⿻⃕⸵Chapter XV៚݈݇

Hari yang dinanti pun tiba, hari ini merupakan malam diadakannya pesta kepulangan Zen yang akan menjadi kejutan bagi seluruh negeri.Pintu gerbang Istana Luce dibuka lebar setelah sekian lama tertutup.

Warga Kerajaan Luce begitu antusias memasuki istana, tidak sabar menanti pesta yang sudah lama tidak diadakan, bahkan saat ulang tahun Pangeran Xan pun Raja hanya mengadakan pesta tertutup yang hanya diperuntukkan Keluarga Kerajaan.

Beberapa tamu undangan dari Kerajaan sebelah justru heran, mengapa Raja Alverd malah mengadakan pesta padahal keadaan seluruh negeri sedang terancam dikarenakan telah dikabarkan dari penjaga segel Rael di Kerajaan Animare bahwa kristal yang menyegel kegelapan itu telah hancur.

Saat ini Zen sedang berbaur dengan para tamu undangan, khusunya yang sudah ia kenal. Zen meminta ayahnya mengundang Agie dan teman-temannya saat di Desa Riddle."Zennn!" teriak Agie dari ambang pintu ketika memasuki aula Kerajaan tempat pesta diadakan. "Ah, maaf. Maksudku 'Pangeran.'"

Zen terkekeh melihat tingkah temannya. "Tidak apa, kalian boleh memanggilku seperti biasa, tidak perlu pakai embel-embel 'Pangeran' segala."

"Tidak, tidak, tidak sopan jika aku langsung memanggil nama Sang Pahlawan begitu saja," ujar Agie sambil membungkuk memberi hormat, diikuti anak-anak Semanggi lainnya.

Zen sedikit terseyum, ia masih takut bahwa dirinya tidak bisa memenuhi harapan orang-orang yang beranggapan bahwa dirinya pahlawan negeri. "Aku bahkan belum melakukan apa pun, aku bukan pahlawan," ucapnya.

"Tapi kau berhasil menyegel Kegelapan Rael enam tahun yang lalu!" Agie masih antusias.

"Tapi sekarang dia bebas, bukan?" Zen tidak sengaja mendengar perbincangan ayahnya tentang masalah Rael saat sedang melewati ruang kerja ayahnya.

"Anda hanya perlu menyegelnya lagi, bukan?" Reno ikut bicara.

"Atau habisi saja dia agar tidak bisa mengacaukan negeri kita lagi!" Lucy ikut bersemangat. "Iya, kan, Rena?" Gadis kecil itu mengangguk, tampak cantik dengan gaun merah muda yang sengaja Zen pesan untuk teman-temannya.

Saat sedang berbincang, matanya tak sengaja menangkap sosok yang ia cari, Vyria, si gadis rubah yang sepertinya telah menarik perhatian Zen. "Sebentar, aku mau ke sana dulu," pamit Zen pada teman-temannya, ia tahu Vy tidak akan terlalu nyaman berada di antara kerumunan orang banyak. Walau ini pesta topeng, tapi hanya mata saja yang ditutupi, sehingga Zen masih bisa membedakan Vy dengan tamu yang lain, apa lagi Zen sendiri yang memilihkan gaun dan dan topeng untuk Vy, dengan alasan untuk teman tentunya.

"Hai, Vy!" sapa Zen sambil berjalan menghampiri Vy dan melambaikan tangan, dibalas senyum manis oleh si gadis rubah. Kemudian matanya juga menyadari bahwa Vy tidak datang sendiri, Vy datang bersama Grady, anak pemilik toko roti yang mereka kunjungi beberapa waktu lalu. "Oh, kalian saling mengenal?" tanya Zen.

"Begitulah. Aku tidak tahu ternyata sahabatku berteman dengan Keluarga Kerajaan seperti Anda, terlebih lagi kunjungan Anda hari itu benar-benar sebuah kehormatan bagiku." Grady yang menjawab.

"Zen." Tiba-tiba Roen menghampiri. "Ayo, sebentar lagi acaranya dimulai," ucap Roen. Vy dan Grady memberi penghormatan, tapi Roen merasa ada yang aneh, ada yang tidak beres, hidung anjingnya dapat merasakan itu.

"Kau kenapa?" tanya Zen.

"Tidak, bukan apa-apa. Ayo, Yang Mulia sudah menunggu."

"Aku akan menemui kalian lagi nanti," kata Zen, kemudian ia pamit bersama Roen.

Bukan hanya Roen yang merasa ada yang aneh.

"Rajaku, kenapa wajahmu terlihat gelisah?" tanya Ratu Emilly.

"Aku takut acara malam ini tidak berjalan lancar," ucapnya penuh kekhawatiran.

"Apa ini tentang hancurnya segel?" Raja Alverd tidak menjawab, tebakan istrinya selalu benar. "Jangan khawatir, Sayang. Kita sudah meningkatkan sistem keamanan kerajaan. Dan lihatlah! Anak-anak kita, juga para tamu, setidaknya biarkan mereka bersenang-senang sebelum bencan datang."

"Kau benar. Aku tidak boleh membuat wargaku khawatir atau ketakutan akan ancaman yang akan datang, malam ini waktunya bersenang-senang."

Acara pun dilanjutkan dengan sambutan dari Raja Alverd. Para tamu undangan bersorak, menyambut pesta dengan meriah.

"Aku sangat berterima kasih kepada kalian semua yang telah menyempatkan waktu untuk datang ke mari, aku harap kalian menikmati pesta kecil ini. Dan aku," Raja Alverd menjeda sejenak, "punya satu kejutan untuk kalian."

Krek ....

Perhatian semua orang tertuju pada pintu aula yang semula tertutup kini terbuka, menampilkan pemuda berpakaian rapi, sama persis dengan pakaian yang dikenakan Pangeran Xan yang sekarang sedang berdiri di samping ayahnya, membuat para tamu bertanya-tanya siapa pemuda itu.

"Putraku telah kembali! seruan Raja Alverd semakin membuat semuanya terkejut, kecuali mereka yang sudah tahu. Mereka berbisik-bisik.

"Benarkah? Tidak mungkin."

"Pangeran yang hilang itu?"

"Kukira dia sudah mati."

Berbagai bisikan masuk ke telinga Zen, membuat jantungnya berdegup kencang. Ini pertama kalinya ia menjadi orang penting di acara yang mewah pula. Kakinya sedikit gemetar, takut salah melangkah. Berbagai tatapan mulai dari terkejut, tidak percaya, senang, heran, semuanya nyaris tertuju padanya.

Tinggal beberapa langkah lagi ia sampai ke aula utama, bergabung bersama orang tua dan adiknya. Zen menarik napas panjang, lalu membuangnya kasar, bersiap untuk memberi sambutan seperti ayahnya tadi. Ia sudah berlatih dan menghapal sambutan yang akan ia ucapkan malam ini.

"Selamat malam. Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih kepada para hadirin yang telah dengan senang hati menyempatkan waktunya untuk datang ke pesta kecil kami. Seperti yang Ayahku katakan, Aku Zen Kuroxwar, Pangeran Pertama Kerajaan Luce, telah kembali dan siap melawan kegelapan. Terima kasih untuk kalian semua yang telah menungguku. Terima kasih untuk kalian semua yang masih mempercayaiku. Tidak akan kubiarkan kegelapan membelenggu dan menghancurkan negeri mana pun, tapi ... saya tidak bisa melakukannya sendiri. Bersediakah kalian membantuku?" Jantungnya masih berdebar kencang, keringat dingin mulai membasahi dahinya, berharap sambutannya dapat diterima dengan baik oleh para tamu undangan.

Namun, di saat yang bersamaan, di kala perhatian semua orang tertuju pada Zen, sebuah perasaan janggal seakan menusuk dan mengubah suasana. Alwen dengan sigap berdiri di depan Zen, melindunginya.

"Aku juga punya kejutan." Seseorang maju ke depan, menghadap Raja dan Ratu, dia Grady.

Roen ikut berjajar di sisi Alwen, bersiap melayangkan serangan jikalau harus dilakukan. "Apa maumu?" tanya Roen dengan tajam.

Yang ditanya tersenyum sinis. "Aku hanya ingin menyapa kawan lamaku," ucapnya.

Zen mengintip dari belakang Alwen dan Roen. "Grady?" kata Zen. Namun, ia merasa ada yang berbeda dari Frady yang ia temui sebelumnya.

"Bukan, Sayangku."

BRAKH!!!

"Kyaaa!!"

Tiba-tiba semua jendela di aula terbuka lebar, begitu juga pintu, ratusan kelelawar masuk dan ikut bergabung dengan pesta kerajaan, membuat para tamu undangan berteriak ketakutan.

"Siapa kau sebenarnya?!" tanya Raja Alverd tegas.

"Azrael." Senyumnya semakin lebar. Kala itu pula semua orang terbelalak karena terkejut.

Ratu Emilly menarik Zen dalam dekapannya, Raja Alverd turut maju dibarisan depan bersama Alwen dan Roen, geitu juga dengan Xan. Para warga mundur menjauh, berusaha keluar aula tapi ratusan kelelawar itu masih menghalangi jalan. Para Knight dan Petinggi Kerajaan Tetanga yang diundang pun turut maju. Rael adalah musuh Lima Kerajaan.

Rael mengangkat tangan kirinya ke atas, jemarinya terbuka lebar, tanpa mantra yang terucap, kelelawar-kelelawar itu terhisap dalam cengkeramannya. Rael tersenyum lagi, kemudian asap hitam mengelilinginya dan wujudnya berubah menjadi Azrael yang mereka kenal. Ia hanya menggunakan wajah Grady sebagai penyamaran untuk turut bergabung ke pesta kerajaan.

"Jangan khawatir, sudah kubilang aku hanya ingin melihat kawan lamaku," ucapnya, melirik Zen yang berusaha mengintip dari belakang, barusan Knight itu menjadi benteng di antara keduanya.

"Aku dengar ingatanmu agak terganggu," katanya lagi sambil terkekeh. "Lucu sekali saat mendengarnya. Karena aku baik hati, akan kuizinkan kau memulihkan ingatanmu sebelum pertempuran terakhir. Bulan purnama di musim dingin adalah hari penentuan."

Rael berjalan menuju pintu keluar, orang-orang yang dilewatinya langsung mundur dan memberi jalan karena takut padanya. "Mari pulang, Sayangku," kata Rael.

"Baik, Yang Mulia." Zen terkejut melihat Vy menuruti perintah Rael. Ia tidak menyangka, apa pertemannya hanya kebohongan belaka?

"Vy ...." Raut wajahnya tampak kecewa. Bukan hanya Zen, ekspresi wajah Vy juga seolah mengharapkan pertemanan yang sesungguhnya.

Jangan lupa, musim dingin tinggal tiga bulan lagi. Dan hari itu akan jadi penentuan dari segalanya. Entah berakhir baik atau buruk. Pihak mana yang memenangkannya?

⿻⃕⸙͎

#Chapter XV

Note
Yo! Hola! Pakabar?
Typo? Nanti ku benerin sekalian revisi:)

Gagal tamat sebelum Agustus 😔
Ayo ayo tamat! Pengen buat project baru😃

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top