45. Yudhistira Terjatuh 2
Yudhis menghentikan larinya. Dia memutar-mutarkan pergelangan tangannya melakukan peregangan. Tulang jarinya digemeretakkan agar lemas. Singkatnya, Yudhis siap bertarung meski tangannya tinggal sebelah.
"Yudhistira, ayo kita mulai bercinta." Ucapan yang Priya keluarkan dengan raut muka datar membuat atmosfir pertarungan hilang sudah. Apalagi saat Priya melanjutkan godaannya. "Sekarang."
"Aku tak tahu apa yang ada dalam pikiranmu, tapi sebaiknya kau jangan menghalangiku, Priya. Wanita sepertimu tak cocok berada dalam pertarungan. Meski, aku tak akan sungkan untuk bertarung dengan sungguh-sungguh saat melawanmu."
"Bagus. Aku juga suka pria yang liar." jawab Priya sambil mengerlingkan mata. "Terutama saat di ranjang."
Yudhis mengedikkan bahu merasa geli. Lalu dengan cepat berlari ke arah samping kanan pada bagian yang tak dijaga Priya maupun setan babun miliknya. Yudhis sangat sering melihat adegan film dimana protagonisnya berhasil menerobos raksasa pada bagian melompong di antara kaki. Sehingga itulah tujuan yang Yudhis pakai untuk menerobos. Hanya saja, setan babun milik Priya dengan pintarnya membuka tangan di antara selangkangan siap menangkap apa saja yang melewati sela selangkangannya. Mau tak mau Yudhis menghentikan larinya dan berjalan mundur beberapa langkah. Sekiranya tak sampai dalam jangkauan setan babun.
"Lari dari wanita itu tidak boleh, Yudhistira. Kamu harus memberikan jawaban yang tegas." ucap Priya sambil menggeleng-gelengkan telunjuk kanannya.
"Kalau begitu aku menolakmu sepenuh mati."
"Heeeeh, ada wanita yang mengungkapkan perasaannya kepadamu dan kau menolaknya begitu saja? Aku kurang baik buatmu ya, Yudhistira?"
"Kamu terlalu baik buatku."
"Kalau begitu aku siap jadi jahat demi kamu."
"Tapi aku tidak suka kamu."
"Kalau begitu akan kubuat kamu menyukaiku."
Dari luar, Priya terlihat senyam-senyum berada dalam model penuh menggoda. Namun jauh di dalam lipatan daging bertajuk hati miliknya, ada gundah yang menggulana. Ada rasa bangga yang tiba-tiba redup padam. Baru sekali ini dia menghadapi pria yang tetap bersikukuh menolaknya. Ini aneh, karena Priya diberkati kecantikan melebihi bangsa malaikat.
Bagi Priya yang kecantikan melebihi apapun yang ada di dunia, penolakan adalah hal yang mustahil. Siapapun langsung bertekuk lutut karena cinta hanya dengan menatapnya sekali saja. Bahkan, menyebut nama Priya Megana sudah cukup untuk membuat manusia menjadi gila karena cinta. Priya adalah epitom dari segala hal yang tentang syahwat. Selama manusia punya syahwat, sejauh itu pula ia akan tunduk pada Priya. Seharusnya.
"Aku tidak ingin melawanmu, Priya. Aku yakin kau bisa enyah dari hadapanku tanpa perlu kuberbuat kasar." kata Yudhis melukai hati Priya.
Priya tak menjawab, malah mengayunkan sebelah tangannya untuk memerintah setan babun yang berjaga di belakangnya. "Tangkap Yudhistira!"
Setan babun melompat selangkah membuat jangkauan tangannya semakin lebar. Reaksi lambat yang Yudhis lakukan membuatnya tak sempat menghindar. Dia terlambat. Badannya sudah ada di genggaman setan babun berbulu perak. Yudhis bergolak, walau hanya menghasilkan percuma. Tapi meski kalah cepat, Yudhis sempat memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Begitu dirasa Yudhis menghentikan pemberontakannya, setan babun lalu mengarahkan tangannya kepada Priya agar ia dapat memperhatikan Yudhis dengan lebih dekat.
"Jangan terlalu erat. Nanti tulang rusuk Yudhistira bisa remuk." perintah Priya pada setan babun. "Kalau tulangnya remuk, aku juga ikut bermasalah. Kan, aku tulang rusuknya."
Yudhis hanya memalingkan wajah dari Priya.
"Yudhistira, kamu kok diam begitu sih? Aku kan sudah menangkapmu, jadi ayo menikah. Seperti kancil dan anjing dalam cerita Kancil Mencuri Timun. Tentu kamu yang jadi anjing!" ujar Priya melancarkan godaannya. Dia tidak benar-benar serius, tentu saja.
Bahkan dalam tahap ini Yudhis kukuh tak bersuara.
"Kalau Yudhistira diam, makin imut!" teriak Priya tak mau godaannya terabaikan.
Lalu Yudhis benar-benar terdiam.
"Hei, Yudhistira. Kamu tega gitu mendiamkanku lebih dari tiga percakapan?" ucap Priya sambil mengelus-elus dagu Yudhis yang jenggotnya hanya tumbuh 5 mm. Priya sangat menyukai dagu dan segala ekosistem yang mungkin ada di dalamnya. "Apa yang kamu lakukan ke saya itu... jahat!"
Pun demikian, bibir Yudhis tetap kuat terkatup.
"Yudhistira, bisakah kamu berhenti untuk tidak mengacuhkanku? Aku jadi malu karena seperti ngomong sendiri, tahu!" kesal Priya membuat mukanya memerah saga. Lalu dia mengguncang-guncangkan badan Yudhis untuk membuatnya bicara. "Yudhistira... Hei, Yudhistira..."
Usaha Priya gagal. Entah setan mana yang merasuki Yudhis, yang jelas dia sama sekali tak mengeluarkan ucap. Bibirnya dikatupkan tak membiarkan satu hembusan napas bisa lewat. Nyata sekali Yudhis melakukannya sebab terpaksa. Itu terlihat dari rona wajah memancarkan duka. Yudhis terlihat sangat tersiksa, entah karena apa.
"Kamu... baik-baik saja, Yudhistira?" ucap Priya yang nadanya berubah cemas.
Maka, tanpa ada peringatan Yudhis langsung menyambar bibir Priya. Tidak ada saling menatap jauh ke manik mata, tidak ada hembusan napas yang menerpa, pun detak jatuh yang selaras. Apa yang Yudhis lakukan tiba-tiba. Begitu saja memagut bibir Priya tanpa peringatan. Priya yang terlena tak kuasa menahan hasrat. Diayunkannya tangan untuk menyingkirkan setan babun yang memisahkan keduanya. Jadilah hanya tersisa mereka berdua. Saling berpelukan menalikan lidah di tengah lorong depan Neraka.
Mata Priya terpejam menikmati sensasi demi sensasi setiap kali lidah Yudhis menyapu lidahnya. Tapi apa yang Yudhis lakukan berbeda. Matanya membelalak, fokus dengan apapun yang lidahnya lakukan. Dia juga menahan gerakan tangan Priya yang hendak mengacak-acak rambutnya dengan liar. Kedua tangan Priya yang ditahan sebelah tangan Yudhis membuatnya hanya bisa pasrah saat mulutnya dilumat habis-habisan.
Seakan mendapatkan persetujuan, Yudhis jadi semakin tak beradab. Mulutnya dibuka lebar hingga bibir Priya tetangkup seluruhnya. Lidahnya dijulurkan sejauh mungkin di rongga mulut Priya. Memanjang, mengendur, lalu memanjang lagi seakan lidah Yudhis ingin menjamah bagian paling dalam. Priya tak bisa berbuat banyak. Hanya menikmati saja sensasi bekicot yang ia biarkan berayun-ayun di mulutnya. Yudhis juga berada dalam posisi tak menguntungkan. Ia harus menahan hasrat. Ia harus menahan kebiadabannya. Itu bukan hal yang gampang karena kegelian saat bagian kasar pada permukaan lidah Priya yang menggesek bagian bawah lidahnya memang terasa enak. Bagian bawah lidah yang penuh otot dan saraf itu adalah kelemahan Yudhis. Bagian yang seringkali membuatnya gampang terjatuh dalam asyik.
Cukup lama lidah mereka saling berpagut sampai pada momen dimana Yudhis berhasil menyentuh anak tekak Priya dengan ujung lidahnya. Ada getaran aneh saat Yudhis berhasil menggoyang anak tekak milik Priya. Getaran yang membuat melek karena mata kanan yang berkedut dengan cepat.
"Puhaa..." teriak Priya saat Yudhis mencabut pagutannya dengan kasar.
Yudhis mundur dua langkah, menciptakan jarak di antara mereka berdua. Priya berdiri linglung karena imajinasinya tertawan keasyikan. Ada sedikit liur yang meleleh dari sela bibirnya dari sisa-sisa pertarungan yang berkecipak. Yudhis, di sisi lain, membungkuk dengan tangan yang ditekankan pada lutut seperti posisi rukuk. Napasnya tersengal, megap-megap karena harus ditahan saat lidah saling berpagut.
Awalnya ada senyum terkembang di bibir Priya. Pada bibir berwarna merah muda yang bergetar cepat seperti kedinginan. Sewarna merah salmon pada bagian kulit di sekitar mulut karena terantuk gigi Yudhis. Namun kembangnya terkatup dengan cepat. Ada rasa pahit yang menghantam. Pahit yang sangat hebat hingga terasa seakan ada saraf di mata yang digunting secara paksa.
"Maafkan aku, Priya." ucap Yudhis sambil mengelap liur yang menetes dari mulutnya. Dia hanya mengelapkannya pada bahu yang telanjang. Justru membuat liurnya semakin berceceran. Bersama perasaan bersalah, Yudhis melanjutkan perkataannya. "Tidak ada cara lain untuk menyingkirkanmu selain dengan Biji Simalakama."
Tentang Biji Simalakama, itu adalah biji sebesar gigi orang dewasa yang Yudhis dapatkan saat berada di Neraka Padma. Dari Harta Bagendit, Yudhis tahu jika Biji Simalakama juga merupakan satu dari empat senjata Munmasthi. Tiga lainnya adalah Pedang Taksaka milik Tahta Ashuta, Lumpur Belacan milik Cemani yang kini ada di tangan Harta Bagendit, juga Garam Swargaloka yang tidak diketahui keberadaannya. Biji Simalakama adalah wujud asli dari biji yang dapat menghancurkan apapun. Yudhis dan Jesvari adalah sedikit dari manusia yang pernah merasakan teror Biji Simalakama.
"Ini mungkin terdengar sedikit ngeri, tapi Biji Simalakama akan membuat tubuhmu meledak, Priya. Aku minta maaf, sungguh." ampun Yudhis yang jadi merasa tak enak dengan Priya. Dia lalu menghibur diri sendiri. "Tubuhmu mungkin akan tercerai-berai ke seluruh lorong Neraka. Tapi tenang saja, kematian bukanlah hal yang terlalu berarti di Akhirat. Selama Benih Hidup milikmu yang disimpan di Mimbar Batas Neraka aman, maka kau akan dihidupkan kembali sampai berkali-kali banyaknya."
Priya terlihat seperti ingin meneriakkan sumpah serapah, namun mulutnya tertahan rasa sakit yang dahsyat. Hanya gerimis yang turun dari matanya. Matanya yang Yudhis akui sangat cantik itu, terlihat semakin memelas karena berlinangan air mata. Persis seperti anak kucing yang ditinggal induknya.
"Aku harus melakukannya, Priya. Maaf. Kuharap kau dapat memakluminya." ujar Yudhis sambil berlalu. Dia berjalan selangkah demi selangkah meninggalkan Priya yang sekarat di belakang. Tidak ada sesal. Yudhis sudah paham jika tindakannya akan mencelakakan satu atau dua pihak lain. Namun Yudhis juga sadar betul jika apa yang dia lakukan pasti akan termaafkan. Kalaupun tak termaafkan, dia sudah bersyukur karena berhasil menjaga kebahagiaan Jesvari.
Itu sebabnya Yudhis tak berpikir panjang saat Harta meminta hatinya, secara harfiah dan bukannya kiasan. Harta berkata hanya manusia tanpa hatilah yang dapat lolos dari pikatan mematikan kecantikan Priya Megana. Itu sebabnya Yudhis masih memiliki akal yang sehat meski digoda Priya mati-matian.
Pada langkah yang menjaga jarak Yudhis dan Priya sejauh empat perak sawah, kakinya terhenti. Dia lalu merogoh lipatan jarit untuk mengambil kertas yang ia dapat beberapa saat lalu dari setan kera di Neraka Honje. Begitu ketemu, cepat saja Yudhis melambai-lambaikan kertas tersebut di udara. Sekiranya Priya yang tersungkur kesakitan di lantai obsidian dapat melihatnya nampak.
"Anggap saja barusan aku memakai karcis kecupan padamu." teriak Yudhis bergema di lorong Neraka. Yudhis tidak tertawa dengan canda picisan yang barusan ia ucapkan. Hanya ada getir. Getir yang membuatnya risi.
Maka, meledaklah tubuh Priya seperti adegan dalam film laga.
Yudhis tetap berjalan tak terpengaruh ledakan besar di belakangnya. Berjalan terus maju menuju Mimbar Batas Neraka di ujung lorong. Namun tak seperti lakon film laga yang gagah dengan sorotan ledakan di bagian latar, Yudhis tertunduk lesu. Dia mulai mempertanyakan tindakannya.
*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top