39. Misi Kalpataru 2
Cemani dan Harta terbang melintasi Neraka Edelweis dari keraton menuju gerbang depan. Mereka duduk di Kereta Edelweis yang ditarik oleh setan berbentuk babi hutan dan banteng. Cemani menopang dagu dengan lengan yang disandarkan di jendela kereta. Merasakan terpaan angin yang menampar wajahnya membuat semilir.
"Cemani, bukankah sebaiknya kita meyamar dari sekarang?" ujar Harta memecahkan hening.
"Kamu benar." jawab Cemani kembali dari lamunannya. Dia lalu mengambil gombal yang membungkus Lumpur Belacan dari lipatan jaritnya. Lalu dengan hati-hati mengambil remahan kecil dan memberikannya kepada Harta. Cemani kemudian bersabda, "Pakai itu untuk mengubah wajahmu menjadi Jalaran."
"Iya. Aku tahu." cibir Harta sambil mengusapkan telapak tangannya ke wajah. Saat melihat Cemani yang tak terlihat seperti sedang mengubah wajahnya, Harta lalu menceletuk. "Kamu tidak menyamar menjadi Raja Bangsa Malaikat, Cemani?"
"Tidak. Aku tidak tahu siapa pemilik tahta Raja Bangsa Malaikat."
"Huh? Maksudmu?"
"Seperti tidak banyak orang yang tahu jika aku adalah pemilik tahta Ratu Bangsa Setan, identitas pemilik tahta Raja Bangsa Malaikat juga dirahasiakan. Aku bahkan tidak yakin jika Nestapa, Raja Surga Kasturi, tahu identitasnya." terang Cemani panjang lebar. Dia masih menopang dagu, tak sedikitpun berpaling pada muka Harta yang sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi serupa Jalaran Manepis.
"Kamu benar juga, Cemani. Saat pertama kali kamu menyelinap ke Neraka Edelweis pun aku tidak sadar jika kau adalah Ratu Bangsa Setan." timpal Harta mulai mengusap bagian tubuh agar tambun seperti Jalaran Manepis.
Cemani diam tak menimpali. Menyisakan sepi yang bertahan sepanjang sisa perjalanan.
*
Harta yang menyaru menjadi Jalaran Manepis berjalan di lorong yang biasa digunakan para pendosa untuk memasuki Neraka untuk pertama kalinya. Di lorong gelap dengan dinding yang meneriakkan kesengsaraan itu, Harta berjalan satu-satu. Kakinya dilangkahkan perlahan dan penuh kehati-hatian agar tubuhnya tak ambruk atau tergelincir lantai lorong yang terbuat dari obsidian, licin dan berkilat.
"Ssssh... kamu yakin ini strategi yang tepat, Cemani?" bisik Harta pelan, berusaha sekecil mungkin menarik perhatian.
Cemani lalu mengarahkan paruhnya sangat dekat ke arah telinga Harta, membuatnya terlihat seperti Cemani akan mematuk habis telinga milik Harta. Cemani lalu berkotek, "Tenang saja. Ini rencana terbaik yang bisa kita lakukan untuk sampai di Mimbar Batas tanpa dicurigai."
"Tidak! Justru penampilan kita berdua sangat mengundang perhatian." timpal Harta tak dapat menyetujui pernyataan Cemani. "Dilihat dari manapun, Jalaran Manepis yang dengan ayam hitam yang bertengger di kepalanya sangat aneh. Beberapa pendosa yang berpapasan dengan kita bahkan mengernyitkan dahi mereka dengan jelas!"
"Ssst! Jangan keras-keras, Harta!"
"Ah, maaf." ucap Harta menutup mulutnya dengan sebelah punggung tangan.
Mereka berdua lalu melanjutkan perjalanan. Harta yang menyamar jadi Jalaran Manepis berjalan hati-hati agar langkahnya tak terperosok, sementara Cemani yang menyamar menjadi ayam berbulu hitam hanya diam bertengger di atas kepala Harta. Pergi kemanapun Harta membawanya.
Setelah sampai di tikungan yang lumayan sepi dari lalu lalang para pendosa, Harta lalu mengeluh pelan. "Dari sekian banyak hewan yang bisa kamu pilih, kenapa harus ayam? Bulu hitam pula! Kita jadi kelihatan seperti orang yang sangat mencurigakan tahu!"
"Tenang, Harta. Semua ini masih dalam perkiraanku. Penyamaranku sebagai ayam justru terlihat membaur dengan dinding hitam obsidian." tukas Cemani tak mau merasa salah.
"Iya, sih. Tapi tidakkah lebih baik kamu memilih hewan lain yang lebih kecil jadi bisa disembunyikan di saku? Keong atau marmut gitu?"
"Aku tidak mau disembunyikan." elak Cemani. "Lagipula, ayam hitam sangat sesuai dengan image-ku sebagai Ratu Bangsa Setan."
Harta melenguhkan napasnya yang juga sebau Jalaran Manepis. Kesibukan yang dimiliki Jalaran sebagai hakim dalam setiap Sidang Benih Kebajikan, mengatur distribusi para pendosa di masing-masing Neraka agar tidak timpang, mengatasi keluhan dan/atau pengajuan permohonan remisi, dan banyak lagi. Tugas seberat ini hanya ia lakukan seorang diri sehingga sangat sulit untuk menjaga diri. Andai dia berdoa agar tubuhnya selalu bersih, tentu Jalaran tak perlu pusing-pusing mengurusi sanitasi. Tapi dia terlalu sibuk hingga memohon satu doa saja tak ada waktu.
Maka, ketika para pendosa melihat Jalaran Manepis yang berjalan santai di lorong Neraka sambil membawa ayam hitam, heran terbit di benak mereka. Untuk mengurangi keributan, akhirnya Cemani terpaksa memanggil para setan untuk menuntun para pendosa memasuki Nerakanya masing-masing.
Harta lalu berjalan cepat-cepat untuk mengurangi kondisi pertemuan dengan para pendosa lain yang hanya akan membuat suasana semaking runyam. Tidak lama berjalan, napasnya patah. "Hah... hah... tubuh Jalaran lemah sekali, berjalan beberapa puluh meter saja sudah ngos-ngosan begini."
Cemani tak ambil peduli dengan Harta yang mulai mengeluarkan keringat sebiji jagung.
"Pak Tua itu terlalu lama duduk di kursi, sih!" lanjut Harta mengutuki diri sendiri.
Sampai napas Harta nyaris habis, Cemani hanya diam betengger di pundaknya tanpa peduli. Membantu tidak, pun merasa simpati. Baginya, Harta hanya pion tak penting dalam misi yang ia lakukan. Ibarat catur, Harta bahkan tak lebih berharga dari pasukan biduk di bagian terdepan.
Hanya saja, kalau begini terus bisa-bisa Tahta keburu curiga saat tahu Cemani tidak sedang di Neraka Edelweis mencari Seruni. Dia lalu mengambil remahan terasi, lalu mengusapkannya ke sayap. Seperti dalam dongeng Ayam dan Elang, dimana sebuah jarum emas mampu membuat ayam terbang, Lumpur Belacan jauh lebih sakti. Sekali usap, Cemani membuat sayap ayamnya bisa dipakai untuk terbang. Dia lalu mencengkeram leher Tahta yang sedikit berlipat karena tumpukan lemak. Dengan sekali kepakan, Cemani mengangkat tubuh tambun Harta menelusuri lorong depan Neraka. Pada ujung lorong berbentuk spiral, mereka berdua sampai di Mimbar Batas Neraka. Cemani lalu menjatuhkan gumpalan daging di cekernya.
Mimbar Batas Neraka berbentuk ruangan dengan gerbang dari kayu sebesar gedung berlantai 15. Sangat besar. Terletak di ujung lorong Neraka, untuk mencapai Mimbar Batas Neraka dari Ruang Sidang Benih Kebajikan maka harus melewati lorong di depan masing-masing ketujuh Neraka. Neraka Anthirin, di sisi lain, tidak memiliki gerbang atau pintu masuk. Neraka Anthirin terletak di dimensi lain yang hanya Cemani dan Jalaran Manepislah yang tahu cara memasukinya.
"Ini... Mimbar Batas Neraka?" ucap Harta takjub dengan besarnya gerbang di hadapannya.
"Bukan. Ini hanya pintu masuk ke Mimbar Batas Neraka. Kita harus membukanya untuk mencari Benih Hidup milik Yudhistira." ucap Cemani menjelaskan. Meski mulutnya berbentuk paruh, dia membuat suaranya tetap serupa manusia.
Lalu Cemani mendekat ke arah gerbang, terbang ke bagian yang terlihat seperti kunci. Dengan sekali ketuk menggunakan paruh, urat-urat kayu yang membentuk gerbang kemudian bergerak. Urat-urat itu terlihat melata dan terkumpul menjadi satu membentuk siluet raksasa. Kemudian, dari siluet raksasa itu muncul sesosok serupa manusia. Bukan. Dia dari bangsa malaikat, dengan tinggi badan kurang dari 50 m.
"Namaku Atithud, malaikat kebijaksanaan, Penjaga Gerbang Mimbar Batas Neraka." Ucapan raksasa itu terdengar bertalu-talu memekakkan telinga. Harta mulai membeku, dia tak tahu jika melihat malaikat sebesar itu bisa membuat sarafnya merajuk. Dia merasa kecil, merasa terintimidasi, lalu sebelum tersadar nyalinya ciut. Sebelah kakinya sudah mundur bersiap-siap untuk kabur.
Namun Cemani tak akan membiarkannya. Dia lalu terbang menukik ke arah Harta, menusuk dahinya dengan paruh ayam yang membuat darah sedikit keluar dari luka. Harta kembali pada kesadarannya.
"Tuan Jalaran Manepis, apa gerangan yang membuatmu mengunjungi Mimbar Batas Neraka?" tanya Atithud tak sadar jika suaranya sangat memekakkan telinga.
"A-a-akuu..." ucap Harta terbata-bata. Cemani yang bertengger di pundak kirinya lalu mematuk telinga Harta, membuatnya tersadar dari sikap didominasi oleh Atithud. Harta yang menyamar menjadi Jalaran Manepis lalu berdeham keras, mengenyahkan gagu dalam caranya berbicara.
Harta, setelah artikulasi napasnya lancar, lalu berkata. "Aku mau masuk ke dalam Mimbar Batas Neraka."
Atithud mengerutkan dahi, merasa aneh dengan nada bicara Harta.
"Ada urusan apa, Tuan Jalaran Manepis?" tanya Atithud dengan nada yang masih sama seperti saat ia muncul dari urat pohon yang biasa disebut cincin tahunan itu. Atithud sangat hati-hati. Itu karena dia satu-satunya penjaga dari benda paling penting seantero Akhirat, Benih Hidup.
"Aku sedang menyelidiki kemungkinan manusia yang masih hidup tersasar di Akhirat. Aku perlu melihat langsung Benih Hidup orang tersebut." ucap Harta sangat baik mengatur intonasi dalam omongannya.
Atithud lalu mengusap-usap janggutnya, kemudian beretorika. "Kalau itu, bukannya Tahta Ashuta dari Neraka Cendana sudah melakukannya beberapa waktu lalu?"
Harta sedikit terbelalak. Cemani tak pernah mengatakan perkara Tahta sudah pernah ke Mimbar Batas Neraka. Dia jadi sedikit gelagapan saat skenario yang tidak ada dalam rapat strategi muncul tiba-tiba. Dia terdiam memikirkan improvisasi yang bisa dilakukan tanpa mempertebal kecurigaan Atithud.
"Ghe he he he." tawa Atithud terkekeh. "Aku hanya mengetesmu saja, Tuan Jalaran Manepis."
Ada lega yang nyaris membuat Harta melompat kegirangan.
"Mau seratus kali masukpun, tak jadi masalah. Tugasku di sini hanya menjaga Gerbang Mimbar Batas Neraka hanya dapat dimasuki oleh siapapun yang memiliki hak untuk memasukinya." ucap Atithud melanjutkan perkataannya. "Sekarang, bisakah Tuan Jalaran Manepis memberiku stempel bertatahkan mandala kedelapan Neraka?"
"Stempel mandala?"
"Benar. Itu lho, kayu bulat berukirkan delapan mandala masing-masing Neraka sebagai syarat untuk memasuki Mimbar Batas Neraka."
"Oh ya, itu. Maaf. Pekerjaan yang menumpuk kadang bikin pikiran melayang, kau tahu?" jawab Harta dengan entengnya. Dia lalu berpura-pura mengambil sesuatu dari lipatan jaritnya. "Tunggu sebentar biar kuambil dulu."
Cemani cepat tanggap. Dengan badan ayamnya yang kecil, dia lalu bersembunyi di punggung Harta. Kemudian mengambil seremah kecil terasi, mengusapkannya di antara kedua sayap untuk menciptakan stempel mandala. Imajinasinya menggila memikirkan bentuk mandala yang Atithud maksudkan. Maka, tak cukup lama sampai Cemani berhasil membuat kayu berbentuk lingkaran bertatahkan delapan mandala Neraka. Dalam gerakan yang cepat, Cemani memberikan stempel mandala itu kepada Harta.
"Ini stempel mandala yang kau maksud, Atithud." ujar Harta mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
Atithud menggerakan tangan kanannya. Bagi Harta, dia terlihat seperti akan mengambil stempel mandala di tangannya. Namun tangan Atithud bergerak cepat, seperti seseorang hendak menepuk nyamuk yang mengganggu. Saat Harta tersadar, kepalan tangan raksasa keburu menghantam tubuhnya.
Beruntung Cemani lebih cepat menarik tubuh tambun Harta daripada pukulan Atithud.
"Tahukah kamu kalau stempel mandala bukan berbentuk lingkaran tapi persegi delapan?" ucap Atithud beretorika. Dia kemudian menarik sebuah kesimpulan. "Kamu bukan Tuan Jalaran Manepis."
*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top