42. Harta Bagendit, Tahta Ashuta, dan Priya Megana

"Oi, oi, oi, bisakah kau jangan keluar di saat-saat krusial seperti ini? Aku hampir saja dapat tahu identitas asli Ratu Bangsa Setan!" ucap Yudhis dengan kesal.

Takatsuya beruntung karena Yudhis tak menyebut namanya. Dengan perlahan menggunakan kata-kata manipulatif khas setan, dia lalu melanjutkan perkataannya. "Maafkan kelancanganku, Tuan Harta. Priya Megana dari Neraka Honje tempat dosa nafsu mendapatkan hukuman terlanjur tiba di Neraka Edelweis."

"Eh, tunggu. Maksudmu Ratu Neraka Honje ada di sini? Di Keraton Neraka Edelweis ini?" ucap Yudhis yang dipenuhi pertanyaan karena panik.

"Benar, Tuan Harta. Dia juga datang bersama Tahta Ashuta." jawab Takatsuya merasa lega isunya teralihkan.

Yudhis menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil berputar-putar di perpustakaan. Dia sangat bodoh dalam hal berakting. Tak mungkin baginya menemui Priya Megana sambil berpura-pura menjadi Harta Bagendit. Belum lagi Priya datang ke Neraka Edelweis untuk menarik Yudhis ke Neraka Honje. Itu artinya saat Priya datang, baik Harta maupun Yudhis harus ada di hadapannya.

Tiba-tiba, Yudhis teringat sesuatu yang mungkin dapat membantunya.

"Bathuraja Neraka Edelweis, dimana dia? Setiap Raja punya Bathuraja, bukan?" tanya Yudhis kalut.

"Maaf, Tuan Harta. Neraka Edelweis hanya dipimpin oleh Tuan Harta Bagendit seorang." jawab Sateri masih dengan ketenangannya. Malah dia tak bergerak dari posisi terakhirnya selonjoran di lantai berlian saat memijiti jari kaki Yudhis.

Yudhis melenguh keras. Akalnya buntung.

"Tuan Harta, maaf menginterupsi kepanikan tuan. Tapi, ada sesuatu yang mungkin bisa dipakai untuk menyelamatkan kondisi ini." ucap Takatsuya.

"Benarkah?" timpal Yudhis langsung mendekati setan berbentuk reog itu.

"Nyonya Cemani dari Neraka Anthirin memberiku sebongkah kecil terasi dari Lumpur Belacan. Nyonya memberikannya padaku untuk saat-saat genting. Mungkin ini yang nyonya sebut dengan saat-saat genting itu." terang Takatsuya menjelaskan.

"Kau benar! Mana? Berikan terasi itu padaku! Aku bisa menggunakannya untuk mengubah wujudku menjadi burung dan pergi dari situasi ini." jawab Yudhis merasa girang.

Sateri beranjak dari posisinya duduk. Setan berambut sekasar ijuk lalu mendekati Yudhis untuk menyampaikan sesuatu. Tanpa mengurangi rasa hormat, diapun berkata. "Maaf menyela, Tuan Harta. Tapi, daripada menggunakan Lumpur Belacan untuk berubah menjadi burung, ada strategi yang mungkin bisa dipakai untuk mengatasi ini."

"Benarkah?" ucap Yudhis tak sepenuhnya percaya.

"Benar, tuanku."

*

Priya Megana, Ratu Neraka Honje tempat dosa nafsu mendapatkan hukuman, hanya berdiri tak tergoyah di pelataran Keraton Neraka Edelweis. Sesaat setelah ia sampai di Neraka Edelweis, Takatsuya yang bertugas menerima tamu hanya menyuruhnya untuk menunggu selagi ia memanggil Harta Bagendit. Beruntung dia datang bersama Tahta Ashuta sehingga tak dilanda bosan.

"Kenapa mereka lama sekali?" gerutu Tahta tak sabar. Tahta memang tak mengenal sabar. Keangkuhan yang dimilikinya membuatnya tak dapat menghargai kebiasaan orang lain yang berlama-lama dalam bertindak.

"Tunggu saja, Tahta. Nanti juga akan datang." jawab Priya berusaha menenangkan.

Tahta yang tak sabaran itu hanya berputar-putar sambil menghentakkan kakinya pada ubin berlian. Pijar di rambutnya semakin terang seiring dengan kemarahan yang bertumpuk karena kehabisan kesabaran. Andai Harta tak datang seketika itu juga, mungkin Tahta sudah meluluh lantakkan Neraka Edelweis dengan pedangnya.

"Apa yang kalian lakukan?" ujar Sateri yang menyamar menjadi Harta.

"Hei, Harta. Bisakah kau jangan membuat kami menunggu lama? Ini urusan penting yang harus segera diselesaikan. Kalau kau terlalu lelet seperti itu, akan kulaporkan kepada Jalaran sebagai tindakan menghalangi penyeledikan." ucap Tahta sambil marah-marah.

Sateri yang merupakan setan kepercayaan Harta sejak menjabat sebagai Raja Neraka Edelweis, sangat paham dengan perwatakan yang dimiliki tuannya itu. Maka, penyamarannya nyaris tak mungkin teridentifikasi dalam sekali pandang.

"Kalian datang ke Keraton Neraka Edelweis tanpa undangan, lalu memintaku menyambut kalian dengan sewajarnya? Aku mengerti, akan kusuguhkan kalian teh panas bercampur karat." ucap Sateri.

Tahta tersenyum membuat bahunya bergetar seiring dengan kekehannya. Matanya menyipit, memandang rendah pada Sateri di hadapannya. "Hei, Harta. Itu berarti sebuah deklarasi perang, bukan?

Tahta menghunuskan pedangnya sementara Sateri membuat gestur tangan seperti akan memanggil setan. Tentu saja Sateri tak punya kuasa untuk memanggil setan lainnya. Kalau keadaan mendesak, dia akan memanggil Takatsuya untuk membantunya bertarung. Mau bagaimanpun, Harta dan Tahta memang sudah menjadi musuh bebuyutan. Tak mungkin bagi Sateri yang menyamar menjadi Harta untuk mengambil jalan damai. Sateri harus berusaha semirip mungkin dengan tuannya.

Nasib baik masih berpihak pada Sateri. Saat Tahta menghunuskan pedang siap untuk menyerang, Priya mengetuk kepalanya. Priya lalu berkata. "Apa yang kamu lakukan, Tahta? Kita datang ke sini hanya untuk mengambil Yudhistira. Bukan untuk bertarung. Sarungkan pedangmu ke asalnya!"

Tahta menurut seperti kerbau dicocok hidung.

Kemudian Priya mendekati Sateri yang berwujud Harta Bagendit. Sangat dekat hingga keduanya saling berhimpit. Priya lalu menjatuhkan tangannya di pundak Sateri sambil berkata. "Harta yang baik, boleh ya kita masuk ke dalam? Di luar dingin."

Sateri menjauhkan kepalanya berusaha untuk sebisa mungkin menjaga jarak dengan Priya. Sateri tahu banyak soal Ratu Neraka Honje itu. Sebagai hukuman bagi dosa nafsu, Priya Megana memiliki paras yang ayu. Kecantikannya mampu membuat pria dan wanita manapun bertekuk lutut. Bahkan, baginya yang seorang setan wanita pun terpana akan kencantikannya. Menolak permintaannya tentu lebih sulit.

Dengan demikian, Sateri yang luluh hatinya mengantar Priya ke bagian dalam keraton. Di sana sudah ada Yudhis yang duduk bersimpuh di kaki Takatsuya. Sebelumnya Sateri sudah mewanti-wanti untuk memalingkan muka dari Priya karena itu hanya akan membuatnya jatuh cinta. Yudhis menerima nasihat tersebut dengan cara memejamkan mata dari awal.

"Tanganmu buntung, Yudhis?" tanya Tahta sok akrab.

Yudhis hanya menjawabnya dengan anggukan kepala yang keras.

"Kenapa kamu diam saja, Yudhis?" tanya Tahta lagi merasa heran.

Ada sesuatu yang mengetuk jiwa usil Priya Megana saat melihat Yudhis mati-matian memejamkan mata. Priya lalu mengambrukkan diri. Duduk bersimpuh sejajar dengan Yudhis. Yudhis dapat merasakan angin yang menerpa saat Priya tersimpuh. Namun itu belum cukup mengalahkan tekadnya untuk tetap menutup mata.

"Kamu Yudhistira Sanshuta, kan?" tanya Priya kepada Yudhis. Dia mengelus-elus dagu Yudhis yang mulai tumbuh rambut-rambut kecil. Yudhis merasa geli, namun segera ia buang mukanya agar gelitikan Priya berakhir. Dia sibuk berkonsentrasi mengingat nasihat Sateri untuk jangan menatap Priya Megana barang sedetik.

Kelakuan ini justru memancing Priya untuk lebih menggodanya.

"Kalau Yudhistira merem terus, entar aku cium lho..." ucap Priya kembali mempermainkan dagu Yudhis. Dia lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Yudhis sambil berbisik lirih. "... di bibir, pakai lidah, sampai kamu bisa melek."

Habislah tekad Yudhis. Dia membelalakan matanya lebar-lebar sehingga silau karena pancaran cahaya dari lantai berlian. Napasnya megap-megap karena detik ketika Priya mendekatinya, Yudhis menahan napas agar keharuman tak menyergap hidungnya. Seharusnya Yudhis juga menutup telinga karena apapun yang Priya miliki adalah godaan. Aromanya, suaranya, parasnya, semuanya.

Selama menutup mata Yudhis hanya dapat menebak-nebak paras Priya yang Sateri wanti-wanti karena kecantikannya itu. Suaranya lembut, menurut Yudhis. Namun ketika kesempatan mempertemukan Yudhis dengan wujud asli Priya Megana, sepertinya hatinya hancur mumur.

Priya Megana terlalu cantik. Segala tentangnya adalah kesempurnaan yang maha dahsyat. Digoda olehnya adalah keistimewaan yang patut disyukuri. Bernapas satu ruangan dengannya adalah keberuntungan yang tak mungkin ia pungkiri. Dihadapkan sosok cantik di hadapannya membuat dirinya merasa hina. Dia tak kuasa. Kepercayaan dirinya sirna sudah.

Maka, sambil berguling-guling menutupi wajah karena rasa malu yang luar biasa, Yudhis menjedotkan kepala ke lantai berlian. Sekali, dua kali, beberapa kali berniat sampai hilang kesadaran. Namun kekuatan berlian mengalahkan kerasnya tengkorak, membuat retak yang menyudahi kehidupannya. Itu adalah kali pertama Yudhis bunuh diri dengan perasaan yang senikmat segala kebahagiaan di dunia beserta isinya.

"Hi hi hi." ujar Priya tertawa geli.

"Hei, Priya. Kamu tidak seharusnya mempermainkan nafsu orang lain."

"Maaf. Habis Yudhistira lucu sekali. Aku jadi ingin mempermainkannya sampai frustasi."

"Ya, aku tahu."

"Eh, kamu ingin mempermainkan Yudhistira juga?"

"Bukan... iya. Maksudku, saat melihat seseorang yang sepolos Yudhis kadang aku jadi ingin mengajarinya nilai-nilai kehidupan." ucap Tahta terdengar bijak. "Aku hanya tidak ingin tekadnya yang menggebu-gebu justru salah jalan dan membuatnya terjatuh."

"Tahta... kau ini kadang serius juga."

"Hei, Priya. Kapan aku tidak serius?"

"Banyak. Mau aku sebut satu-satu?"

"Tidak perlu." jawab Tahta singkat. Dia lalu memandangi wajah Yudhis yang terlelap dengan raut mesum kegirangan tercetak jelas di wajahnya. "Setidaknya dengan begini Yudhis akan lebih tenang. Tidak perlu berusaha sendiri karena kasusnya melibatkan banyak pihak."

Tahta mengibaskan tangan seolah pekerjaan berat baru tertuntaskan.

"Jadi sekarang bagaimana denganmu, Harta?" ucap Tahta tak mengurangi nada menantangnya. Dia selalu begitu jika dihadapkan dengan Amok maupun Harta.

Sateri pura-pura menghembuskan napas berat. "Kalian ke sini tanpa pamit lalu mengambil pendosaku begitu saja. Kalian pikir aku bisa memaafkannya begitu saja?"

Tahta lagi-lagi menghunuskan pedangnya. "Mari kita berperang."

Priya menahan Tahta dari amukannya. "Mari jangan berperang."

Ada ketegangan saat Tahta selalu memancing perang dan Takatsuya yang bersiap-siap melindungi Sateri dengan pertarungan brutal. Sateri di sisi lain hanya dapat meniru Harta yang selalu berkonfrontasi dengan Tahta. Priya menengahi keduanya. Dia sadar betul bahwa dalam peperangan, hanya cinta yang dapat menyelesaikannya. Meski untuk Priya lebih tepat disebut nafsu.

"Jangan bertarung, OK?" ucap Priya sambil bergelendotan manja di tubuh Harta berjiwa Sateri. Dia lalu mengelus-elus pipi Harta sambil berbisik lirih untuk mendapatkan perhatian. "Lagipula ini sudah keputusan yang Pak Tua Jalaran buat. Kamu mau melawan sistem Akhirat?"

Priya lalu melepaskan pelukannya, berjalan mundur satu langkah, lalu mengerlingkan sebelah mata mengakhiri godaannya. Penjelmaan Sateri menjadi Harta membuatnya harus bertindak laku serupa Harta. Dengan pengetahuan yang ia dapat dari keserakahan akan ilmu, Sateri bisa tahu jika Harta asli pada kondisi seperti inipun akan menyerah pada sistem Akhirat.

Sateri tahu jika Harta punya banyak hal yang ingin didapatkan. Namun dia sadar betul jika Harta tak akan mengkhianati sistem Akhirat. Baginya untuk mengkhianati Akhirat hanya akan berimbas pada pencopotan gelar yang membuat semua tumpukan harta di Neraka Edelweis hilang dari genggaman. Maka, dengan segala kemantapan hati direlakannya Priya dan Harta membopong pergi tubuh Yudhis.

*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top