⿻⃕⸵Chapter XVI៚݈݇

"Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan? Apa yang akan Raja lakukan?"

"Kita akan mati! Negeri kita akan musnah!"

"Lindungi kami!"

Raja Alverd memijat kepalanya yang pening, begitu juga dengan Raja Axton dari Kerajaan Luminosa, dan para petinggi kerajaan lainnya yang saat ini sedang mengadakan rapat. Banyak warga yang melakukan aksi unjuk rasa akibat dilanda ketakutan.

Keringat dingin membasahi pelipis Zen, tentunya ia diwajibkan turut hadir dalam rapat kali ini, ia gugup. Tatapan tajam dan menyelidik tertuju ke arahnya. Rasa tidak percaya, bagaimana bisa orang yang telah hilang bertahun-tahun itu tiba-tiba kembali?

"Kau benar-benar Pangeran yang asli? Bagaimana kau kembali? Sebenarnya apa yang kau lakukan selama ini?" tanya seorang laki-laki berambut perak dan beriris emerald-Edward Vanrogue, Putra Mahkota Kerajaan Luminosa yang turut menghadiri rapat, menemani ayahnya.

"Tentu saja. Bahkan jika 1.000 tahun pun aku tidak mungkin lupa dengan darah dagingku sendiri," sahut Raja Alverd. Dia orang yang terbilang peka, menyadari bahwa anaknya sedang gugup.

Sebenarnya Raja Alverd merasa bahwa Zen yang sekarang nyaris bertolak belakang dengan Zen sebelum menghilang. Zen yang dulu bagai panutan bagi semua orang, kemampuan dan cara berpikirnya dewasa. Sedangkan Zen yang sekarang seperti orang yang harus mempelajari segalanya dari dasar.

"Sekarang bagaimana? Waktu kita tidak banyak, musim dingin tinggal tiga bulan lagi," ucap Pangeran Altair Pearce, Putra Mahkota Kerajaan Renever.

Berbeda dengan Edward yang memang datang menemani ayahnya. Raja di Kerajaan Renever sedang sakit, karena itu Sang Ratu sibuk mengurus tugas-tugas kerajaan, maka dari itu dirinyalah yang menghadiri rapat Lima Kerajaan.

"Izin berbicara, Yang Mulia." Alwen berucap, ia melirik Zen sekilas, kemudian kembali menghadap para raja. "Sebelum Pangeran Zen menghilang, Pangeran pernah mengatakan tentang 'Gods Zwaard.' Itu satu-satunya senjata yang bisa melukai Azrael."

"Gods Zwaard? Maksudmu pedang legendaris dari Dewi Levera?" tanya Edward, dan mendapati anggukan kepala sebagai jawaban 'benar' dari Alwen.

"Bukankah itu hanya mitos? Tidak ada yang pernah menemukannya, bahkan petunjuk keberadaannya pun tidak ada yang tahu," ujar Altair tidak percaya.

"Karena Gods Zwaard tidak dicari, melainkan datang pada sang pemilik saat dibutuhkan," kata Alwen yang membuat Edward yang tidak sabaran mulai tersulit emosi.

"Kau pikir sekarang kita tidak sedang membutuhkannya? Bencana di depan mata! Lantas kenapa benda itu belum datang juga?" Edward meninggikan suaranya. "Dia bahkan tidak ingat apa pun, bagaimana bisa dia melawan Azrael?!"

"Cukup, Edward!" Raja Axton menghentikan putranya. "Jaga tingkah lakumu! Seharusnya kau belajar dari masalah ini untuk menjadi raja yang bijak kelak." Edward bungkam setelah ayahnya bicara.

"Alwen," panggil Raja Alverd. "Jika Gods Zwaard memang nyata, kapan dia akan muncul? Benar kata Pangeran Edward, sekarang kita sangat membutuhkannya."

"Tidak ada yang tahu pasti, Yang Mulia. Dewi Levera sendiri yang akan memberikannya pada Pangeran Zen," sahut yang ditanya.

Raja Alverd menghela napas. Mungkin memang ini satu-satunya cara. Bahkan saat perang lima tahun lalu pun hanya Zen yang bisa melukai bahkan menyegel Rael. Senjata dan sihir mereka hanya mampu melumpuhkan bawahan Rael.

"Untuk sekarang kita perkuat pertahanan, siapkan pasukan sebanyak-banyaknya, kita tidak tahu berapa jumlah musuh, pengikut Kaum Darkness mungkin semakin meningkat dibandingkan perang sebelumnya," usul Raja Carlos, pemimpin Kerajaan Animare, merupakan bagian dari ras Cane Mage, telingaa anjingnya berbulu putih.

"Persiapkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi, mereka bisa menyerang kapan saja untuk mendapatkan energi negatif dan memperkuat mereka," kata Ratu Dione, pemimpin Kerajaan Marea. Rambutnya sebiru lautan, matanya bersinar bagai batu safir.

Tok! Tok! Tok!

Pintu diketuk. Seorang Knight datang membawa sepucuk surat yang tampaknya sangat penting karena dapat menjeda rapat antar Kerajaan.

"Ada surat dari Kerajaan Animare untuk Raja Carlos." Knight itu membungkuk hormat sebelum akhirnya menyerahkan surat di tangannya kepada Raja Carlos.

Raja Carlos membelalakkan matanya ketika membaca isi surat itu, salah satu desa di kerajaannya diserang Kaum Darkness. "Kurang ajar!" ucapnya geram.

"Yang Mulia!" Roen turut bergabung ke ruang rapat, tampaknya ia juga punya hal penting yang haus disampaikan. Wajahnya tampak gelisah.

"Ada apa, Roen?" tanya Raja Alverd.

"Desa Eina-"

"Aku sudah tahu," potong Raja Calros, bangkit dari kursinya. "Aku harus kembali ke Kerajaanku sekarang," lanjutnya.

"Yang Mulia!" Roen memanggil lagi. "Izinkan aku turut serta bersama Raja Calros ke Kerajaan Animare. Keluargaku dalam bahaya ...." Suaranya terdengar lirih. Desa Eina adalah tempat tinggal nenek dan adik sepupu Roen.

Saat ayah dan ibunya menikah, neneknya tidak mau ikut tinggal di Kerajaan Luce, terlalu banyak kenangan di Desa Eina yang tidak bisa ditinggalkan.

Setelah mendapat izin, Roen pun pergi bersama Raja Calros menuju Kerajaan Animare. Rapat diakhiri dengan kekhawatiran. Seolah mereka tidak punya harapan untuk menang walaupun ramalan yang katanya akan mengembalikan cahaya seperti sedia kala sedang berlangsung.

⿻⃕⸙͎

Pencahayaan di sini sangat minim, hanya terpasang beberapa obor di dinding ruang yang luas ini. Udara begitu dingin seolah menembus kulit dan membekukan tulang bagi siapa saja yang memasukinya. Kingdom Of Darkness, di sinilah pusat kegelapan. Kerajaan besar yang menduduki tanah Nerobouio, ini adalah istana Rael.

Surai putih menutupi iris ruby menyala milik Rael, tangannya mengepal erat, menatap tumpukan abu panas yang tak jauh dari singgasananya. Tumpukan abu itu adalah kaum Darkness yang berani menduduki singgasanaya selama ia tersegel. Agares pun tak bisa senantiasa menjaga bangku kosong itu, dirinya terus berupaya mencari energi negatif agar tuannya segera bebas dan bangkit.

"Yang Mulia, apa tiga bulan tidak terlalu lama? Anda bisa saja menghancurkan mereka sekarang jika Anda mau," kata Agares.

"Tidak apa. Kita juga perlu beberapa persiapan lagi." Rael mempererat kepalannya, kesal karena sesuatu telah terjadi dan itu tidak sesuai dengan rencananya. "Seharusnya dia tidak bisa kembali, wadah kosong itu tidak mampu menahan kekuatan dewa."

Agares hanya mendengarkan. Ia tahu seharusnya hanya tuannya yang kembali, tidak dengan si Generasi Kesepuluh. Rael sendirilah yang membunuhnya saat putra mahkota itu lahir. Meskipun mereka dianugerahi kekuatan Dewa, tapi mereka tidak bisa seenaknya melawan hukum Tuhan tentang usia, mereka tidak bisa menghidupkan kembali orang yang sudah mati.

"Hewan-hewan ternak itu sudah kau urus?" tanya Rael sambil melirik Agares.

"Sudah, Yang Mulia." Rael tersenyum mendengar jawaban Agares.

⿻⃕⸙͎

Saat ini Vyria dan Nel sedang ditugaskan untuk membakar Desa Eina di Kerajaan Animare, rakyat-rakyat Kerajaan Animare inilah yang dimaksud hewan ternak oleh Rael.

Tiba-tiba ingatan tentang masa lalunya kembali berputar di kepala Vyria, mengingat Desa Zuttoautumn tidak terlalu jauh dari Desa Eina.

"Jangan melamun! Cepat bakar mereka lagi!" Nel menyadarkan Vyria dari lamunannya.

Rumah -rumah warga Desa Eina banyak yang terbakar hangus, jeritan ketakutan dan kesedihan menjadi sumber energi negtif bagi Rael, memperkuat dirinya.

"Nenek! Nenek!" jerit seorang Cane Mage muda. Anak itu menangis melihat neneknya tertimpa kayu, sedangkan satu orang lagi yang usianya lebih tua beberapa tahun tengah berusaha mengangkat kayu yang menimpa neneknya.

"Pe-pergi ...," lirih nenek, tidak mau kedua cucunya ikut terluka jika terus berada di sini.

Cucu termuda menggelengkan kepala sambil menangis, "Tidak! Aku tidak mau meninggalkan nenek!"

"Pergilah, Sayang ... bawa adikmu ke tempat yang aman ...."

Sang kakak ikut menangis, kemudian menggendong adiknya. "Nenek tenang saja, aku akan memanggil bala bantuan!"

"Tidak! Aku tidak mau pergi! Aku mau bersama nenek!" adik kecilnya berontak, membuat kakaknya yang berlari sambil menggendongnya itu kesulitan. Sang kakak terus menggendong adiknya ke tempat yang aman, tanpa menghiraukan kaki kiri kakaknya yang terluka.

Dewi Levera, kumohon lindungi nenek. Mereka harap, Dewi Levera mendengar doa mereka. Mengembalikan kedamaian di desa kecil mereka.

⿻⃕⸙͎
#Chapter XVI

Note
Alo! Selamat hari kemerdekaan walau udah lewat:)
Typo? Maaf, nanti kurevisi ╥﹏╥

Bab kali ini Zen ga terlalu mencolok yeᐠ( ᐛ )ᐟ

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top