38. Misi Kalpataru
"Ini aku?" Sudah berkali-kali Yudhis mengulang kata-kata tersebut.
"Iya itu kamu." jawab Cemani semakin ketus. "Bisakah kita melewati bagian saat kamu kegirangan dan melanjutkan ke bagian serius tentang Misi Kalpataru? Kalau kamu terus berjingkrak kegirangan seperti itu, kapan kita bisa mulai?"
"Ah, maaf. Habis ini keren sekali! Terasi yang bisa menciptakan apapun bahkan wajah identik orang lain. Kalau begini aku bisa jadi superhero tak terkalahkan, kau tahu?"
"Ya. Kamu memang bisa jadi superhero. Malah, kamu sudah jadi superhero bagi kita semua." kata Cemani memuji Yudhis tanpa ampun.
Yudhis kemudian turun dari meja, berdiri sama tanah dengan Cemani, Meriyati, dan Harta yang mengelilingi sebuah meja. Meja itu bulat, dari marmer yang berlapis emas hanya di bagian retakannya. Antik dan cantik.
"Aku tidak sekeren yang kalian pikirkan." jawab Yudhis merendah.
Kali ini Cemani tak menanggapinya. Dia tahu pujian bisa meluluhkan hati seseorang. Namun pujian yang bertubi hanya akan berakhir menjadi olok-olokan semata. Maka, dibiarkannya Yudhis merendahkan diri. Akan ada saat yang tepat untuk memanfaatkan kondisi perasaan Yudhis. Namun untuk sekarang, Cemani akan fokus untuk menjelaskan Misi Kalpataru yang baru tersusun rapi beberapa saat lalu.
"Dengar, ini akan terdengar sedikit rumit jadi aku harap kalian menyimaknya dengan benar." ucap Cemani memulai orasinya. "Pertama, aku dan Harta akan pergi ke Mimbar Batas Neraka untuk mencari Benih Hidup milik Yudhis. Semua Benih Hidup milik pendosa ada di sana semua. Sehingga akan membutuhkan waktu yang lama untuk mencarinya. Maka dari itu, biar aku dan Harta yang terbiasa melakukan banyak pekerjaan sebagai Raja Neraka yang menanganinya."
Yudhis mengangkat tangan ingin mengutarakan pertanyaan.
"Ada apa Yudhistira? Kalau mau tanya langsung saja bilang. Ini bukan kelas dimana kamu harus sopan dnegan mengangkat tangan sebelum bertanya. Kamu adalah pahlawan, dan kami adalah antek yang men-support dari belakang."
"Baik." timpal Yudhis tak mengurangi sopannya. "Begini, apakah semudah itu memasuki Mimbar Batas? Bukankah kau yang bilang kalau Mimbar Batas hanya bisa dimasuki oleh Ratu Bangsa Setan, Hakim Jalaran Manepis, dan Raja Bangsa Malaikat?"
"Tenang saja. Aku sudah memikirkan sejauh itu. Malah, sepertinya hanya kamu saja yang belum paham dengan strategi memasuki Mimbar Batas Neraka."
Memang selain Cemani yang menatapnya, Harta dan Meriyati juga memberikan tatapan seakan pertanyaan Yudhis tak pantas untuk diperhatikan. Maka, seru Cemani bersabda. "Kamu lupa kalau aku punya Lumpur Belacan? Terasi yang bisa menciptakan apapun hanya dari remukannya saja."
Yudhis benar-benar lupa.
"Maka dari itu, Yudhistira, aku dan Harta akan menyamar menjadi Ratu Bangsa Setan dan Jalaran Manepis untuk memasuki Mimbar Batas."
"Oh, aku baru paham. Maaf. Padahal tidak sedang dalam pengaruh serbuk neraka, tapi entah kenapa pikiranku terasa gamang." ucap Yudhis sambil melirik Meriyati dengan tajam. Terang sekali ia sedang menyindir kelakuan Meriyati saat menyekapnya dengan serbuk neraka yang dibubukan pada rootbeer saat berada di Neraka Krisan. Sedikit terasa aneh karena tampang Yudhis kini persis seperti Harta.
Prok!
Cemani menepuk tangan untuk menghentikan ketegangan yang dihadapi Meriyati dan Yudhis. Dengan wajar tanpa terlihat dipaksakan, dia lalu melanjutkan penjelasannya. "Itu tahap pertama. Sudah paham, kan?"
Semua mengangguk perlahan. Hanya Harta yang mengagguk perlahan pertanda kesetujuannya.
"Kedua, Yudhis yang sudah menyamar sebagai Harta akan tetap di sini untuk mengisi peran Harta. Selama aku dan Harta mencari Benih Hidup milikmu di Mimbar Batas Neraka, kamu harus mengatasi apapun yang mungkin bisa muncul di Neraka Edelweis ini."
"Tunggu sebentar!" teriak Yudhis menghentikan penjelasan Cemani, kali ini tanpa mengangkat tangan lebih dulu. "Bukankah itu pekerjaan yang sulit? Aku tidak punya pengalaman menjadi Raja Neraka. Terlebih, peranku adalah menyamar. Kalau sampai ketahuan, bukannya akan gawat ya?"
Harta kini mulai bertindak, mengkukuhkan posisinya yang kadang sering tenggelam di antara konflik yang timbul. Dia lalu membuat gestur tangan serupa ayunan tangan wayang. Dalam hitungan kejapan mata, muncul dua setan tiba-tiba saja seperti datang dari partikel di udara.
"Nama pemberian Ratu Bangsa Setan untuknya adalah Sateri." ucap Harta sambil menunjuk salah seorang setan yang berkelamin wanita. Dia tersenyum. Lebih tebat disebut menyeringai, sebenarnya. Rambutnya panjang hingga jatuh ke tanah. Berantakan dan kaku seperti ijuk. Sangat tidak sedap dipandang mata.
"Satunya lagi Takatsuya." Kini Harta menunjuk satunya lagi yang berkelamin pria. Dia... besar. Sebesar beringin dekat kantor Yudhis saat masih hidup. Wajahnya persis seperti reog. Hanya saja, tidak ada rumbai yang membentang seperti ekor merah. Dia botak. Bagian merah di kepalanya hanya sebatas wajah. Bagian yang biasanya ditumbuhi rambut berwarna cokelat seperti kulit manusia.
"Mereka berdua adalah setan yang akan membantumu saat menyamar menjadi diriku." lanjut Harta menerangkan. "Sateri sangat pintar, kau bisa meminta bantuan banyak hal kepadanya. Takatsuya sangat kuat, kau juga bisa meminta bantuan kepadanya. Lalu karena Sateri dan Takatsuya adalah nama yang Ratu Bangsa Setan berikan, maka kamu tak perlu khawatir akan dikhianati atau sebagainya."
Dua setan itu lalu menundukkan kepala. Selain menunjukkan derajat yang lebih rendah, juga sebagai bentuk loyalitas. Yudhis sedikit lega. Meski dia tahu bahwa setan paling baik adalah yang menipu, setidaknya untuk sekarang dia bisa mempercayai hal-hal berkaitan dengan nama karunia pemberian Ratu Bangsa Setan.
"Baiklah. Sudah tidak masalah dengan tahap kedua Misi Kalpataru ini, kan?" ucap Cemani kembali menguasai jalannya percakapan. "Kalau sudah tidak ada aku akan melanjutkan pada detail selanjutnya."
Kali ini semua diam. Cemani melihatnya sebagai tanda persetujuan.
"Ketiga, Meriyati yang bertugas sebagai juri di Sidang Benih Kebajikan, tugasmu adalah menahan Jalaran untuk tetap fokus pada persidangan."
"Baik, Cemani!" jawab Meriyati dengan riang gembira.
"Omong-omong, kamu tahu siapa empat juri yang mendapatkan giliran di waktumu?"
"Hmm... ada aku, Amok Sendashuta, Nestapa, dan Gunaraga dari Neraka Larat. Soal Gunaraga, aku yakin Meredith yang akan menggantikannya. Kan, Gunaraga sangat malas dalam tahap yang sudah tak bisa ditolong siapapun juga. Kalau Neraka hancur sekalipun, aku yakin dia tidak akan mentas dari pemandian."
Cemani menggitgit bibirnya. "Tck, tidak ada Tahta, ya."
"Tidak ada Tahta." ucap Meriyati menegaskan.
"Tapi tidak apa-apa. Aku sudah memintanya mencari Seruni di Neraka Honje, aku yakin dia akan sibuk untuk sementara waktu." elak Cemani percaya diri dengan omongannya. "Kalau begitu, sudah tidak ada masalah lagi. Waktunya semua bergerak sesuai perannya masing-masing."
"Tunggu sebentar, Cemani. kalau saat-saat seperti ini bukankah saat untuk meneriakkan yel-yel? Agar lebih semangat, kau tahu?"
"Kamu benar, Meriyati. Kalau begitu semua berkumpul melingkar dan acungkan sebelah tangan ke bagian dalam lingkaran." Perintah Cemani langsung dilaksanakan oleh lainnya tanpa cacat. "Ulangi setelahku, OK?"
Mereka berempat saling bertatap memberikan sorot mata yang matang.
"Untuk kehidupan yang lebih baik!" teriak Cemani memulai.
"Untuk kehidupan yang lebih baik!" tiru yang lain serentak.
Tidak dengan Yudhis. Mukanya memerah padam karena malu.
"Sangat tidak keren." ucap Yudhis berbisik.
Cemani dan Harta meninggalkan ruangan untuk menyelinap ke Mimbar Batas. Mereka meninggalkan Yudhis yang bermuka Harta dan Meriyati berdua saja di ruang tengah Keraton Neraka Edelweis. Saat hanya berduaan, setanlah yang jadi pihak ketiga. Meski dalam kasus ini disebut ketiga dan keempat karena perintah terakhir yang Sateri dan Takatsuya dapatkan adalah berdiri berdiam diri di dekat Yudhis.
"Meriyati, kenapa kau tak juga pergi?" ucap Yudhis mulai risih.
"Aku? Sidang Benih Kebajikan yang kuhadiri masih 10 menit lagi sebelum dimulai. Jadi aku akan tinggal di sini sedikit lebih lama lagi."
"Kenapa kau tak pergi sekarang saja? 10 menit waktu pas untuk berjalan di lorong dari Neraka Edelweis menuju ruang persidangan."
"Kalau itu, aku tinggal memanggil Kereta Krisan dan wooosh maka akan sampai di ruang persidangan kurang dari 10 detik."
"Kamu... sadar tidak sih kalau baru saja aku sedang mengusirmu."
"Aku paham, Yudhistira. Tapi aku juga paham kamu bukan orang yang akan memaksakan kehendak. Jadi, meski kamu mengusirku, selama aku bergeming maka tidak akan berpengaruh banyak padaku."
Yudhis melengos, meninggalkan Meriyati sendirian di ruang tengah keraton. Dasar Meriyati, dia mengejar langkah Yudhis. Tak begitu sulit, karena kali ini Yudhis tak berlari-larian di alun-alun berpasir. Hanya jalan santai di keraton beralaskan berlian.
Meriyati menahan Yudhis di bagian lengan. Persis seperti kala itu. "Yudhis, aku ingin meminta maaf atas semua yang kulakukan padamu di Neraka Krisan. Saat itu pikiranku sedang tidak jernih. Aku seperti dibutakan perasaan ingin memilikimu. Aku... aku benar-benar minta maaf."
"Aku tak bakal memaafkanmu."
"Aku tahu. Aku sudah tahu kamu tidak akan memaafkanku. Aku hanya... hanya ingin meminta maaf. Itu saja." ucap Meriyati yang berusaha tetap mengucapkan kalimatnya tanpa terbata. "Terima kasih sudah mau mendengarkan, Yudhistira."
Yudhis hanya diam bergeming. Dia bisa membayangkan bagaimana raut wajah meriyati saat mengatakan pengakuannya. Hanya saja, dia tak ingin jatuh dalam perasaan memelas pada orang lain yang berakhir dimanfaatkan. Maka, dihindarinya Meriyati. Melepaskan pegangan tangan yang menahan, lalu berjalan menuju ruangan yang berbeda.
"Takatsuya." panggil Yudhis kepada salah seorang setan. "Buat aku dan Meriyati tetap berada dalam jarak."
"Baik. Apakah aku diperbolehkan membunuh Meriyati berkali-kali secepat tubuhnya menyembuhkan diri? Dengan begitu Meriyati tidak akan kembali dalam keadaannya yang semula."
Yudhis melotot, secara harfiah. "Tidak, Takatsuya. Kau jaga pintu yang memisahkan ruanganku dengan ruangan Meriyati. Tidak ada yang diperbolehkan masuk. Dan satu lagi, tidak ada kekerasan."
"Baik, Tuanku. Akan kujalankan perintah sebaik mungkin." ucap setan raksasa itu pamit.
Yudhis lalu duduk di salah satu singgasana. Sangat nyaman jika berada dalam kondisi normal. Hanya saja, hatinya sedang dirundung gundah gulana. Dengan posisi duduk, Yudhis lalu menengadahkan kepalanya ke langit-langit sambil matanya ditutup sebelah lengan.
"Sateri."
"Ya, tuanku?"
"Apakah kau bisa berubah menjadi seseorang yang kukenal."
"Maafkan aku, Tuanku. Tidak ada setan yang dapat mengubah wujudnya selagi di Akhirat." ucap Sateri sangat sopan. "Tapi aku bisa mendengarkan keluh kesah Tuanku jika itu bisa membantu."
"Wajahku apa terlihat sejelas itu."
"Tidak, tuanku. Tapi aku memiliki bakat untuk mengetahui hasrat terdalam manusia. Saat ini aku bisa melihat jika Tuanku sama sekali tidak berhasrat pada materi. Itu adalah perasaan rindu yang menggebu."
Yudhis terkekeh kecil mendengar pemilihan kata Sateri.
"Kau benar, Sateri. Aku sudah kangen Jesvari."
*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top