10. SECOND LEAD MOMENT

Halo guys. Walaupun belum nyampe target, tapi aku up yaa. Baik, kan, aku?😝

Aku tumben ga update pagi karena tadi sibuk bgt di kampung sampe mau sempoyongan wkwkkw

Btw, lebih suka cowok ganteng atau cowok cerdas?

Definisi cowok ganteng menurut kalian tuh kayak gimana, sih?

Yuk bisa yuk isi komen di setuap paragraf

Happy reading❤️

"Ya udahlah, gue pake make up tipis aja biar Kak Julio gak ngelihat kalo gue mode ondel-ondel pas pake make up tebel." Nila dari tadi bingung mau pakai make up jenis apa, belum lagi pilih outfit sampai kamar berantakkan kayak kapal pecah. Akhirnya, dia pilih baju kaos warna pastel dengan celana panjang robek-robek agar terkesan santai.

Nila memoleskan lip tint merah di tengah bibirnya dengan base lipstik warna pink soft supaya menjadi ombre lips. "Perfect! Cantik banget lo, Nila. Kalo gue cowok, gue pasti pacarin diri sendiri." Ia menatap kagum dirinya.

Tiba-tiba, nada dering ponsel Nila berbunyi di atas meja rias. Ia mengambil benda pipih itu, lalu melihat layarnya. Ternyata, Julio yang menelponnya. "Anjrit, Kak Julio nelpon!" paniknya.

Ia mempersiapkan suaranya agar lebih lembut di depan Julio. "Ekhem, sebelum angkat telepon, gue kudu perbaiki suara biar gak kayak habis gagal operasi jakun." Nila menarik napas pelan, lalu embuskan. Setelah ia siap, ia mengangkat panggilan itu.

"Halo, Kak Julio," ujar Nila.

"Nila, gue udah di depan. Kalo gue bawa motor gapapa?"

"Gapapa banget, Kak. Gue emang lagi pengen naik motor sambil menikmati udara segar." Sebenarnya Nila senang karena nanti bisa memeluk Julio saat cowok itu melewati polisi tidur.

"Tapi, kan, sekarang banyak polusi, La."

"Ya udah, deh. Polusi pun gue mau nikmatin asalkan naik motor." Walaupun alasannya goblok, tapi Nila tetap lontarkan agar tak membuat percakapan mereka seketika mati.

"Asalkan naik motor atau asalkan sama gue?"

Batin Nila rasanya ingin berteriak, "Bangsat, tau aja lo, Julio Anjing!" Ia berdeham sebentar. "Dih? Enggaklah!" kilahnya.

"Terserah lo, La. Gue tunggu lo di depan."

Bip.

Cewek itu mengambil sling bag warna hitam mengkilap di atas meja, tak lupa ia membawa parfum dan sisir agar penampilannya tak kucel. Ia mengunci kamar kos agar aman dari pencuri. Tangan kanannya mengambil sepasang sepatu converse warna rose gold berisi sedikit blink. Setelah dirasa siap, cewek itu berjalan ke lantai bawah, soalnya letak kamar kosnya berada di lantai dua.

Nila hanya tinggal sendiri di kosan mewah ini. Biaya sewa per bulannya lima juta rupiah. Ia ingin sekali kuliah di kota ini, makanya ia rela jauh dari orang tua. Namun, orang tuanya yang tak rela, bahkan sering mengirim supir untuk mengantar Nila ke mana pun ia pergi. Akan tetapi, cewek itu merasa risih. Ia lebih suka mengemudi sendiri ketimbang dibonceng orang.

"Halo, Kak Julio," sapa Nila berusaha santai.

Kedua retina Julio menatap penampilan Nila mulai dari ujung kepala, sampai ujung kaki. Sungguh, penampilan Nila sangat kece, walaupun hanya memakai pakaian simple. "Cakep banget lo, Nila."

Nila tersenyum tipis. "Makasih."

"Ayo naik," ajak Julio pada Nila.

Nila mengangguk. Kaki kirinya bertumpu pada pedal kiri motor ninja milik Julio agar gampang naik ke atasnya. Ia berpegangan pada kedua pahanya supaya tidak jatuh.

Julio melirik tangan Nila, lalu mengarahkannya ke pinggang cowok itu. "Pegangannya masa di sana? Di sini, dong."

Nila makin deg-degan. "Gapapa, nih, Kak?"

Julio berdecak malas. "Gapapa, lah. Kan, gue yang ngasih."

"Oke ...."

Setelah merasa Nila siap, ia menginjak pedal, kemudian menarik gas motor dengan kecepatan sedang. Namun, setiap kali ada polisi tidur, ia tak mengerem agar Nila memeluknya.

Benar saja, gadis itu langsung reflek mengeratkan tangannya di pinggang Julio. Cowok itu seketika menarik kedua sudut bibir. Modus murahannya berhasil, memang itu yang ia mau.

"La, lo suka makan apa?" tanya Julio di tengah perjalanan menuju bioskop.

"Suka sama cowok, lah!" jawab Nila. Tampaknya jiwa bolot Nila mulai kembali.

"Suka makan brewok? Apa gak nyangkut di tenggorokan?" Julio terheran-heran.

"Hah, ada jembut di tenggorokan? Jorok, ih!"

Bagus, kedua sejoli ini sangat cocok. Sama-sama bolot bin nyolot.

"Gue gak borokan! Enak aja lo!" seru Julio tak terima.

Nila berdecak malas. "Kocokan apa, sih?"

"Bukan colokan, tapi borokan!" balas Julio. Niatnya pendekatan, tapi cewek itu malah tidak nyambung kalau diajak bicara.

Nila tertawa puas. "HAHAHA, CIA EMANG SUKA NGOROK KALO TIDUR!"

"Kenapa jadi Cia? Gue gak ada ngomongin Cia."

"Terus, siapa, dong?" tanya Nila.

"Kok, bedong? Nanti kalo kita udah punya bayi baru beli bedong. Gak nyambung lo, La," ujar Julio.

"Auk, deh!"

***

Setelah dua puluh menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat menarik karcis. Nila menjauhkan sedikit tangannya dari mesin sensor itu. Setelah karcis itu keluar, cewek itu menarik kertas kecil tersebut.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan ke basement. Jalanan agak curam, membuat Nila memeluk pinggang Julio agar tidak jatuh. Ketika mereka melihat ada tempat kosong, mereka langsung berhenti di sana.

Nila turun dari motor, lalu disusul oleh Julio. Cewek itu membuka helm, menaruhnya di spion kanan, sedangkan Julio di jok motor.

Julio tiba-tiba menarik telinga Nila, melihat apakah sebanyak itu kotoran di telinganya sampai tak bisa mendengar ucapannya.

"Lo ngapain, Kak?" tanya Nila.

"Cek telinga lo, soalnya tadi budeg banget," jawab Julio.

Nila mendelik tak terima. "Lah, yang budeg, tuh, telinga lo, anjir!"

"Nila yang budeg!" balas Julio tak terima.

"Kak Julio!" seru Nila.

"Apa!" Julio malah menyahut.

"Bukan manggil Kakak, gue ngatain Kakak!" Jujur, meskipun Nila cinta sama Julio, tapi dia dongkol juga dibilang budeg sama cowok itu. Padahal, cowok itu lebih budeg dan tidak nyambung.

Julio menyentil dahi Nila. "Apa, sih, lo pake manggil Kakak segala? Panggil aja Julio, anjir. Geli gue dengernya, gue bukan kakak lo!"

"Kenapa gak sekalem kemarin, sih?" Mereka nggak kelar-kelar berantem sampai diam terus di parkiran.

"Lo pikir gue kalem?" tanya Julio.

"Tadinya iya," balas Nila.

"Yeu, lo salah dalam menilai orang."

"Gue gak ada nilai orang, bingung juga mau ngasih nilai berapa."

Julio menggeleng heran. "Gue baru tau lo prik banget, La."

"Gue juga baru tau lo gak se-cool itu."

"Lo aja yang berekspektasi tinggi sama gue!" seru Julio.

"Aduh, kenapa kita jadi berantem? Ayo masuk ke dalam, mana kita belum cetak tiket sama beli popcorn," ujar Nila.

Julio mengangguk. Ia menggaruk pelan kepalanya sembari cengengesan. Berkat debat tidak penting tadi, ia mereka bahwa Nila sudah tak secanggung sebelumnya.

Hidup the power of bolot couple!

Untung di dekat basement ada lift yang bisa menuju ke lantai tiga, yaitu ada salah satunya bangunan bioskop. Ia menekan tombol lift angka tiga, lalu masuk ke dalamnya. Di dalam sana hanya terdapat tiga orang, yaitu Nila, Julio dan cleaning service.

Seusai pintu lift terbuka lebar, mereka melangkah ke bioskop beriringan. Ingin rasanya Julio menggandeng Nila, tapi ia tahu diri bahwa mereka belum ada status.

"Gak beli minum?" tawar Julio.

"Gue tau diri, soalnya ditraktir," jawab Nila.

Julio menyentil dahi Nila dengan ekspresi geregetan. "Udah gue bilang, lo mau beli apa aja gue jabanin. Beli aja minuman kesukaan lo."

Nila mencebik kesal, mengusap dahinya yang disentil Julio. "Tapi, minuman bioskop mahal-mahal, Kak."

"Udah gue bilang beli, ya, beli, Nila."

"Ta—"

"Gue gak terima penolakan," tegas Julio.

Nila mengangguk pasrah. "Oh, oke. Nanti gue ganti."

"Gak usah, Nila Cantik," ungkap Julio diiringi nada lembut.

Nila tersenyum manis. "Iyaa, Kak Julio Ganteng."

"Nah, gitu, dong." Julio tersenyum puas. "Kuy beli."

Mereka melihat papan menu di bioskop itu. Julio masih berpikir ingin membeli minuman apa. "Lo mau apa?"

"Javana tea aja, Kak."

"Gak mau yang lebih mahal gitu?" tanya Julio.

"Gaya lo, Kak." Nila seketika tertawa. "Gak usah, gue emang suka javana tea, kok."

Julio mengangguk paham. "Okelah," ujarnya. "Mbak, javana tea dua, sama popcorn yang asin satu, manis satu. Semuanya yg small, ya."

Kasir perempuan itu mengangguk. Jemari lincah tersebut mengetik di atas tombol keyboard mesin kasir. "Oke, Kak. Totalnya seratus ribu rupiah."

"Ini, Kak." Julio menyerahkan uang lembar seratus ribu rupiah.

Ia mengangguk. "Terima kasih, bisa ditunggu sebentar, ya."

Julio menarik Nila agar geser ke samping kiri untuk menunggu makanan dan minuman datang.

"Ini gapapa lo yang bayar semua?" Nila masih kepikiran, dia benar-benar tak enak hati.

"Gapapa, Nila. Bawel banget lo."

"Yeu, galak banget, dah!"

Kasir itu tertawa melihat perdebatan kedua sejoli tersebut. Ia paham bahwa orang pacaran memang suka bertengkar uwu. "Javana tea sama popcorn-nya sudah bisa diambil, ya, Kak."

Julio dan Nila mengambil masing-masing pesanan mereka. "Terima kasih," ujar mereka serempak.

"Cetak tiket dulu, yuk," ajak Julio.

***

"NILA, HUAAAAA!"

"ANJING, SETAN TOLOL, JAHANAM LO!"

"BAJINGANNN!"

"JANGAN MUNCULIN MUKA LO DI DEPAN GUE!"

Di sepanjang film diputar, cowok itu terus berteriak, bahkan memeluk Nila agar rasa takutnya berkurang. Sesekali, ia menaruh dagu di ceruk leher Nila.

"Yaelah, gue kira lo berani nonton ginian." Nila ngakak melihat kelakuan Julio.

"Gue kira lo takut nonton gini, makanya gue temenin," kilah Julio.

"Yang ada gue yang nemenin lo, anjir."

"Jangan lagi, deh, kita nonton film horror."

Nila berdecak malas. "Aneh lo. Padahal, lo yang ngajakin, tapi lo yang takut."

Julio mengedipkan mata sebelah kiri. "Biar bisa modus sama Nila."

"Bangsat, baper mulu lo, Nila Anjing," batin Nila.

***

Di kala Cia menunggu Neron latihan, cewek sedang melihat-lihat jersey club Nabiru FC. Rencananya, ia mau membeli jersey bertuliskan nama Neron di punggung baju.

Tiba-tiba, ada seorang cewek menepuk bahunya. "Lo Cia, ya?"

Cia masih shock karena tadi ia fokus melihat merchandise yang lain. "Iya."

"Kenalin, gue Valerie, mantannya Neron pas SMP. Kok, lo mau, ya, nikah sama Neron? Aneh."

—————-

Nah lohhh, apakah itu pelakor?🤣

Spam "Neron" kalo mau aku next

Spam "Cia" kalo mau aku next

Spam "Nana cantik" kalo mau aku next

600 komen aku update

Semoga bisa tembus yaa

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top