, Ron, kalo gue omongin ini," ucapnya setelah memotong bahan.

Neron mengangguk. "Iya, gapapa."

"Gue dulu emang suka sama Kak Julio, tapi—"

"Iya, tau lo suka sama Julio, caper nggak ketulungan sampe jogging mulu," potong Neron.

Cia berdecak malas. "Gue belum selesai ngomong, jangan sensi gitu, ah."

Neron berusaha untuk sabar. "Iya, terus gimana, Baby?"

Cia menuang sesendok makan minyak goreng ke atas wajan. "Lama-lama gue udah lupain Kak Julio. Toh, gue gak sampe cinta mati sama dia, apalagi Nila naksir dia. Ya udah, gue move on."

"Move on karena nikah sama gue?" Neron sewot.

Cia mengangguk. "Iya."

Neron melepas pelukannya di pinggang Cia. "Gue cuma dijadiin pelampiasan."

"Enggak gitu." Cia memasukkan bawang putih dan cabai ke atas wajan, lalu menumisnya hingga harum. "Gue serius kayaknya udah mulai sayang sama lo, gue nggak mau kehilangan lo."

"Jangan bohong!" seru Neron.

"Beneran."

"Sejak kapan?" tanya cowok itu.

Ia memasukkan sayuran ke atas wajan, lalu mengaduknya hingga agak layu. Setelah itu, ia menuang air secukupnya ke atas wajan, memberi taburam garam, saus tiram dan kaldu ayam. Cia mencicipi rasa sayuran. Setelah dirasa enak, ia menunggu beberapa menit agar sayuran itu matang.

"Tadi pas Valerie ngaku kangen sama lo," lanjut Cia.

Neron tertawa kecil. "Oh, pantesan wajahnya masem banget."

"Apaan, sih? Nggak, kok!" elak Cia.

Neron menoel dagu Cia. "Cie, cemburu, ya?"

"Enggak!" bantah Cia, lalu mematikan kompor. Ia menuangkan sayur sup ke kedua mangkuk. Ia menunggu sayuran itu berkurang panasnya, sehingga ia mudah menuangkannya ke mangkuk. Cewek itu duduk di kursi depan meja makan.

Neron turut duduk di depan Cia. "Terus, kenapa wajahnya kecut gitu kayak rasa ketek gue?"

Cia mendelik kesal. "Jorok banget lo!"

"Jangan mengalihkan pembicaraan," peringat Neron.

"Gue cuma agak kaget aja dia berani bilang gitu di depan gue. Gue takut lo minta cerai karena selama ini gue gak sayang sama lo, habis itu lo nyari cewek lain yang sayang sama lo."

Neron menggenggam tangan Cia, mengecup kilat punggung tangan cewek itu. "Enggaklah, njir. Gue bakal nunggu lo sampe lo sayang sama gue. Entah kenapa, gue yakin lo bakal sayang sama gue."

"Feeling lo kuat juga, gue aja nggak nyangka bakal sayang sama lo. Habisnya, lo nyebelin banget!"

"Gue juga bingung gimana caranya deketin lo, Cia," ungkap Neron.

Cia terkekeh. "Gapapa, lah. Toh, kita udah deket sekarang." Cewek itu hendak bangkit dari tempat duduk guna menaruh sup di atas mangkuk, namun Neron melarang.

"Biar gue yang naruh, lo duduk aja," ujarnya, berdiri dari kursi. Ia menuang sayuran itu dengan sendok sup ke mangkuk, kemudian memberikannya pada Cia dan dirinya.

Cia tersenyum tulus. "Makasih." Ia mencicipi sayur buatannya, lalu menatap Neron yang sedang menyeruput kuah sayur. "Gimana rasanya?"

Neron mengangguk. "Enak."

"Hm, baguslah." Cia seketika merasa canggung. Ia baru sadar betapa berlebihan dirinya saat mengungkapkan perasaannya pada Neron.

"Lo kenapa?" Neron peka bahwa Cia mendadak lebih pendiam dari sebelumnya.

Cia menggeleng. "Gapapa."

"Pasti ada apa-apa."

"Enggak. Lo mau ngomong apa tadi?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan terus, Cia."

"Gue ngerasa lega, tapi agak gugup."

Neron mengerut bingung. "Kenapa gitu?"

"Karena habis confess ke lo," jelas Cia.

Kedua sudut bibir Neron tertarik tipis. "Ya udah, makan dulu, jangan sampe nggak makan karena kepikiran itu."

"Hm."

Setelah itu, tak ada satupun dari mereka yang memecah keheningan, hanya dentingan sendok dan garpu yang beradu, mengisi suara di tengah kebungkaman keduanya.

Seusai makanan keduanya tandas, Neron mengambil mangkuknya dan Cia. "Biar gue yang cuci mangkok, lo tunggu di sini."

Cia mengangguk. "Iya."

Neron menaruh kedua mangkuk di atas wastafel, menuang setetes mamamia lemon ke spons basah, meremasnya sebentar, lalu mencuci kedua mangkuk dan sendok. Selanjutnya, ia mencuci panci kecil dan sendok sayur hingga bersih.

Setelah itu, ia menghampiri Cia. "Ke kamar, yuk."

Cia mengangguk patuh. "Hm."

Neron menggenggam tangan Cia, membawa gadis itu ke dalam kamar. Sesampainya di sana, ia menutup pintu. Sekarang mereka menyadarkan punggung di kepala ranjang.

Neron menangkup wajah Cia, menelisik kedua retina sang gadis. "Ada uneg-uneg yang belum lo bilang ke gue?"

Cia tak mau berkonflik dengan Neron. Oleh karena itu, ia menatap was-was cowok itu. "Jangan marah, ya."

"Iyaa," seloroh Neron. "Kenapa, nih?"

"Gue agak nyesel confess sama lo."

Neron melepas tangkupan tangannya di wajah Cia. Ia tersenyum sinis. "Oh, harusnya lo confess sama Kak Julio, ya?"

Cia merengut kesal. "Tuh, kan, marah. Gak jadi, deh."

"Iya, enggak marah, kok. Kenapa, hm?"

"Setelah gue confess ke lo, gue malu tadi ngungkapin perasaan gue panjang lebar sama lo. Kayak gimana, ya, dada gue tiba-tiba deg-degan, pengen senyum terus."

"Lo gak pernah kayak gini sama mantan lo?" tanya Neron.

"Nggak pernah, bahkan sama Kak Julio gue gak pernah segugup dan deg-degan kayak gini."

Hari ini adalah hari paling membahagiakan bagi Neron. Mengetahui bahwa cintanya tak bertepuk sebelah tangan membuatnya senang. Sungguh, rasa cintanya kepada Cia semakin meningkat. "Ternyata butuh dua bulan sejak nikah buat bikin lo kayak gini. Ini impian gue dari awal gue naksir lo."

"Impian lo se-simple itu?"

"Bagi lo simple, tapi bagi gue istimewa."

Cia terharu sampai menitihkan air mata. Hatinya luruh lantah, seketika porakporanda karena ucapan Neron yang terlewat manis. Ia mengusap kasar air matanya. "Oh my god ...."

Neron sontak panik, ia menghapus air mata Cia dengan ibu jari. "Lo kenapa, Cia? Ada yang salah sama omongan gue?"

"Enggak, gue cuma terharu sama omongan lo. Segitu cintanya lo sama gue, tapi gue baru nyadar."

Neron merentangkan kedua tangan. "Come here, Cia."

Cia menabrakkan tubuhnya ke tubuh Neron, merengkuh erat badan atletis tersebut. Ternyata memeluk lawan jenis yang ia sayang membuatnya nyaman. Hatinya kini sudah dikuasai oleh Neron.

"I love you," tutur Neron.

Neron mengecup kening Cia, membuat perempuan itu memejamkan mata guna menikmati kecupan dari Neron.

"I love you too," balas Cia.

"Udah nggak I love me too, ya?"

Cia tertawa mengingat dirinya seringkali menolak cinta Neron. "Enggak."

Neron mengelus bibir Cia, menatap intens benda kenyal milik gadis itu. "Boleh gue cium lo?"

Seketika jantung Cia berdegup kencang. Anggukan pelan diberikan oleh sang perempuan.

Neron tersenyum kecil. Perlahan, bibirnya ia dekatkan ke bibir Cia, membuat kedua mata sang puan terpejam. Lumatan demi lumatan lembut cowok itu berikan, menyebabkan Cia ingin lagi dan lagi. Demi apa pun, rasanya seperti mengandung zat adiktif, membuatnya kecanduan. Setelah puas, Neron melepas tautan tersebut.

"Gitu aja?" Cia tampaknya kurang puas karena sudah kecanduan.

Neron tersenyum penuh arti. "Lo berharap apa?"

"Nggak mau main? Gue udah siap."

Ucapan Cia membuat Neron tersenyum senang. Bibirnya ia dekatkan ke telinga Cia. "Siap-siap gue jebol lo sampai kehabisan tenaga."

***

Sang surya mulai menampakkan sinar, pertanda hari sudah pagi. Cahaya menelusup melalui celah jendela membuat Cia terbangun. Ia melirik ke arah Neron yang masih tertidur pulas, seketika memori rekaman kejadian malam itu terekam jelas di otaknya. Ia malu, apalagi setelah 'ritual malam' selama tiga puluh menit, Neron memakaikan pakaian ke tubuhnya. Jujur, ia senang melakukannya.

Cia hendak berjalan guna memasak sarapan, namun bagian bawahnya terasa perih, sehingga kesulitan untuk berjalan. "Oh, shit!" ringisnya, lalu kembali rebahan di samping Neron.

Neron seketika terbangun, menengok ke arah Cia. "Lo mau ke mana, Cia?" tanyanya dengan suara parau.

"Mau masak," jawab Cia.

Neron membawa tubuh Cia agar bersandar di dada bidangnya. Satu kecupan ia daratkan di kening cewek itu. "Lo pasti kesakitan, soalnya baru pertama kali."

Cia mengangguk. "Gue kira di wattpad doang kalo gituan bisa bikin sakit."

Neron mengecup jari-jari Cia, berakhir di punggung tangan. "Gue juga baru pertama kali main, jadi belum bisa bikin lo nyaman dan nggak kesakitan. Gue udah berusaha main pelan."

Cewek itu berdecak malas. "Main pelan apaan? Badan gue biru semua, rasanya mau remuk, anjir."

"Maaf ...."

Cia tak bermaksud membuat Neron sedih. Ia senang bisa memberi mahkotanya kepada cowok itu, namun ia kesakitan karena baru pertama kali melakukannya. "Gapapa, kok. Mungkin karena gue masih kaget, makanya agak heran lo main seganas itu."

Neron bernapas lega. Setidaknya Cia tak memusuhinya karena ulah ganasnya. "Oh, iya. Kok, kita kemarin nggak jadi ke mall?"

"Nggak enak, Ron. Valerie sama Nagara minta ke rumah lo, ya kali kita ke mall."

"Besok pas pulang dari kampus mau nggak ke mall? Itu pun kalo lo udah bisa jalan."

"Boleh," seloroh Cia sembari mengangguk. "Nanti gue chat korti buat ijin."

"Iya," pungkas Neron. "Lo mau makan apa?" Cowok itu mendorong pelan tubuh Cia, lalu bangkit dari ranjang.

"Di kulkas ada nasi meal beef yakiniku cepat saji, tolong angetin itu, ya."

"Iya, By."

"Babi?" tanya Cia.

Neron jadi teringat ia pernah mengejek Cia dengan sebutan babi. "Baby."

Cia tertawa kecil. "Oh, kirain mau ngatain gue babi lagi."

Neron mengacak gemas surai Cia. "Gue ke dapur dulu, ya."

"Makasih, Neron."

"With my pleasure, Pretty Girl," tutur Neron. Ia membuka pintu kamar, setelah keluar ia menutupnya kembali.

Cia memegang dada, perutnya terasa geli karena ada kupu-kupu hinggap di sana. "Sial, gue makin deg-degan."

Cia mengambil ponsel di atas nakas guna menghubungi Nila via chat. Ia membuka layar ponsel dengan sidik jari, terpampang kumpulan aplikasi yang ia unduh selama ini. Ia menekan Whatsapp sebagai sarana komunikasi dengan cewek itu.

Cia: Nila, gue nanti nggak ngampus

Nila: Buset, lo tumben amat chat gue jam segini. Lo kenapa?🥺

Cia: Gue sakit :(

Nila: Nanti habis ngampus gue ke kontrakkan lo, share loc aja, gue belum pernah ke sana soalnya

Cia: Oke, La. Makasih, ya🥰

Nila: Ape lo makasih, makasih? Santai aja kali kayak di pantai, cihuy😝

Cia: Prik lo mulai kumat, anjir😖

Nila: Stt, diem lo! Eh, bentar, gue tau, deh, kenapa lo sakit? Pasti lo habis buat anak, kan, sama Neron?🌚🔞⚠️🤔🤩😏😀😃😄😆😁

Cia: Frontal amat bahasanya!😡

Nila: Biarin, jugaan sama bestai😝
Nila: Kasur lo baik-baik aja, 'kan?🥺

Cia: MONYET, HARUSNYA LO NANYAIN GUE, BUKAN KASUR GUE!

Nila: Harga kasur mahal, cuy, makanya gue nanyain kasur😂

Suara pintu terbuka membuat Cia mengalihkan atensi sejenak ke arah sana. Ternyata, Neron yang membawakannya nasi dan steak salmon untuk cowok itu. Perempuan itu kembali fokus menatap pesan yang ia akan kirim.

Cia: Auk, deh. Sampai ketemu nanti, ye, Pak Su alias Pak Suami udah dateng bawain gue makanan🥰

Nila: Jiah, mulai bucin, nih😝
Nila: Ya udah, makan dulu, gih, inget perbaiki kasur lo

Cia: DIEM LO, MONYET!😡

Nila:

Cia:

Neron menaruh makanannya di atas meja, ia duduk di samping Cia. "Cie, kenapa, tuh, senyum-senyum?"

"Barusan chat-an sama Nila."

"Dia tau lo sakit karena gitu?" tanya Neron.

"Tau," sergah Cia. "Dia nebak sendiri, padahal gue enggak ada ngasih tau."

"Pantesan lo senyum-senyum," ujar Neron tertawa kecil. Cowok itu mengambil makanan Cia. "Makan dulu, yuk."

Cia mengangguk, mengatur posisi agar bersandar pada kepala kasur.

Neron memasukkan sesuap nasi dan daging ke dalam mulut Cia. "Lo suka makan ini?"

Cia mengunyah makanan itu. "Suka banget! Praktis dan enak."

"Jangan sering-sering makan yang instant, gak baik buat kesehatan lo," peringat Neron.

Cia tahu betul Neron sangat memperhatikan pola makan, apalagi dia atlet yang diharuskan staminanya kuat agar saat pertandingan tidak lemas. "Iyaa, Neron," ungkap Cia tersenyum senang. Ia baru tahu begini rasanya diperhatikan oleh pujaan hati.

Neron mengerut heran. "Lo kenapa, sih, senyum-senyum lagi?"

"Setiap gue di deket lo, bawaannya pengen senyum terus. Ternyata gini rasanya jatuh cinta sama orang yang tepat."

"Gumush banget istri Neron. Kalo nggak lagi makan, gue udah bejek muka lo. Gemes banget nggak kuat."

"Gue seneng banget dicintai kayak gini sama lo."

Neron berdecak malas. "Diem, Cia."

"Kenapa?"

Neron memalingkan wajah dari Cia. "Gue salting, anjing!"

Cia sontak tertawa. "Hubungan kita, kok, aneh gini? Kadang canggung, kadang bucin."

"Namanya juga cinta tak ada logika."

"Iya, sih," ucap Cia. "Btw, kamu nggak makan?"

Neron tersenyum penuh arti, menyuapkan makanan itu ke mulut Cia di suapan terakhir. "Kamu?"

Cia diam sejenak karena sedang mengunyah. Setelah selesai, ia berkata, "Iya, kamu. Masa ngomong lo-gue terus? Takutnya kebiasaan pas kita punya anak ngomong kayak gitu."

"Oke, aku setuju," balas Neron. Ia selanjutnya memakan steak buatannya. Makanan itu sudah dingin karena lama tak disantap.

"Sorry, Neron, kamu baru makan gara-gara aku." Cia tertunduk sesal.

Neron mengacak gemas rambut Cia. "Gapapa, Cia."

Setelah itu, keduanya diam tanpa kata. Neron menyantap makanannya hingga tandas, lalu menumpuk kedua piring di atas nakas. Ia mengambil air dingin di kulkas kecil dekat meja televisi.

Ia memberikannya pada Cia. "Minum dulu."

"Makasih, Neron."

Neron mengangguk. "Sama-sama, Sayang."

Cia tampak memikirkan sesuatu sampai terdiam sejenak. Akhirnya, ia memutuskan untuk mencolek bahu Neron. "Neron."

"Kenapa, Cia Sayang?"

Cia menggigit bibir bawah, menandakan ia gugup. "Mau nggak kita morning kiss? Pengen nyoba biar kayak di wattpad ...."

Neron seketika tersenyum cerah. "Mau banget!"

Cia memeluk Neron dari samping. "Kiss me, Neron."

Neron meneguk ludah melihat bibir Cia, ibu jarinya mengelus bibir cewek itu. Kedua benda kenyal mereka bertemu, menerpa sekelilingnya supaya terlampiaskan keinginan mereka.

Sangat lembut dan membuat ketagihan. Kalimat itu sangat cocok mendeskripsikan bibir mereka.

Cia tersenyum penuh arti, jari telunjuknya naik turun mengelus jakun Neron. "Damn, kayaknya aku bakal minta morning kiss setiap hari."

Neron menyentil dahi Cia. "Nakal."

Suara getaran ponsel Cia terdengar dari atas nakas. Kedua retina sang perempuan menatap layar ponsel melalui notifications bar, ternyata Julio yang menghubunginya melalui Whatsapp.

Julio:
Cia, kata Nila lo sakit, ya? Gue lagi nggak ada kelas, rencananya mau jenguk lo.

"Anjir ...," gumam Cia.

"Kamu kenapa?" tanya Neron.

Cia masih diam. Ia tahu Nila memang suka ceplas-ceplos dan terlalu jujur. Akan tetapi, mengapa harus cerita ke Julio?

Neron mengambil ponsel Cia dari tangan sang pemilik. Ia menatap chat dari Julio. Kekecewaan menyelimuti perasaan cowok itu, ia merasa dikhianati. "Oh, lo ternyata masih berhubungan sama Julio? Lo selingkuh di belakang gue, hah?"

——-

Baru aja confess, eh malah bertengkar lagi. Cerai aja sabi kali ya?🤔

Spam "Nana Cantik" for next chapter

Spam "Neron" for next chapter

Spam "Cia" for next chapter

1k komen dan 300 vote aku update!

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top