33. Di mana Seruni?

Yudhis sangat bahagia.

Tiga kata itu cukup untuk melafalkan apa yang sedang Yudhis rasakan. Hatinya membuncah penuh asa. Bagian jiwanya yang seperti anak kecil dimanjakan dengan semua barang di hadapannya. Kalau boleh, dia ingin berteriak karena suka cita. Namun untuk sekarang dia puaskan hanya dengan senyum terkembang seperti tak pernah mengenal siksa Neraka saja.

"Wah! Ini kan chapter terakhir Doraemon! Hebat! Padahal pengarangnya keburu berpisah sebelum sempat menamatkannya! Lalu lalu lalu... ini juga ada manuskrip asli Supersemar, perjanjian Linggajati, bahkan naskah proklamasi. Wah, hebat! Bahkan batu celup Ponari yang tersohor itu juga ada!" teriak Yudhis penuh kegirangan.

Kini Yudhis berdiri petentengan, tangannya berkacak pinggang. Dia tak menghiraukan lintah yang menggigit di sekujur tubuh. Semua yang ada di hadapannya adalah harta yang tak ternilai harganya. Andai benda ini dibawa ke Dunia Makhluk Hidup, sudah yakin laku keras di pasar gelap. Bagusnya lagi, apa yang Yudhis sebutkan hanya sebagian kecil dari tumpukan harta di Neraka Edelweis.

"Kalau begini mana sempat mencari Edelweis yang hanya tumbuh 1000 sehari itu!" ucap Yudhis sambil membaca kelanjutan komik tahun 1976 berjudul Topeng Kaca buatan Suzue Miuchi. Dia sudah tidak lagi peduli pada siapa yang akan tampil sebagai Bidadari Merah, cukup baginya untuk tahu siapa yang akan jadi pasangan Maya Kitajima.

Yudhis terlarut dalam imaji. Khayalannya melambung tinggi pada konflik picisan yang Topeng Kaca tawarkan. Hanya konflik cinta segiempat sekelas sinetron yang meski sangat klise, entah kenapa Yudhis begitu terpikat. Mungkin memang sedari awal Yudhis menyukai hal-hal yang sederhana. Baik hobi atau cinta. Karena bagaimanapun, dari segi wajah Jesvari kalah jauh dengan Meriyati. Menang di Meriyati, sebagai catatan.

"Aaaaaahhh." ucap Yudhis merasa kosong setelah menamatkan membaca Topeng Kaca.

Dia menengadah menatap langit Neraka Edelweis yang memutih gading. Dirinya terasa hampa setelah hampir sejam membaca 10 chapter terakhir Topeng Kaca. Dulu, sempat putus asa saat tahu Topeng Kaca juga hiatus di tahun 2008. Malah justru menemukan naskah lanjutannya di Neraka. Penantiannya selama beberapa tahun terbayar sudah. Penasaran yang sempat redup saat tahu Topeng Kaca hiatus selama puluhan tahun sirna juga. Ibarat senggama, Yudhis mengalami orgasme maha dahsyat.

Bahagia pada kesederhanaan adalah kebahagian paling istimewa.

*

Tahta membetulkan rambutnya yang berpijar agar tak menghalangi pandangan. Berapa kalipun ia membaca Buku Catatan Amal Baik dan Amal Buruk milik Yudhistira Sanshuta, yang ia temukan hanya gamang yang semakin bertambah.

Pertama, meski dituliskan alasan kematian Yudhis adalah kecelakaan bus yang ditumpanginya, tak ada yang menyebutkan malaikat mana yang mencabut arwahnya. Ini adalah sebuah mandatori untuk mencatat malaikat mana yang mencabut arwah siapa. Bagian ini dipakai untuk mencocokkan fakta kematian setiap arwah manusia. Dan sebab tak ada malaikat yang namanya tertulis di sini, Tahta jadi tak bisa menginvestigasi kematian Yudhis lebih lanjut.

Kedua, bagian catatan kematian Yudhis terlihat penuh rekaan. Hanya dituliskan mati karena kecelakaan tanpa ada tautan dengan catatan kematian milik orang lain. Berkali-kali Tahta meminta Hakim Jalaran untuk memberikan berkas kematian yang namanya tercatat sebagai sesama penumpang bus, namun sebanyak itu pula Jalaran menolak. Tak peduli bagaimana Tahta merengek minta diberikan berkas, Jalaran bersikukuh pada pendiriannya untuk menolak permintaan Tahta. Ditolak sedemikian rupa tak cukup bagi Tahta untuk menyerahkan serahnya.Seperti yang diharapkan dari Raja Neraka Cendana tempat dosa tamak mendapatkan hukuman.

Ketiga, soal Biji Kehidupan yang dimiliki Yudhis. Pertama kali Tahta melihatnya saat persidangan, ada semburat yang berpendar dari retakan biji tersebut. Setelah ratusan kali Tahta merengek hingga menangis kejur, barulah Jalaran mengizinkannya memasuki Mimbar Batas Neraka tempat Biji Kehidupan milik Yudhis disimpan. Tahta cermati benar-benar, hingga akhirnya dia tersadar jika itu bukan semburat, melainkan Biji Kehidupan milik Yudhis terlapisi sesuatu yang membuat pendarnya tertahan. Terlihat seperti biji tersebut dicat warna hitam, namun ada retak yang membuat cahaya masih bisa melantas.

Keempat, semua hal tentang pernikahannya dengan Seruni.

"Jadi, kurang lebih seperti itu kondisi Yudhis saat ini." terang Tahta.

Lawan bicara Tahta adalah gadis berambut bob seatas bahu, warnanya sehitam langit Neraka Menik sebelum subuh bisa terbit. Gadis dengan nuansa hitam yang paling ditakuti setan manapun ini duduk manis di salah satu kursi bersandaran tinggi. Ada seringai yang terukir di raut mukanya. Seringai yang akhir-akhir ini semakin lekat karena semua rencananya sedikit demi sedikit semakin berhasil.

"Hei, Cemani. Kamu dengar kan apa yang baru saja aku bilang?" ucap Tahta mulai menampakkan kesal. "Kamu tidak sedang melamun saat aku menjelaskan panjang lebar, kan? Iya, kan? Kalau sampai bukan, awas kamu ya!"

"Iya, Tahta. Aku dengar, kok." jawab Cemani dengan bibir tersimpul.

"Maka dari itu, Cemani, kamu ada ide untuk memecahkan kasus ini? Tidak ada catatan malaikat yang mencabut nyawa Yudhis maupun orang yang mati bersamaan dengan Yudhis di kecelakaan bus. Hanya Seruni, istri Yudhis, yang bisa kita tanyakan. Meski kita tidak tahu juga dimana gerangan dia berada."

Cemani memejamkan matanya terlihat berpikir keras. "Hei, Tahta, kenapa kamu sangat terobsesi dengan Yudhistira? Maksudku, dia hanya satu dari biliunan pendosa lainnya bukan?"

Tahta menghentikan gerakannya membolak-balik Catatan Amal Baik dan Buruk Yudhistira Sanshuta, lalu menatap Cemani tepat di manik mata sambil berkata. "Apa ada alasan untuk membela kebenaran?"

Cemani lagi-lagi tersenyum menyeringai. Dia lalu mendekati Tahta untuk bergelayutan di punggungnya. Sambil mencubit pipi Tahta, Cemani berujar. "Ayolah, Tahta. Aku sudah berada di Neraka selama 1000 tahun lamanya. Dan selama itu pula aku paham jika tidak ada satu pun Raja maupun Ratu Neraka yang cukup baik untuk membantu orang lain dengan percuma. Kamu pasti ada maksud tertentu di baliknya, kan?"

Tahta melenguh panjang mendengar kecurigaan Cemani. "Cemani, kamu ini pintar membaca situasi ya?"

"Itu sudah jadi bakat." jawab Cemani dengan entengnya. "Jadi, kenapa kamu terobsesi dengan Yudhistira? Oh, sebentar, biar kutebak. Ada sesuatu dari Yudhistira yang membuatmu penasaran, kan?"

"Itu..."

"Atau jangan-jangan, karena kamu menemukan kesamaan watak dirimu dalam diri Yudhistira. Sehingga kamu berusaha agar Yudhistira tidak berakhir mengenaskan sepertimu."

"Cemani, menyebutkan orang lain dengan 'mengenaskan' itu tidak sopan, tahu!" timpal Tahta tak setuju. Dia lalu melanjutkan perkataannya. "Soal itu... entahlah, Cemani. Yudhis terlihat sangat angkuh dengan menentang sistem di Neraka. Aku tahu, karena pada saat umur segitu akupun sama saja. Menentang banyak hal yang tak sesuai dengan kehendak. Yudhis terlihat seperti orang yang tak mudah patah arang, namun di saat bersamaan dia juga terlalu polos dengan keadaan. Aku khawatir seseorang akan memanfaatkannya."

"Omonganmu... seakan kamu ayahnya saja, Tahta!"

"Benarkah? Ha ha ha!"

"Jadi, cuma itu?"

"Hmm, tidak juga. Aku juga penasaran sejak melihat pendar di Biji Kehidupan milik Yudhis, namun Pak Tua Jalaran malah cuek begitu saja." ucap Tahta mengelak. "Kalau menurutmu, bagimana dengan Yudhis ini?"

"Aku? Hmm, sepertinya memang ada yang ingin mengambil keuntungan dari tersasarnya Yudhistira ke Akhirat."

"Tersasar? Aku tidak pernah bilang tersasar, Cemani. Aku hanya bilang masih ada kemungkinan jika sebenarnya Yudhis masih hidup."

Cemani termakan omongannya sendiri. Sambil berusaha tetap tenang agar Tahta tak menaruh curiga, akhirnya dia terpaksa mengutarakan pikirannya. "Aku pikir alasan Yudhistira bisa berada di Akhirat karena di tersasar. Kau tahu? Dalam beberapa kasus, para pengabdi setan yang berakhir di Neraka Anthirin tak akan segan mengorbankan nyawa manusia lain untuk memenuhi kemauannya. Kalau dipikir-pikir lagi, Yudhistira terlihat seperti korban tumbal seseorang."

"Itu sebenarnya juga sudah terpikirkan olehku, Cemani. Hanya saja, bukankah aneh kalau statusnya sebagai korban tidak tercatat di Catatan Amal? Ini bukan pertama kalinya manusia diseret ke Akhirat karena menjadi korban tumbal. Biasanya, kalau ada yang seperti ini Pak Tua Jalaran akan mengembalikan status hidup manusia tersebut dan dikembalikan ke asalnya di Dunia Makhluk Hidup. Setelah beberapa ingatannya dihapus, tentu saja."

"Kamu benar, Tahta. Jadi, apa yang ada di pikiranmu sekarang?"

Tahta memejamkan mata terlihat berpikir keras. Dia merasa tak terlalu yakin dengan deduksinya. "Kupikir, Pak Tua Jalaran ada maksud tidak baik dengan menutup-nutupi status korban tumbal milik Yudhis. Mungkin ini terlihat sepele, hanya satu dari biliunan pendosa lain. Tapi, aku merasa akan ada sesuatu yang besar disebabkan oleh kasus ini."

"Terus, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?"

"Aku masih gamang, Cemani. Jadi untuk sekarang aku ingin mengulik informasi lebih dulu." jawab Tahta. Dia lalu memandangi Cemani. "Cemani, kamu ini kan Ratu Neraka Anthirin, apa ada sesuatu yang bisa dipakai untuk menghubungi manusia pemilik kontrak dengan setan?"

"Itu harus dilakukan oleh Ratu Setan, Tahta. Hanya dia yang tahu seluk beluk semua hal tentang setan. Aku hanya Ratu Neraka Anthirin, tak punya kuasa atas para setan, hanya atas para pendosa yang berada di dalamnya."

Tahta melenguh lebih keras. "Ah, andai saja Ratu Setan tidak hengkang dari Akhirat pada 1000 tahun yang lalu."

"Ratu Setan punya alasannya sendiri untuk pergi, Tahta."

"Iya, sih." jawab Tahta setuju. Dia lalu berpikir keras sambil berucap. "Eh, Cemani, kamu tahu cara mencari Seruni? Dari dia kita bisa tahu siapa dalang di balik semua kekacauan ini."

"Tidak ada cara lain selain mencarinya secara manual ke seluruh Panggenan Neraka, Tahta."

"Iya juga, sih."

Cemani lalu merangkak memanjat punggung Tahta. Dia lalu berjongkok di atas kepala Tahta seperti ayam sedang bertengger. "Omong-omong, sudah di mana saja kamu mencari Seruni?"

"Aku sudah mencarinya di empat Panggenan Neraka. Neraka Cendana milikku, Neraka Krisan saat kita ke sana beberapa saat yang lalu, Neraka Larat dengan bantuan dari Meredith, juga Neraka Honje dengan bantuan Priya Megana. Panggenan Neraka yang belum kucari adalah Neraka Menik milik Amok, Neraka Padma milik Raksawilis, dan juga Neraka Edelweis milik Harta."

"Seruni tidak ada di Neraka Menik. Saat menemui Yudhis beberapa saat yang lalu, aku mampir ke Panggenan Neraka Menik dan dia tidak ada di sana."

"Oh, kalau begitu tinggal Neraka Padma dan Neraka Edelweis."

"Kalau Cuma dua itu, kenapa tidak kita sendiri yang mencarinya? Meski teritori Neraka adalah isu sensitif, aku yakin jika Raja dan Ratu seperti kita akan lebih mudah mencari Seruni jika langsung datang ke tempatnya."

"Hmm, kamu benar juga sih. Kalau begitu biar aku pergi ke Neraka..."

"Padma!" teriak Cemani memotong perkataan Tahta. "Kamu pergi ke Neraka Padma saja, Tahta. Biar aku yang pergi ke Neraka Edelweis."

*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top