25. Jalur Anggrek
Yudhis merapikan rambut yang menutupi dahinya. Diselipkan ke belakang telinga agar tak keluar-keluar. 160 hari hukuman di Neraka Menik membuat rambutnya tumbuh cukup panjang untuk dikucir di bagian belakangnya. Yudhis jadi terlihat sangat berbeda apalagi dengan penampilan kulit-kusam-pucat-hanya-tulang-dibungkus-kulit miliknya. Siksaan di Neraka Menik sangat maha brutal. Yudhis jadi mengira, tubuh ringkih Jesvari seperti itu karena dia baru saja dari Neraka Menik sebelum melanjutkan ke Neraka Krisan.
Dua berhasil dilewati, lima masih menanti.
Saat ini Yudhis ada di gerbang depan Neraka Larat tempat dosa malas mendapatkan hukuman. Yudhis belum sampai di bagian utama Neraka Larat, tapi dia bisa menduga jika di sana akan penuh dengan salju. Itu terlihat dari hamparan salju tebal meski dia masih ada di bagian gerbang. Entah karena tubuhnya tak lagi punya daging yang kentara atau memang angin yang berhembus sangat kencang, tubuh Yudhis bergeser mengikuti hembusan angin yang menerpa. Dia limbung juga. Kalau bukan karena salah satu setan petugas yang menahannya, sudah pasti dia jatuh terperosok di atas permukaan salju.
"Hati-hati." ucap setan penjaga tersebut mengingatkan.
Untuk pertama kalinya sejak Yudhis berada di Neraka, seorang penjaga memberikan senyum kepadanya. Bukan senyum menyeringai seperti yang biasa para setan petugas dari Neraka Menik sunggingkan ke wajah jelek mereka. Melainkan senyum tulus seperti ibu-ibu pedesaan saat berada di angkutan kota. Senyum yang membuat kangen rumah.
Yudhis jadi was-was dengan plot twist yang Neraka Larat tawarkan.
Neraka Larat memiliki sistem yang paling baik dari Neraka lainnya. Pendosa yang baru memasuki Neraka Larat mendapatkan arahan dari para setan petugas. Yudhis dan beberapa pendosa lain yang berjumlah sekitar 20-an dikumpulkan jadi satu di sebuah pendopo berbentuk heksagonal. Tidak ada dinding, semua langsung berbatasan langsung dengan hamparan salju membentang. Tratagnya dari anyaman daun yang penuh timbunan salju.
Salah seorang petugas lalu mempersilakan para pendosa untuk duduk bersila di pendopo. Kemudian salah seorang setan yang terlihat masih muda berdiri di hadapan mereka semua. Apa yang mereka lakukan saat ini mengingatkan Yudhis pada suasana kelas terbuka di zaman awal-awal kemerdekaan.
"Selamat pagi, teman-teman." ucap setan tersebut formal. Yudhis masih tak dapat mencerna akan ke mana arah pembicaraan. "Terima kasih atas waktu yang telah diberikan sehingga pada hari yang cerah ini kita dapat berkumpul di Pendopo Gerbang Neraka Larat tanpa aral suatu melintang."
Oi oi oi, badai salju seperti kau sebut suasana cerah? Lalu apa pula maksud 'aral suatu melintang', seharusnya 'suatu aral melintang'! Hanya itu yang dapat diteriakkan batin Yudhis.
"Pada kesempatan kali ini, saya akan menjelaskan sejarah berdirinya Neraka Larat berikut para tokoh yang berperan penting dalam kemajuan sistem di Neraka Larat." ucap setan tersebut tanpa merasa bersalah.
Nyaris genap tiga jam sejak setan penjaga tersebut menjelaskan sejarah pertama kali Neraka Larat diciptakan, bapak pendirinya, sistem-sistem yang pernah dipakai dalam menyiksa pendosanya, bahkan statistik lengkap Neraka Larat setiap bulannya.
Yudhis dan para pendosa lain mati bosan, dalam arti yang kiasan. 20 pendosa yang semula duduk agak renggang akhirnya duduk saling berhimpitan menjadi satu di tengah. Hal itu karena badai salju membuat hawa dingin yang menusuk ke tulang. Dinginnya membuat ngilu, terutama untuk para pendosa pria yang hanya memakai jarit untuk menutup bagian pinggang hingga ke lutut. Yudhis bahkan tak lagi dapat merasakan punggungnya. Maka dari itulah, peduli setan jika dia harus malu karena memeluk pinggang pria di depannya. Semakin banyak skinship lebih baik karena Yudhis baru saja kehilangan lemak penghangat tubuh karena siksaan bertubi-tubi di Neraka Menik.
Bahkan dengan kondisi yang seperti itu, setan di atas mimbar masih mengoceh tak kunjung kelar. Walau kondisi tak memungkinkan, kegiatan belajar tetap dijalankan. Yudhis jadi sedikit merasa bersalah karena dulu sering malas berangkat sekolah hanya karena hujan. Melihat kondisinya saat ini, dia sedikit banyak merasa malu pada semangat belajar anak pedalaman yang mengalahkan tekadnya yang setipis pembalut wanita.
"Nah, itu semua adalah sejarah berdirinya Neraka Larat sejak 208.690 tahun yang lalu." ujar si setan sambil menutup buku kesebelasnya.
Yudhis dapat mendengar helaan napas lega karena kuliah memuakkan tersebut berakhir juga.
"Sekarang kita lanjutkan ke dinamika dan tantangan sistem Neraka Larat dalam masyarakat modern." lanjut si setan dengan binar mata yang berkilauan.
Lalu terdengar bisik-bisik yang mengaduh. Beberapa pendosa mulai mengigit lidah mereka untuk bunuh diri namun gagal, lidah mereka sekeras batu untuk bisa dihancurkan oleh gigi.
Setan penjaga yang terlihat lebih senior memberikan tanda kepada setan yang berada di mimbar untuk menghentikan kuliah umumnya. Hal ini disambut sorak sorai yang sunyi dari para pendosa yang giginya gemerutuk kedinginan. Bahkan ada seorang pendosa yang mengalirkan air mata kebahagiaan karena penderitaannya berakhir juga.
Setan di mimbar sedikit kecewa. Dia terlihat masih punya banyak materi yang belum disampaikan. Biar begitu, dilakoni juga permintaan dari si senior. Yudhis melihatnya seperti setan magang yang belum lama bekerja di Neraka Larat.
"Kalau begitu, sekarang akan saya jelaskan sistem hukuman yang ada di Neraka Larat. Sistem hukuman di Neraka Larat pertama kali diperkenalkan oleh..." suara si setan tercekat oleh deheman setan senior di belakang. Dia lalu melanjutkan. "Saat ini, sistem hukuman di Neraka Larat mengharuskan pendosa untuk berlari di jalur anggrek yang telah disediakan. Satu putaran setara dengan satu hari hukuman. Satu putaran memiliki jalur sepanjang 1000 km."
Ada riuh tertahan saat 1000 km diucapkan.
"Biarpun begitu, di sepanjang jalur anggrek terdapat..." belum selesai si setan menjelaskan, setan senior menghampirinya di mimbar.
"Maaf harus dipotong sampai di sini saja karena rombongan pendosa lain keburu datang. Untuk semua yang ada di sini, sudah dipersilakan untuk menjalani hukuman di bagian dalam Neraka Larat." Setan senior tersebut lalu menunjuk setan yang sedari tadi berdiri di tepian. "Mas Isnain nanti akan menunjukkan arahnya. Kalian tinggal ikuti dia. Mas Isnain, tolong diarahkan ya teman-teman di sini."
Mas Isnain memberikan tanda OK dengan tangannya.
"Kalau begitu, silakan bubar."
Meskipun begitu, tak satupun yang bergerak setelah setan senior memerintahkan. Badan Yudhis dan teman-temannya membeku dan saling berpagut sehingga sulit untuk digerakkan. Praktis, mereka seperti bakso ikan yang terlalu lama berada di freezer sehingga sulit untuk dipisahkan satu-satu. Setan senior yang terlihat sudah profesional menangani hal semacam ini lalu unjuk bicara. "Dalam hitungan 10 kalau kalian masih duduk malas-malasan di sana, saya dan teman-teman akan mengencingi kalian. 10..."
Terdengar bunyi keretek saat semua orang berusaha menggerakan otot mereka.
"9."
Masih tak satupun yang bisa lolos dari gumpalan manusia.
"8."
Tangan Yudhis berhasil terlepas dari pinggang pria di depannya.
"7."
Yudhis mendorong punggung pria di depannya agar selangkangan dan pahanya bisa terlepas dari bawah ketiak pria di depannya.
"6."
Yudhis berhasil keluar. Dia satu-satunya orang yang berhasil keluar.
"5, 4, 3, 2, 1, dan 0." ucap setan senior menghentikan hitungannya. Demi setan senior menyelsaikan hitungan, sebuah baskom menumpahkan air hangat ke atas pendosa yang masih berpagutan satu sama lain. Terlihat seperti ice bucket challenge, tapi ini kebalikannya. Yudhis jadi iri saat melihat teman-temannya disiram air hangat yang terasa sangat menyegarkan dengan hawa dingin di sekitar. Semuanya berteriak, tapi teriakan yang muncul bernada penuh kegirangan.
Mas Isnain mendekati Yudhis sambil berkata, "Kalau kamu tidak seulet itu untuk berusaha melepaskan diri, pasti kamu bisa senang-senang seperti mereka."
Yudhis sedikit paham dengan sistem tersirat di Neraka Larat. Dia menduga akan ada banyak godaan-godaan yang membuat pendosa bermalas-malasan. Yudhis tersenyum kecut. Malas adalah hal yang sangat bertentangan dengannya. Ada dalam tahap di mana malas adalah antonim dari Yudhistira. Itu sebab dia hanya mendapat 18 hari hukuman di Neraka Larat.
"Semua ikuti saya." ucap Mas Isnain memandu rombongan. Air hangat yang masih menguap dari tubuh mereka membuat semangat pecah. Mereka seperti rombongan anak TK yang penuh semangat mengikuti pemandu tur saat mengunjungi kebun binatang.
Dan benar saja, Mas Isnain berkelakuan seperti pemandu tur menjelaskan semua hal di Neraka Larat. Setan pria yang berpenampilan persis tipikal takmir masjid itu sama sekali tak menjelaskan jalur anggrek. Dia malah menjelaskan semua fasilitas yang dimiliki Neraka Larat. Mulai dari kamar mandi berderet banyak setiap 500 m di sepanjang lintasan, makanan gratis di berbagai kedai yang berserakan di sisi kiri dan kanan, juga beberapa spot beristirahat yang menawarkan pijat spa ataupun tempat membaca komik-komik dengan koleksi lengkap.
Yudhis tak akan tertipu, dia sudah berkomitmen menyelesaikan hukumannya sesuai hari yang ditentukan. Sudah banyak waktu yang ia habiskan di Neraka Menik tanpa sempat mendapatkan satu haripun remisi.
Tak cukup lama sampai rombongan sampai di jalur anggrek. Jalur anggrek adalah lintasan lari dengan lebar 300 m an jalur melingkar sepanjang 1000 km. Tidak ada yang terlalu membedakan jalur anggrek dengan lintasan lari biasanya, kecuali milyaran anggrek yang tumbuh di jalur lintasan. Itu bukan tipikal anggrek warna-warni dengan kelopak yang lembut, melainkan anggrek yang terbuat dari kristal es dengan ujung kelopak yang tajam membeset.
"Selamat datang di jalur anggrek Neraka Larat. Selamat berlari untuk menyelesaikan target harian." ucap Mas Isnain yang sangat terampil mengucapkan setiap kalimatnya, melebihi kasir minimarket. Yudhis menduga Mas Isnain adalah tipe setan yang akan menggunakan belasan emoji dalam setiap percakapan.
Hilang sudah euforia tamasya yang sebelumnya mengudara di sekitar rombongan pendosa. Mata mereka nanar, lupa jika bagaimanapun yang terjadi mereka masih berada di Neraka tempat penyiksaan terdahsyat. Yudhis satu-satunya yang berjalan mendekati lintasan. Dia berusaha menginjakkan kaki ke atas kristal anggrek. Belum juga telapak kaki Yudhis menempel benar di jalur anggrek, tapi tahu-tahu kulitnya terbeset hingga mengucurkan darah. Pendosa lain yang melihatnya ngilu juga.
"Hoi, anak baru!" teriak seseorang dari seberang jalur lintasan. Badai salju membuatnya tidak terlalu jelas dipandang mata. "Kalian nggak perlu nyelesain target harian. Mending santai saja di sini bareng kita-kita."
Saat badai mulai reda, tersingkap pemandangan yang tak seharusnya ada di Neraka. Puluhan kios berderet penuh dengan makanan hangat. Para pendosa duduk-duduk di sana melupakan target harian 1000 km untuk sehari hukuman. Para pendosa yang melihat pemandangan surgawi tersebut menyerah juga. Mereka mati-matian menyebarangi 300 m lebar jalur anggrek demi menuju surga di seberang.
Yudhis pun turut menyeberang, menuju tempat untuk spa.
*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top