50. Akhir Neraka Yudhistira
Jesvari senang. Setelah penantiannya belasan tahun menerima siksa di Neraka, akhirnya ia bisa juga mangkat dari status paling terkutuk: Pendosa Neraka. Dengan segenap hati ia menjalani Sidang Benih Kebajikan dimana ia akan mendapatkan visa dengan jumlah hari yang disesuaikan dari kebaikan yang pernah Jesvari buat.
"Sekar Jesvari. Atas perangainya yang baik dalam menjalankan hukuman 602 hari di Neraka Honje, 4 hari di Neraka Padma, 96 hari di Neraka Krisan, 27 hari di Nerka Cendana, 130 hari di Neraka Menik, 30 hari di Neraka Larat, dan 76 hari di Neraka Edelweis, berhak mendapatkan visa sejumlah 76 hari di Distrik 88, Surga Kasturi."
Jatuhlah Jesvari pada kebahagiaan yang memuncak. Dirinya senang meski penantiannya bertahun-tahun hanya terbayar dengan 76 hari di Surga Kasturi. Tak apa, selama bisa mentas dari Neraka itu sudah lebih dari cukup.
Maka, diberilah Jesvari sebuah Kumbang Neraka. Kumbang tanduk yang biasa dipakai untuk mengantarkan surat remisi itu membawa Benih Hidup milik Jesvari yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Pelan-pelan cara Kumbang Neraka itu membawa Benih Hidup Jesvari. Melayang pelan nyaris tanpa guncangan. Pada jarak yang hanya sejengkal, Kumbang Neraka menjatuhkan Benih Hidup ke telapak tangan Jesvari yang terbuka. Dia menjaganya dengan hati-hati sambil berjalan beriringan dengan pendosa lain melewati Jembatan Ranting Jiwa.
Ada 12 pendosa termasuk Jesvari yang akan dinaikkan ke Surga. Wajah mereka tak kalah sumringah dari Jesvari, meski tak banyak dari mereka yang bocal-bocel badan penuh koreng. Benar kata orang, kebahagiaan adalah obat paling mujarab semua penderitaan.
Pada bagian yang tak jauh berada di pangkal Jembatan Ranting Jiwa, gerombolan menghentikan langkahnya. Jesvari yang berada agak di belakang barisan jadi penasaran karena gerakan yang tiba-tiba. Demi menuntaskan penasaran, Jesvari merasuk di antara barisan menuju bagian terdepan.
Terlihat seorang pria yang menangis sedu sedan di hadapan mayat yang tak lagi mewujudkan rupa. Cipratan darah yang menggenangi area dimana pria tadi duduk berselonjor terlihat mengerikan. Jesvari jadi paham alasan rombongannya menghentikan langkah kaki. Manusia mana yang tak tertegun melihat sisa-sisa darah yang berceceran di lantai?
Jalaran Manepis datang dengan gesa. Langkahnya lebar-lebar melewati rombongan Jesvari yang masih dengan tegunnya. Dia berjalan dengan cepat, mendekati sosok pria yang bersimbah darah di pangkal Jembatan Ranting Jiwa. Dengan tubuhnya yang besar, mudah sekali mengangkat pria yang buntung di kedua kaki dan tangan kanan. Para pendosa di rombongan Jesvari berteriak ketakutan saat Jalaran mengangkat pria itu tinggi-tinggi hendak membantingnya ke lantai.
Mungkin karena terbiasa menangani berbagai macam manusia, Jalaran dapat mengontrol emosinya. Dia menaruh tubuh pria tadi pelan-pelan. Lalu memerintahkan beberapa malaikat untuk membawa si pria. Jalaran, malaikat, dan pria tadi digotong ke Sidang Benih Kebajikan.
"Dosa seperti ini hanya patut diganjar Anthirin." gumam Jalaran sambil berlalu.
Demi mendengar gumam Jalaran, Jesvari bergidik. Ide tentang Neraka Anthirin baginya sangat mengerikan. Dia tak mampu membayangkan bagaimana hukuman di Neraka Anthirin yang konon membuat kombinasi semua siksaan di ketujuh Neraka hanya sesakit tusukan jarum pentil. Jesvari beruntung karena dia tak perlu mengalami hal-hal seperti ini lagi. Maka, ia hanya dapat menaruh pandangan simpati pada wanita yang sedari tadi membuntuti Jalaran. Wanita itu terlihat sangat terguncang begitu si pria dibawa ke Sidang Benih Kebajikan demi dijatuhkan ke Neraka Anthirin.
"Yudhistiraaa..." pilu si wanita lirih.
Pilu itu terdengar sampai telinga Jesvari.
*
Seorang anak kecil berambut pendek sebahu memandangi semua kejadian di hadapannya dengan ekpresi muka sedatar permukaan samudra. Tidak ada pilu, tidak ada ngilu, hanya kelegaan setelah semua hal tuntas sudah. Anak kecil itu bernama Cemani, menyamar sebagai pendosa ke-13 dari rombongan Jesvari.
Cemani terbuat dari kebahagiaan. Tak mungkin baginya untuk merasakan penderitaan. Maka, tatkala sebuah keinginannya terwujudkan, Cemani kehilangan kewarasannya. Dengan segala cara ia berusaha mweujudkan satu impiannya. Namun impian mustahil itu tak bisa ia wujudkan sendiri. Tak mungkin bahkan baginya yang penguasa seluruh setan di Akhirat dan Dunia Makhluk Hidup. Satu-satunya cara mewujudkannya hanya dengan berdoa pada Kalpataru di Surga Parijata.
Maka, dimulailah ikhtiarnya menyelinap ke Surga. Cemani termenung di Gunung Lawu untuk mencari inspirasi. Dia pikir rerimbunan pohon dapat meningkatkan kreativitasnya membuat strategi. Ironis memang, karena hijau sebenarnya bukan warna yang kreatif.
Meskipun demikian, Cemani yang terbuat dari kebahagiaan selalu dilingkupi keberuntungan. Entah setan mana yang membawanya, datang Wakra yang dirundung gundah gulana. Wakra berkeluh kesah, bukan pada Semesta melainkan pada Cemani yang kebetulan sedang duduk-duduk di atas batu dekat Wakra bertapa. Maka, terbitlah gagasan untuk mengkambinghitamkan seorang manusia yang masih hidup. Dengan demikian, kelak saat Cemani berhasil menyelinap tak akan ada yang mencurigainya.
Disuruhlah Wakra memberinya sebuah tumbal. Dengan bantuan Seruni yang hatinya sudah milik Cemani sejak terlahir, Yudhis disasarkan sampai ke Akhirat. Keberuntungan pula yang membuat Gelodelline dari Pelabuhan Akar membuat Yudhis mabuk sehingga dengan suka rela melarungkan diri ke Samudra Sesal.
Bagian selanjutnya sedikit licik. Cemani sebagai pemilik tahta Ratu Bangsa Setan memiliki kekuasaan untuk mengambil Benih Hidup manusia. Wewenang ini hanya dimiliki oleh tiga orang: Cemani sebagai Ratu Bangsa Setan, Jalaran Manepis, dan pemilik tahta Raja Bangsa Malaikat. Cemani menyelewengkan kekuasannya. Dia mengambil Benih Hidup milik Yudhis saat tertidur di bus yang mengantarkan ke Pelabuhan Akar. Lalu dengan kekuatan Lumpur Belacan, terasi yang dapat menciptakan apapun itu, Cemani menyelimuti Benih Hidup milik Yudhis sehingga pijarnya terlihat redup. Persis orang mati.
Rentetan ketidakberuntungan yang dialami Yudhis tak berhenti hanya di situ. Cemani tak mungkin membiarkan tumbal yang dipersembahkan padanya berkeliaran bebas di Neraka. Apalagi dengan Tahta dan Meredith dari Neraka Larat yang berbaik hati padanya. Disokong dua orang itu, Yudhis bisa saja mendapatkan bukti kuat tentang penipuan yang Cemani lakukan. Bahkan Priya Megana yang dapat menaklukan semua manusia hanya dengan kehadirannya, ikut dalam persekutuan pendukung Yudhis. Maka, terbersit sebuah pemikiran dalam otak Cemani untuk memusnahkan mereka bertiga.
Tidak, Cemani tak mungkin membunuh Tahta, Priya, atau Meredith dengan tangannya sendiri. Dia paham betul jika membunuh jiwa adalah dosa besar yang diganjar dengan Neraka Anthirin. Karena sudah terlanjur, sekalian saja Cemani memanipulasi Yudhis agar dia saja yang membunuh mereka bertiga.
Cemani lalu memupuk dendam dalam diri Yudhis. Ini sedikit sulit, menurut Cemani. Berkali-kali Cemani membisikkan hal-hal tak baik ke telinga Yudhis, namun tak ada yang berhasil. Balas dendam adalah hal yang tak ada dalam kamus Yudhis. Dia sangat cuek. Tak peduli jika jaritnya melorot sampai memperlihatkan selangkangan, memaafkan tingkah kekanak-kanakkan Jesvari yang iri hebat, membiarkan pendosa Neraka Padma memakan tubuhnya, dan begitu saja memberikan lengan kanannya sebagai ganti informasi mengenai Kalpataru. Bagi Yudhis yang cueknya melebihi Semesta itu, ada satu hal yang selalu ia pikirkan. Itu adalah Jesvari.
Tak peduli apa yang terjadi pada Yudhis, dia akan menerimanya sepenuh hati. Benar kata Meriyati, Yudhis sangat putih. Namun jika menyangkut soal Jesvari, persoalannya jadi lain. Maka, mulailah Cemani melakukan gencarannya. Dia mengarang soal dirinya yang hendak menghancurkan Akhirat sehingga kebahagiaan Jesvari tak akan terbayar, juga soal pelecehan yang Amok dan ratusan setan di Neraka Menik lakukan. Terima kasih pada Harta yang menyebarkan dusta, Yudhis jatuh dalam euforia balas dendam.
Balas dendam membuat Yudhis tak sungkan menghancurkan Benih Hidup milik Cemani dan Amok. Lagi-lagi dengan kekuatan Lumpur Belacan, Cemani mengubah Benih Hidup milik Priya terlihat seperi milik Cemani dan milik Tahta terlihat seperti milik Amok. Enam Benih Hidup yang Cemani berikan pada Yudhis hanya dua saja yang benar-benar asli. Sisanya hanya kerikil yang disamarkan oleh Lumpur Belacan. Setengah jam di Mimbar Batas Neraka tak mungkin untuk bisa menemukan semua Benih Hidup. Dia sangat beruntung selain mendapatkan Benih Hidup miliknya, juga berhasil menemukan Benih Hidup milik Tahta dan Priya tepat seperti yang ia butuhkan. Soal Meredith, Benih Hidupnya masih berada di Mimbar Batas Surga.
Maka, tatkala Yudhis mengunyah Benih Hidup Cemani dan Amok yang sebenarnya adalah milik Priya dan Tahta, habislah sudah kehidupan mereka berdua. Tahta dan Priya mati berbarengan dengan lumatan kedua baris gigi Yudhis yang mengunyah Benih Hidup hingga hancur mumur. Tak mungkin mereka bisa dihidupkan lagi. Kisah mereka berdua terhenti di sini.
Dan, begitulah cara Yudhis terjatuh dalam perangkap Cemani.
Cemani yang kini berwujud anak kecil menggamit jarit Jesvari, pura-pura takut pada adegan di hadapannya. Jesvari yang langsung tersadar dari shock begitu Cemani menggamit jaritnya, lalu mengelus kepala Cemani untuk menenangkannya. Meski, sebenarnya Jesvari melakukan ini juga untuk menenangkan diri. Gagasan tentang Yudhis yang dijatuhkan ke dalam Neraka Anthirin tak pernah mampir dalam benaknya. Mentalnya belum siap.
Maka, setelah terganggu sebentar karena keadaan, rombongan Jesvari melanjutkan perjalanan. Satu per satu menaiki Jembatan Ranting Jiwa yang noda bekas darahnya sedang dipel oleh entah setan atau malaikat. Jesvari hanya menatap mayat yang terkoyak itu sambil begidik. Demi mengurangi gidik, dia berusaha menggapai tangan anak kecil yang ada di sampingnya.
"Eh... anak yang tadi mana?" tanya Jesvari kebingungan.
Jesvari menatap sekitar. Hanya ada 12 pendosa termasuk dirinya. Dia tidak tahu, jika dalam waktu yang singkat Cemani berhasil menyelinap ke dalam Mimbar Batas Surga di seberang. Mimbar Batas Surga yang juga setinggi gedung 15 lantai itu dijaga oleh setan bernama Rokubi. Cemani, bagaimanapun adalah Ratu Bangsa Setan. Dengan sekali ucap, Cemani berhasil memerintahkan Rokubi membukakan Mimbar Batas Surga. Lalu dengan sigap menaruh Benih Hidupnya ke dalam salah satu lili di sana. Lalu Cemani memasuki Surga Kasturi melalui jalan pintas yang tidak biasa dipakai pendosa pada umumnya.
12 pendosa termasuk Jesvari menyusul tiba di Mimbar Batas Surga. Aneh, karena menurut Jalaran seharusnya ada setan penjaga bernama Rokubi. Rokubi akan membantu para pendosa menaruh Benih Hidupnya di Mimbar Batas Surga. Namun karena Rokubi tiba-tiba saja menghilang, begitu saja mereka menaruh Benih Hidup mereka di masing-masing lili yang ada. 12 pendosa kebingungan. Semua yang terjadi di hadapan mereka bukanlah sesuatu yang bisa mereka temukan saban hari.
Maka, dengan langkah yang diusahakan mantap itu, Jesvari melangkahkan kaki ke tanah Surga Kasturi. Terdengar egois, memang. Namun Jesvari bertekad jika apapun yang terjadi di Neraka akan tetap di Neraka. Tak ada waktu menangisi masa lalu. Sudah waktunya melangkah maju menuju Surga. Jesvari tak tahu horror yang akan menyambutnya di Surga tempat Cemani berada.
Sekarang, apa sebenarnya impian Cemani yang harus dipanjatkan pada Kalptaru?
*
Bersambung di buku berikutnya: Surga Jesvari
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top