9. Karamnya Perahu Seruni
Seruni mengulet kuat-kuat di atas sofa empuk dengan busa berwarna hijau lumut. Tangannya diangkat tinggi-tinggi nyaris menyentuh langit-langit ruangan. Dengan jari-jemari berbalut sisik kehijauan dia menyeka isak yang tidak sengaja keluar berbarengan saat mengulet. Dia duduk berjongkok pada sofa yang selalu saja terlihat sempit karena tinggi badannya yang nyaris 3 meter. Giok di tangan menjadi satu-satunya hiburan saat tuannya sedang pergi.
Ruangan tempat Seruni berada hanyalah ruangan seukuran kamar dengan satu sofa lama yang ditaruh di tengahnya. Ada meja kecil setinggi lutut orang dewasa dengan taplak hijau di atasnya. Tidak ada apapun yang dihidangkan di atas meja karena hari itu bukan hari Seruni mendapat makan. Jadilah dia hanya molor-moloran di ruangannya. Di ruang dengan semua jendela yang tertutup. Bahkan kunci ruangan hanya ada satu yang selalu dibawa tuannya kemanapun. Seruni benar-benar terisolasi dari dunia luar.
Biar begitu, ada bocah manusia kecil berumur 5 tahun yang seringkali mengintip ruangan tempat Seruni berada melalui lubang kunci. Dia adalah anak tuannya. Tingginya tak lebih dari lutut Seruni, rambutnya hitam selebat lidi, matanya hitam besar penuh keteduhan, giginya kecil berbaris yang sudah mulai ompong di bagian taring kiri atas. Seruni bisa menduga tuannya belum sadar dengan ompong anaknya karena sibuk mengurus usaha jual-beli emas miliknya.
Itu mungkin juga karena tuannya memberi tumbal spesial akhir-akhir ini.
Beberapa waktu lalu, Seruni tidak bisa mengingatnya karena dia tidak paham dengan waktu, Seruni berkata pada tuannya jika dia sangat menyukai bocah lelakinya. Kontan itu membuat tuannya menangis tersendu. Pertama kalinya sejak 50 tahun Seruni melayani keluarga tuannya, dia melihat tuannya bersujud memohon Seruni untuk tidak mengambil anak satu-satunya itu. Tuannya memohon dengan putus asa, meski ditolak Seruni mentah-mentah. Seruni tidak paham dengan konsep kekeluargaan manusia. Hanya karena keluar dari rahim yang sama lalu terikat satu sama lain sampai meninggal. Seruni tidak paham dan tidak terlalu ingin memahami. Dia hanya suka pada bocah lelaki tuannya. Itu saja! Itu sebab Seruni tidak habis pikir pada tuannya yang sudah memberikan tumbal puluhan orang bisa begitu kalut saat Seruni meminta anaknya.
Tuannya menghubungi seorang dukun untuk mengusir Seruni pergi. Lagi-lagi Seruni tidak paham. Seorang manusia berbau kemenyan murahan berusaha mengusir pemilik nama Arba' Aldhahab, alias Iblis Putih, alias Penyihir Teluk Naniwa, alias Haegil, alias Yakshashuta, alias Seruni, alias Belghamsastar, alias Rara Saketih dari Alas Jayagiri. Dia yang tidak terlalu paham dengan akal tuannya berakhir memakan si dukun gadungan. Dukun gadungan berakhir gila.
Tuannya menghubungi seorang kiai dari Jawa Timur. Kiai tersebut dibawa ke rumah tuannya, dijamu super mewah melebihi cara tuannya menjamu Seruni. Seruni sedikit kepayahan menangani kiai tersebut. Pada akhirnya dia berpura-pura menyerah dengan bersembunyi dari penglihatan semua orang, bersembunyi di aliran darah si kiyai. Tuannya yang mengira berhasil menyingkirkan Seruni merasa senang. Kemudian dia memberikan beberapa perhiasan emas yang ia ambil langsung dari belasan toko emas yang sangat terkenal setanah Jawa dan Sumatra. Setelah basa-basi yang penuh kemunafikkan, si kiai menerima pemberiannya dengan pura-pura sungkan. Tuannya tidak tahu, jika saat itu Seruni mengikuti si kiai sampai ke keluarganya di Jawa Timur. Kemudian dengan sedikit gertakan akan mengusik istrinya yang hamil besar, si kiai menyerah. Seruni benar-benar tidak paham dengan konsep kekeluargaan para manusia.
Dengan begitu Seruni kembali ke ruangan 3 m x 3m tempat tuannya berada.
Tapi Seruni adalah setan baik yang tidak suka mendendam. Dia sangat legowo, tidak mengungkit-ungkit soal tuannya yang berusaha menyingkirkannya. Asal itu tadi, tuannya mau memberikan anaknya sebagai tumbal. Demi mendengar ucapan Seruni, tuannya semakin menangis menjadi-jadi. Dia bersujud di hadapan Seruni siang dan malam sampai lupa dengan kebiasaannya berpura-pura salat berjamaah di masjid setiap Maghrib.
Tuannya jadi sedikit gila. Dia seringkali telat dan lebih banyak bermalas-malasan. Biar begitu posisinya yang lumayan tinggi tidak membuat dia dengan gampangnya dipecat dari kantor. Setidaknya tidak ada masalah soal abstain yang terlalu kebablasan.
Tiba-tiba saja beberapa hari sebelum Natal, tuannya datang dengan ide yang sangat bodoh. Dengan sujud memohon di hadap Seruni, tuannya berkata jika dia sendirilah yang akan menjadi tumbal. Demi mendengar pengakuan itu, Seruni tertawa terbahak-bahak. Tawanya begitu keras hingga membuat anjing dan ayam tetangga ribut tak karuan. Dalam 150 tahun Seruni menjalani kehidupan, baru kali itu Seruni bisa tertawa dengan leganya. Seruni hanya menggeleng-gelengkan kepala bantengnya ke kanan dan ke kiri, tidak paham dengan polah tuannya itu.
Tuannya mungkin lupa, namun sejak pertama kali tuannya mengenal Seruni sejak kali itulah kehidupan tuannya telah menjadi milik Seruni. Tuannya menjual jiwanya pada bangsa setan membuatnya menjadi satu dari sekian banyak pengabdi setan di berbagai belahan bumi. Seruni ingat, kali pertama saat tuannya masih bujang tanpa istri memohon untuk kesuksesan toko jual beli emas miliknya. Toko emas di pojok pasar yang kotor penuh sawang laba-laba. Seruni sebenarnya sedikit malas. Namun mengingat sejarah kebersamaan Seruni dengan leluhur tuannya membuat gamang. Pada akhirnya, Seruni mufakat juga.
Seruni jadi tidak tahan menunggu tuannya mati untuk dimasukkan ke Neraka Anthirin. Neraka tempat pengabdi setan menjalani hukuman di sana dengan abadi. Kalau sudah sampai saatnya nanti, Seruni mungkin akan lebih banyak mengunjungi Neraka Anthirin untuk membercandai tuannya. Ayah tuannya yang sudah di Neraka Anthirin sangat membosankan, hanya menangis setiap hari sembari minta maaf tak habis-habis. Seruni jadi bosan. Untung ada tuannya yang saat ini.
Meski, kebiasaan tuannya yang terlalu sering meminta maaf membuat Seruni mulai jemu juga.
Biar begitu, tidak sedikitpun terpikirkan oleh Seruni untuk mengganti bocah tersebut dengan tumbal yang lain. Seruni terlanjur suka. Pada caranya tertawa, pada caranya yang berlari-lari ke sana ke mari, pada caranya yang sesekali menangis saat tersandung furnitur rumah, juga pada caranya tertidur lelap setiap malam. Untuk yang terakhir, sebenarnya Seruni seringkali mendatangi kamar bocah tersebut malam-malam saat semua tidur. Berdiri begitu saja menghabiskan waktu memandangi gerak-gerik bocah sampai adzan subuh. Pun jika tanpa sengaja si bocah melihat Seruni, dia akan dengan santainya menngubah wujud menjadi istri tuannya. Biasanya jika sudah begitu si bocah malah jadi terjaga dan mulai berceloteh banyak hal. Itu mungkin karena istri tuannya terlalu sering jalan-jalan malam bersama komunitas sosialitanya sehingga bagi si bocah, Seruni dalam sosok mama adalah keajaiban. Seruni juga suka cara si bocah melihatnya sebagai keajaiban.
Mungkin lebih tepatnya, tidak ada yang tidak disukai Seruni pada si bocah.
Maka, tuannya yang berkali-kali memohon pada Seruni untuk melepaskan si bocah membuatnya geram. Apalagi saat seminggu sebelum hari biasa tuannya memberikan tumbal, si bocah dibawa tuannya ke rumah nenek yang sangat jauh. Seruni bisa saja mencari bocah tersebut kapanpun. Tapi itu tidak membuat rasa geramnya pada tuannya terobati. Itu sebab, sejak si bocah dibawa lari, Seruni mulai muncul ke semua tempat tuannya berada. Saat di kantor, di toko emas, saat pura-pura mengaji, bahkan saat berkendara di jalan. Seruni tidak melakukan apa-apa. Hanya berdiri begitu saja mengamati gerak-gerik tuannya yang semakin salah tingkah. Seruni sedang marah, tentu saja. Namun nalurinya sebagai wanita tidak membuatnya begitu saja meledakkan kemarahan pada tuannya. Dia diam, memperlihatkan gestur yang seharusnya cukup jelas bagi tuannya jika dia sedang marah besar.
Dan sepertinya tuannya bukan pria bajingan yang kehilangan sensitifitasnya pada perasaan.
Seminggu setelah tahun baru, pada saat tuannya biasa memberikan tumbal, tuannya membawakan sebuah ide yang sangat konyol. Tuannya ingin menikahkan Seruni. Kali ini dia tidak tertawa membahana, hanya seringai kecil. Meski, dengan kepalanya yang berbentuk banteng sangat sulit untuk membedakan keduanya. Tuannya kemudian memperlihatkan foto seorang pemuda dengan wajah yang nyaris mirip si bocah. Matanya teduh, rambutnya hitam tebal seperti lidi, senyumnya renyah seperti bocah. Mungkin itu yang biasa orang sebut dengan baby face.
Demi melihat Seruni yang sedikit menampilkan ketertarikannya, tuannya mulai bercerita banyak tentang si pemuda. Keluarganya, kemampuannya, juga amal-amal yang sudah diperbuat. Lagaknya sudah seperti seseorang sedang mencari down line. Meski sebenarnya Seruni tidak terlalu benci saat tuannya menceritakan banyak hal tentang si pemuda. Tuannya lagi-lagi kembali pada mode memohon. Sedikit menyebalkan memang, namun saat tiba-tiba tuannya menyebut sebuah nama membuat Seruni sedikit terperanjat.
Seruni bertanya pada tuannya dari mana dia mengenal nama tersebut, dijawab jika seseorang dari Gunung Lawu memperkenalkan dirinya dengan nama tersebut. Seruni langsung mengubah kelakuannya, dia tak lagi bisa menjadi egois dengan keinginannya. Meski malas, dilakoni juga perintah tuannya. Seruni tidak bisa melawan nasihat seseorang dari Gunung Lawu, karena dia adalah Ratu dari bangsanya. Iblis tertua.
Maka dengan enggan Seruni mendatangi si pemuda. Pada Sabtu pagi yang sedikit bergerimis, Seruni mendekati tumbalnya. Baik wajah maupun kelakuannya persis seperti yang dikatakan tuannya. Muka baby face miliknya, pun tingkah kikuknya di depan wanita. Tuannya juga berpesan jika cincin perkawinan sudah dipersiapkan dan sudah ada di tangan pemuda. Seruni hanya perlu mengambilnya saja. Dan begitulah bagaimana Seruni dengan kikuknya tak hanya mengambil cincin untuk mempelai wanita, tapi juga milik mempelai prianya. Seruni sedikit tertawa merutuki kelakuannya. Dia yang malu-malu tanpa sengaja memakan si tumbal, bukannya melakukan apa yang biasa manusia lakukan setelah perkawinan. Seruni berkata woops, lalu memuntahkan gumpalan arwah si pemuda yang tak lagi jelas bentuknya: entah masih hidup atau sudah mati. Seruni enggan menelan lagi si pemuda untuk memastikan dia sudah mati. Jadilah dibiarkannya memasuki Bus Pengantar Arwah tempat yang mati melanjutkan perjalanan.
Beberapa hari kemudian seseorang dari Akhirat menemuinya, berkata jika suaminya ingin bertemu. Tentu saja Seruni tolak mentah-mentah. Sejak saat itu tidak ada lagi kabar dari Akhirat. Seruni sebenarnya penasaran dengan nasib suaminya. Ini terdengar aneh, tapi sebenarnya Seruni sempat menangis berhari-hari karena ditinggal mati suami pertamanya. Mau bagaimanapun, dia tetaplah seoran wanita. Terbersit pemikiran untuk membuat pemakaman yang layak bagi suaminya, namun segera diurungkan karena setelah dipikir-pikir dia tidak terlalu dekat dengan suaminya.
Jadilah Seruni hanya tidur dan bermalas-malasan di ruangan sempit miliknya. Ruangan sempit yang jadi tempat favorit tempat dia mengintip si bocah bermain sambil sesekali berbisik hal-hal tak pentingkei telinganya. Seruni punya lebih banyak waktu dengan si bocah karena tuannya kini lebih sering pergi keluar mencari tumbal atau orang lain yang bisa mengusirnya. Biar begitu, Seruni sedikit penasaran dengan tumbal macam apa lagi yang akan tuannya bawa untuk ganti si bocah.
*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top