⿻⃕⸵Chapter IV៚݈݇

Duakh!

Bugh!

"Uhuk!"

Terjadi perkelahian, ralat, ini lebih seperti penindasan.

"Makanya kalau kubilang berikan, ya berikan!" bentak seorang anak laki-laki berambut kuning mustard pada anak laki-laki lainnya yang berambut hitam dan terlihat lebih kurus dibandingkannya.

"T-tapi ... aku tidak punya ua-!"

Dugh!

"Uhuk!" Laki-laki berambut mustard itu menendang si rambut hitam, lagi, dan lagi.

"Jangan bohong! Memangnya kau pikir aku tidak tahu?! Cepat berikan semua uangmu!" gertak si rambut mustard sambil menarik baju si rambut hitam dengan tangan kirinya, ia juga memamerkan sebuah bola api kecil yang melayang di telapak tangan kanannya, semacam sihir api. Yap, ini adalah dunia sihir. Sementara beberapa anak lainnya hanya menyaksikan dengan asyik penindasan di depan mereka.

"Shill! Kau harus tahu soal ini!" pekik seorang anak laki-laki lainnya, berambut space blue dan beriris mata hijau. Anak itu berteriak sambil berlari menghampiri anak yang bernama Shill alias si anak berambut mustard.

"Ada apa, huh?" tanya Shill.

"Itu hosh ... dia ...." Anak bersurai space blue itu terengah-engah karena lelah berlari.

"Dia siapa, bodoh! Cepat katakan!" hardik Shill.

"I-itu hosh ... Agie! Katanya mereka mendapat banyak uang dan mereka akan membelanjakannya. Ini kabar bagus, kan, Shill?"

Bukh!

Shill menyeringai dan melepaskan si rambut hitam hingga anak itu terjatuh, lalu ia berkata, "Ya, itu kabar bagus, mari kita sapa, sekalian pinjam barang-barang mereka."

⿻⃕⸙͎

Rena memberanikan diri, walau masih agak takut, ia tetap berhasil menyanyi di depan banyak orang dengan diiringi seruling milik Reno dan mereka berhasil mendapat penghasil yang lumayan.

Begitu juga dengan kelompok Robert dan Kite, hari ini mereka mendapat buruan yang cukup banyak. Separuhnya mereka jadikan persediaan makanan di markas, separuhnya lagi mereka jual dan uang hasil penjualannya mereka belanjakan untuk kebutuhan lainnya seperti selimut dan pakaian baru.

"Ini semua adalah berkah dari Dewi Levera," ucap Agie sambil berjalan mundur membawa belanjaannya.

"Dewi Levera?" tanya Zen.

Agie menganggukkan kepala, lalu menjawab, "Dewi Levera adalah Dewi Cahaya, beliaulah yang melindungi kita dari kegelapan dan kesesatan, tapi sayangnya Tuhan sedang menghukumnya."

"Kenapa dia dihukum?" tanya Zen lagi.

"Karena Dewi Levera melakukan kesalahan dan anak-anaknyalah yang menggantikannya untuk menyelesaikan semua tugas-tugasnya." Kali ini Reno yang menjelaskan dan Zen mengangguk paham.

"Hei!" Seseorang menyapa sekaligus mencegat mereka dengan kelompoknya yang tak lain adalah Shill.

"Apa kabar, kawan lama?" sapa Shill lagi tapi Agie malah membalasnya dengan tatapan sinis. Sebelumnya Shill pernah bergabung dengan kelompok Agie, tapi ia memisahkan diri dan membuat kelompoknya sendiri yang kegiatannya adalah menindas dan merampas barang milik orang lain.

Bisa dibilang ini jugalah yang membuat Dennis tidak mudah mempercayai orang, ia hanya tidak mau dikhianati lagi.

"Jangan menatapku begitu dong, aku jadi takut nih," kata Shill yang sebenarnya sedang meremehkan Agie.

"Kau mau apa, Shill?" tanya Agie ketus.

"Haha! Aku tidak mau apa-apa, aku hanya ingin menyapa teman lamaku dan ...." Shill menjeda sejenak perkataannya, lalu menyeringai. "Ambil!" titah Shill dan dalam sekejap teman-temannya, ralat, anak buahnya berhasil mengambil belanjaan yang dibawa Lusy dan Zen.

"Hei!" protes Zen, si rubah juga menggeram, tapi Shill tidak menggubrisnya.

"Aku cuma mau meminjamnya sebentar, boleh, kan?" kata Shill disertai seringaian. "Oh, atau aku harus melakukan ini dulu supaya kau mau meminjamkannya?"

"Kyaaa!" Rena berteriak ketika salah satu anak buah Shill menyeret dan menjauhkannya dari Lusy.

"Rena!" pekik Agie dan Lusy bersamaan. Zen dan Reno juga ikut khawatir melihat Rena yang tiba-tiba ditarik seperti itu.

"Wah wah, ternyata kau bisa teriak? Kukira kau hanya anak bisu yang tidak berguna," ejek Shill.

"Lepaskan Rena!" hardik Agie.

"Kau mau aku melepaskannya? Haha! Sepertinya kau sudah lupa bagaimana caraku mendapatkan apa yang kumau. Oh, tunggu! Kau selalu bilang sebaiknya kita selesaikan semua perkara dengan cara baik, jadi ayo berikan semua barangmu maka aku juga akan melepaskan anak ini," tawar Shill.

"Lepaskan Rena dan kembalikan barang-barang kami! Itu-" Zen tidak menyelesaikan perkataannya ketika tiba-tiba Agie merenggangkan tangan kirinya seolah kode yang memintanya untuk berhenti protes.

"Hoho! Ada yang mau melawan rupanya, sepertinya kau belum tahu siapa aku, aku juga belum pernah melihatmu. Apa dia anggota barumu, Agie?" tanya Shill dengan nada meremehkan.

Agie menurunkan tangan kirinya, toh Zen juga pasti paham dengan isyarat yang diberikannya. Agie mengepal kedua tangannya erat, padahal baru saja ia berkata semua keberhasilan ini atas berkah Dewi Levera, tapi sekarang mereka malah dipalak gengnya Shill.

"Hei, anak baru! Apa kau mau kenalan denganku?" tanya Shill sembari mengulurkan tangan, tapi Zen tidak menyambut uluran tangannya. Zen agak ragu, ia juga khawatir dengan Rena yang sudah berlinang air mata karena anak buah Shill itu mencengkram tangannya dengan kencang.

"Oh, maaf aku lupa perkenalan yang begini, kan, sudah kuno." Shill menarik kembali uluran tangannya, lalu ia mengeluarkan sihir bola api di tangan kanannya. "Nah, begini baru benar."

Zen terkejut melihat bola api yang tiba-tiba keluar dari telapak tangan Shill. Apa yang barusan itu sihir? Apa sekarang aku berada di dunia sihir? batin Zen. Perasaannya campur aduk anatara kaget, senang, kagum, tapi juga takut.

Apa ini sungguhan? Jadi toilet itu membawaku ke dunia sihir? Ini seperti cerita-cerita yang kubaca di NeToon! Keren!!! batinnya lagi.

"Ya ampun, apa kau masih tidak mau berkenalan denganku? Jangan takut, aku tidak akan menggigitmu. Iya, kan, Agie?" Katanya sih begitu, tapi Shill malah memperbesar api di telapak tangannya yang justru akan membuat yang melihatnya semakin takut.

"Shill!" sentak Agie, ia takut Shill akan menyerang teman-temannya. "Lepaskan Rena dan kembalikan barang-barang kami!" pinta Agie.

"Memangnya apa yang akan kau lakukan kalau kami tidak mau mengembalikannya?" tanya si rambut space blue.

"Ya, apa kau akan menghajar kami dengan sihirmu yang lemah itu, huh?" tanya anak buah Shill yang lainnya, berperawakan gemuk dan berambut tipis, hampir bisa dibilang botak.

"Oh! Atau kau akan memukulku dengan pedang payahmu itu? Huwaa! Aku takut! Seseorang, tolong aku!"

Sekilas Agie melirik pedang kayu di pinggangnya, itu bukan pedang hebat yang terbuat dari logam atau besi, itu hanya pedang kayu biasa yang dibuat sendiri oleh mendiang ayahnya.

"Grrrrr!" Rubah kecil itu semakin menggeram, tampaknya ia juga tidak suka melihat tingkah laku Shill.

"Hm? Apa itu peliharaanmu? Manisnya, masih kecil sudah bisa menggong-Argh! Lepaskan dia dariku, sialan!"

Srekk! Srikk!

Rubah itu melompat dan mendarat tepat di wajah Shill, lalu mencakarnya.

"S-Shill!" Beberapa anak buahnya menghampiri Shill dan berusaha menjauhkan rubah itu dari wajah bosnya, tapi mereka juga malah ikut dicakar.

"Rena!" Agie memanfaatkan kesempatan dan pergi menyelamatkan Rena.

"Argh!" Shill berhasil menyingkirkan rubah itu dari wajahnya, tapi rubah kecil itu belum menyerah, ia kembali menyerang Shill dan kawanannya.

Brush!

"Awas!" Zen berlari ke arah Rena dan melindungi anak itu ketika beberapa bola api milik Shill mengarah ke ayahnya. Alhasil tangan kanannya pun terkena luka bakar.

"Aw!" Zen merintih perih, tangannya terasa panas dan rasanya ia ingin sekali menyelupkan tangannya ke air dingin.

Perkelahian tidak dapat dihindari, tapi walau begitu, tidak ada satupun penduduk yang melerainya.

⿻⃕⸙͎

A-aw!" rintih Zen saat Lusy mengobati luka-lukanya. Untungnya mereka memiliki seorang Healer di sini.

Zen, Agie, dan Reno malah pulang membawa luka sebagai oleh-oleh. Lusy juga mendapat beberapa gores luka di tangan dan kakinya, tapi tidak separah anak lelaki dan untungnya Rena baik-baik saja tanpa luka sedikit pun. Oke, ada, pergelangan tangannya agak merah karena cengkraman anak buah Shill yang terlalu kencang.

"Maafkan aku," ucap Agie tiba-tiba. "Jika saja ... jika saja aku lebih kuat, hal ini mungkin tidak akan terjadi!" ucapnya lagi. Ia merasa bersalah karena tidak bisa menjadi ketua yang seharusnya melindungi, tapi ia malah membahayakan anggotanya.

"Ini bukan salahmu, Agie! Salahku juga karena tidak bisa diandalkan, seharusnya aku lebih sering melatih sihirku!" tutur Reno.

"Salahku juga karena sembarangan menantangny-aw! Tapi aku malah tidak bisa berbuat apa-apa," ucap Zen yang masih merintih kesakitan saat Lusy mengobati tangan kanannya.

"A-anu ...." Rena memanggil. "Kak Lusy, kau sudah mengobati kak Agie dan kak Reno, kau pasti lelah. A-aku juga punya sihir penyembuhan, j-jaadi mm ... biar aku yang ... mengobati kak Zen. Boleh, kan?"

Sambil tersenyum Lusy menjawab, "Tentu boleh. Lagi pula aku harus membantu Amber dan yang lainnya menyiapkan makanan malam, jadi aku serahkan dia padamu ya, healer cilik!"

Lusy pergi hendak membantu Amber dan yang lainnya menyiapkan makan malam, sekarang Rena yang gantian mengobati luka di tangan Zen.

"Selesai," ucap Rena saat menyudahi penyembuhannya. "Maaf, sihir penyembuhku tidak sebanding dengan kak Lusy. Apa tangan Kakak masih sakit?" tanya Rena.

Luka bakar di tangan kanan Zen masih membekas dan agak memerah. Karena itu Rena merasa kurang mampu dan percaya diri dengan kemampuannya, padahal Lusy sudah mempercayakannya untuk mengobati Zen, tapi hasil penyembuhannya itu tidak seberapa.

Zen tersenyum seraya menjawab, "Terima kasih karena telah mengobatiku."

"H-harusnya aku yang berterima kasih, a-aku juga minta maaf ... gara-gara melindungku kakak jadi terluka seperti ini, p-pasti sakit ya?" tanya Rena lagi.

"Ah, ini sih cuma luka kecil, aku sudah biasa kena cipratan minyak panas kalau menggoreng ikan." Rena hanya tersenyum mengiyakan perkataan Zen walaupun ia tahu pemuda di depannya ini sedang berbohong. Tidak sakit apanya? Jelas-jelas dari tadi Zen terus meringis kesakitan.

Bukan hanya Agie dan kawan-kawannya yang terluka, kelompok Shill juga mendapat luka yang lumayan. Ditambah cakaran rubah kecil itu membuatnya semakin geram dengan Agie.

"Sialan!" gertak Shill marah. Ia tidak terima kalah oleh hewan kecil itu. Sebenarnya tidak bisa dibilang kalah, mereka sama-sama membubarkan diri ketika salah satu penjaga keamanan desa mengetahui perkelahian mereka.

"Kalian tahu tidak? Katanya ada ras rubah terkutuk yang tersisa loh."

"Apa? Benarkah?"

"Iya, katanya dia kembali untuk balas dendam karena ras mereka dimusnahkan."

"Hihh, seram!"

Sekilas Shill mendengar percakapan ibu-ibu yang menggosip dan seketika ia terpikir sesuatu. "Aku dapat ide bagus," tuturnya disertai seringai.

"Bersiaplah, Agie."

⿻⃕⸙͎

#Chapter IV

Yo! Ini juga pecahan dari chapter sebelumnya karena sampe 3,7k jadi chapternya ku pecah..

Arigatou buat kalian semua yang mau baca dan voment^^

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top