36. Jalan Menuju Kalpataru
Harta yang sedari tadi hanya menyerahkan semua hal manipulatif kepada Cemani akhirnya mulai bertindak. Dia mendekati Cemani, menarik tangannya agar menjauh dari Yudhis barang semenit.
"Kamu yakin melakukan semua ini, Cemani? Yudhistira terlihat sangat syok. Aku khawatir dia tidak bisa melakukan Misi Kalpataru ini." ujar Harta terlihat khawatir, suaranya masih berbisik.
Cemani lalu menepuk pundak Harta pelan, memberinya ketenangan. "Tenang saja, Harta. Yudhistira adalah tipe yang berkali-kali meminta Jesvari untuk memaafkannya sebelum berpisah di Neraka Krisan. Dia bukan tipe yang akan menyerah hanya dengan sekali guncangan seperti ini."
"Kalau itu katamu, ya sudahlah." ucap Harta sedikit merasa lega.
"Semua akan sesuai dengan rencana. Aku yang jadi jaminan." timpal Cemani penuh kepercayaan diri.
Cemani lalu meninggalkan Harta, menuju Yudhis yang terduduk di sofa dengan beledu empuk.
"Kamu tidak apa-apa, Yudhistira?"
"Tidak. Eh, maksudku iya! Aku tidak apa-apa." jawab Yudhis masih terlihat sedikit linglung. "Hanya butuh sedikit waktu agar otak ini mampu menerima keadaan."
"Baiklah, kuberi waktu sebentar untuk beradaptasi dengan kenyataan." ujar Cemani menawarkan.
"Terima kasih, Cemani. Sekarang sudah cukup." timpal Yudhis tanpa jeda.
"Eh? Sudah? Belum juga dua detik."
"He he he. Aku punya bakat untuk beradaptasi dengan cepat."
"Seperti bunglon saja!"
"Kalau bunglon sebenarnya bukan beradaptasi, tapi bermimikri!"
Cemani sedikit merengut, wajahnya keruh. "Sudah cukup dengan trivia soal bunglon, Yudhistira. Lagipula apa ini waktu yang tepat untuk membahas kemampuan bunglon? Sikapmu yang terlalu santai ini yang membuatmu mudah dibohongi, Yudhistira."
"He he he." ucap Yudhis terkekeh, tangannya menggaruk rambutnya yang tak gatal.
"Itu bukan pujian!" jawab Cemani kesal. Dia lalu berdiri berkacak pinggang di depan Yudhis, berusaha menggagahi. Dia lalu berucap. "Hei, Yudhistira, sudah sejauh mana kamu tahu soal Pohon Kalpataru?"
"Maksudmu trivia soal Kalpataru?" jawab Yudhis polos.
Cemani menepuk mukanya, secara harfiah.
"Biar aku yang mengurus ini, Cemani." ucap Harta yang merasa kalah karena sedari tadi Cemanilah yang melakukan semua pekerjaan. Dia lalu meminta Cemani untuk menjauh agar bisa bersitirahat sebentar.
Giliran Harta yang berdiri di hadapan Yudhis. Tangannya disedekapkan membuatnya terlihat semakin besar. Sorot matanya tajam, setajam memberi kesan bahwa sudah tidak akan ada lagi waktu untuk bersenang-senang. Raut mukanya memperlihatkan menunjukkan kalau sudah waktunya untuk serius betulan.
"Aku Harta Bagendit, aku yakin kamu sudah mengenalmu." ucap Harta tak melepaskan wajah garangnya.
"Kamu Harta Bagendit, aku hanya mengenalmu sebatas nama." jawab Yudhis masih dengan muka polos bocahnya.
Harta tak bergeming. Mukanya memancarkan geram yang membuat Yudhis hanya dapat melengos karena bosan. "Aku yakin kamu masih minim informasi soal Pohon Kalpataru, Yudhistira. Pohon Kalpataru adalah pohon yang dapat mengkabulkan semua permohonan yang diucapkan di bawahnya."
"Kalau itu aku sudah tahu. Tadi Cemani mengatakannya." ucap Yudhis menyela.
Harta menggeram menahan amarah. "Kalau memang begitu kenapa enggak kamu aja yang jelasin soal Pohon Kalpataru?"
"Aku hanya tahu segitu saja, Harta!" jawab Yudhis merasa tak berdosa.
Harta lalu mengambil napas panjang berusaha mengontrol emosinya. "Pohon Kalpataru, atau Kalpataru, adalah pohon pengabul semua keinginan yang terletak di Surga. Kalpataru adalah penyimpangan dari semua sistem yang ada di Akhirat. Tidak ada aturan. Semua akan dikabulkan Kalpataru tanpa segan."
"Bagus itu! Aku jadi tak perlu khawatir kalau permohonanku bakal ditolak." jawab Yudhis bersemangat. Tiba-tiba alisnya mengernyit, teringat sesuatu yang diucapkan Cemani beberapa saat lalu. "Tunggu sebentar, kalau begitu bukannya dua hal ini adalah kabar baik dan buruk? Kalpataru sebagai kabar baiknya, tentu saja."
"Tidak, Yudhistira. Dua hal ini adalah kabar buruk. Itu karena sejak pertama kali Akhirat diciptakan, hanya 6 orang yang pernah membuat permohonan pada Pohon Kalpataru. Bahkan, orang terakhir yang memohon adalah pria dari 1000 tahun yang lalu."
"Oi oi oi, 6 orang? Yang benar saja! Aku ingat setan magang di Neraka Larat pernah berkata jika Akhirat diciptakan kurang lebih 200 ribu tahun yang lalu." protes Yudhis tak menerima. "Bukankah 6 orang peluangnya sangat kecil, ya?"
"Itulah kenapa Kalpataru juga salah satu berita buruk."
Yudhis memijit pelipisnya untuk mengurangi sakit di kepalanya. "Kenapa bisa begitu, Harta? Bukankah Surga adalah hal yang lumrah bagi para pendosa yang telah menyelesaikan masa hukumannya? Dari jumlah segitu, kenapa hanya 6 orang saja yang bisa memohon kepada Kalpataru?"
"Itu karena Kalpataru tidak ada di Surga yang biasanya."
"Oi oi oi, Harta. Bisakah kau tidak melewatkan bagian penjelasan dengan langsung melompat ke kesimpulan?"
"Begini, kamu tahu ada berapa tingkatan di Neraka ini?"
"Tujuh?" jawab Yudhis tak banyak berpikir. "Eh, kalau dengan Neraka Anthirin jadi delapan?"
"Bukan. Tingkatan Neraka hanya ada dua. Tingkat pertama berisi 7 Neraka, sementara tingkat kedua berisi Neraka Anthirin."
"Ah, iya. Aku ingat Hakim Jalaran pernah mengatakannya saat di persidangan. Maaf, aku lupa." ucap Yudhis dengan gestur tubuh yang terlihat kikuk. "Sudah lama juga, sih!"
"Itu bukan jadi alasan!" teriak Harta setengah membentak. Dia merasa senang bisa mengungguli Yudhis dalam hal pengetahuan. "Di Surga juga sama saja, ada dua tingkatan. Tingkat pertama adalah Surga Kasturi yang sudah kita kenal, sementara tingkat kedua adalah Surga Parijata tempat Pohon Kalpataru berada."
"Itu... bukannya hanya selisih satu tingkat saja, ya? Sesulit itukah menaiki satu tingkat Surga?"
"Sekarang aku tanya, apa kamu pernah ke Neraka Anthirin?"
Yudhis menutup mulutnya dengan sebelah telapak tangan, sadar dengan ketololannya. "Kamu benar juga, Harta. Ketujuh Neraka dan Neraka Anthirin berada di tingkat yang berbeda, itu sebabnya tak semua pendosa dari ketujuh Neraka belum tentu terjatuh ke Neraka Anthirin."
"Jadi sudah tahu kan kenapa Kalpataru juga adalah berita buruk?"
"Kalau begitu, informasi ini tidak sepadan dengan lengan kananku!" teriak Yudhis merasa tertipu.
"Tidak, Yudhistira. Informasi ini bahkan tidak sepadan dengan semua organ tubuhmu masih dikali seratus. Ini informasi yang sangat rahasia. Hanya segelintir yang tahu soal Pohon Kalpataru. Dan untukmu yang hanya pendosa murahan yang banyak jenisnya, itu nyaris sebuah mukjizat untuk bisa tahu keberadaan Pohon Kalpataru."
"Sebegitu rahasianya Kalpataru?"
"Sebegitu rahasianya Kalpataru."
Yudhis kembali menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan satu-satunya lengan yang ia punya. "Tapi kalau sudah begini percuma saja kalau tahu Pohon Kalpataru tapi tak bisa menggapainya. Dilematis sekali... kau tahu itu, bung?"
Cemani yang sudah cukup beristirahat dari Yudhis, lalu kembali. Wajahnya terlihat lebih sumringah setelah jauh-jauh dari ketololan Yudhis. Berkilauan meski pada dasarnya kulit Cemani pucat mayat. Dia lalu berkata. "Sudah sampai mana?"
"Kita buntu sampai pada cara menuju Pohon Kalpataru di Surga Parijata." jelas Harta.
Cemani mengangguk kecil. Lalu dilemparkannya pandangan kepada Yudhis. "Bagaimana menurutmu, Yudhis?"
"Pasti ada jalan. Aku yakin itu. Kita hanya perlu menemukan jalan itu, menelusurinya, dan sampai pada tujuan yang dikehendaki."
"Itu baru semangat!"
Yudhis tersenyum simpul. Dia lalu mengelus-elus dagunya berusaha memikirkan seuatu. Entah setan mana yang memberkati akalnya, tiba-tiba sebuah gagasan muncul. Tak seperti biasanya yang hanya berbuah buntu.
"Kalian tahu Benih Hidup? Biji yang diambil dari pusar manusia saat di Sidang Benih Kehidupan. Aku yakin kalian tahu itu."
"Ya, kami tahu Benih Hidup." jawab Cemani terlihat kebingungan. Ada gurat di atas alisnya. Gurat yang nyaris tak pernah bertengger di sana karena selama dia hidup, selama itu pula semua hal sesuai dengan rencananya. "Ada apa dengan Benih Hidup?"
Yudhis terkekeh sebentar, merasa menang. "Benih Hidup adalah manifestasi jiwa para manusia. Gunaraga dari Neraka Larat pernah berkata jika Benih Hidup dan arwah manusia itu saling terikat. Itu artinya, saat Benih Hidup ada di Neraka maka arwah tersebut akan tetap di Neraka sampai Benih Hidup dipindahkan tempat lain."
"Maksudmu apa, Yudhistira?" tanya Harta masih belum paham. Sementara, di sampingnya ada Cemani yang sedikit demi sedikit mulai paham. Bahkan dia sudah membuat skenario-skenario yang akan dilakukan setelahnya.
"Begini, aku membaca cukup banyak buku tentang Benih Hidup. Dikatakan bahwa Benih Hidup akan mengikuti manusia sampai kapanpun. Jadi, kalau kita pindahkan Benih Hidup milikku dari Neraka Edelweis ke Surga Parijata, serta merta aku akan berpindah ke Surga Parijata!"
Cemani manggut-manggut paham, tak mengindahkan Harta yang masih di awang-awang. "Itu teori yang menarik, Yudhistira. Tapi, apa pernah terpikirkan bagaimana penjagaan di Mimbar Batas Neraka dan Mimbar Batas Surga?"
Yudhis menggeleng pelan.
"Penjagaan di sana luar biasa ketat, Yudhistira." ucap Cemani menimpali. "Hanya tiga orang yang bisa memasuki masing-masing mimbar: Hakim Jalaran, Ratu Bangsa Setan, dan Raja Bangsa Malaikat."
"Ada gitu yang namanya Raja Bangsa Malaikat?"
"Tentu saja ada! Memangnya kamu pikir siapa yang mengatur para malikat agar tetap tunduk pada manusia?"
"Entahlah... Tuhan?"
Harta mengerutkan alis. "Yudhistira, apa yang kamu bicarakan? Tuhan itu-"
"Harta!" teriak Cemani membuat Harta tak sempat menyelesaikan omongannya. Dia lalu menggeleng kecil meminta Harta tak mengungkit perkara tentang Tuhan. "Bukannya lebih baik kita membahas strategi untuk Misi Kalpataru ketimbang membahas konsep ketuhanan, ya?"
Harta menundukkan kepala, takluk sekaligus takut pada aura yang Cemani pancarkan khusus kepadanya. Untuk mengurangi ketegangan, dia lalu berujar. "Jadi kita akan melaksanakan Misi Kalpataru dengan strategi yang Yudhistira utarakan? Bukannya terlalu beresiko ya kalau menantang sistem di Akhirat."
"Tapi setidaknya itu patut dicoba. Setiap pencapaian membutuhkan pengorbanan." Cemani duduk satu kursi di samping Yudhis sambil berkata. "Dan kalaupun kita gagal, setidaknya kamu sudah berada di Surga sehingga tidak perlu lagi melanjutkan hukuman di Neraka terkutuk ini."
Yudhis menatap manik mata Cemani dengan sungguh-sungguh. "Kamu yakin aku bisa?"
"Aku yakin bisa. Ada aku dan Harta akan membantumu. Gagasan tentang Benih Hidup yang mengikuti manusia sampai kapanpun itu memberiku sebuah ide tentang cara mengirimmu ke Surga Parijata tempat Pohon Kalpataru berada."
"Eh, benarkah? Secepat itu? Otakmu tokcer juga, Cemani!"
"Kamu pikir aku ini bodoh atau apa?"
Yudhis terkekeh mendengar balasan Cemani.
"Tapi sebelumnya, kita butuh bantuan satu orang lagi."
"Eh, benarkah?"
Cemani tersenyum kecil. Pandangannya dilemparkan pada rak berisi tumpukan sutra. Pada seseorang yang bersembunyi dibalik keruwetan lemari rak itu, dia berkata. "Kamu, yang sembunyi di sana, sudah bisa keluar sekarang!"
*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top