21. Ayam Hitam dari Neraka Anthirin

"Bukannya itu terlalu berlebihan, ya?" ucap salah seorang pendosa mengomentari penyiksaan yang diberikan kepada Yudhis.

"Iya juga sih." jawab pendosa lain setuju.

Keduanya lalu memandangi Amok yang masih saja mecabik-cabik mayat Yudhis meski ia sudah mati. Mereka berdua berada 100 m dari tempat Yudhis sehingga bisa dengan jelas melihat penyiksaan sejak pertama kali. Meskipun sesama pendosa yang sedang menjalani hukuman brutal dari para setan di Neraka Menik, melihat Yudhis disiksa langsung oleh Amok membuat mereka iba juga.

"Untuk ukuran Neraka Menik sekalipun, kupikir Tuan Amok terlalu berlebihan."

"Punya dendam kali." timpal pendosa yang lain terkikik. Padahal, mereka tidak berada dalam kondisi yang tepat untuk mengaduhi pendosa lain. Saat ini mereka berdua terduduk bersandar pada salah satu batu dengan bagian tubuh yang setengah remuk. Para setan biasanya menunggu tubuh para pendosa kembali utuh sebelum melanjutkan penyiksaan.

"Hush! Nanti kalau ketahuan bisa gawat tahu!" jawab pendosa pertama setengah bercanda.

Dan mereka ketahuan. Salah satu setan yang berada di belakang keduanya mendengar bisik-bisik tersebut. Merasa keduanya memandang rendah Amok Sendahuta, setan lalu mencengkeram kepala pendosa di masing-masing telapak tangan. Lalu dengan sekali hentak menghancurkan tengkorak kepala hingga berkeping-keping.

Terkadang setan juga terus mengiksa pendosa meski mereka dalam kondisi penyembuhan.

*

Yudhis membuka matanya enggan. Kelopak matanya terasa berat seperti kantuk yang tertimbun dari lembur, lembur, dan lembur. Hawa panas bebatuan tempat Yudhis tengkurap terasa hangat sehingga Yudhis ingin melanjutkan tidur siangnya. Tidur tengkurap menghadap bebatuan ditempa sinar hangat, sembari bagian-bagian tubuhnya berkumpul sedia kala.

Saat ini kepala, leher, bahu, setengah lengan kanan, dan dada sudah terkumpul di bagian tubuh utama. Entah sudah berapa lama Yudhis mati dan menjadi mayat. Satu hal yang diingat Yudhis adalah langit Neraka Menik tak juga meredup sejak pertama.

Jika Neraka Krisan begitu kelam dengan warna monokrom pada pasir putih, tengkorak abu-abu, dan langit yang kelabu; maka Neraka Menik adalah kebalikannya. Warna-warna yang ada di Neraka Menik sangat menantang. Permukaan tanahnya terbuat dari tumpukan batu-batu besar berwarna jingga yang menyala. Ada beberapa batu yang merah maupun kekuning-kuningan, namun batu jingga sangat dominan. Sejauh mata memandang hanya ada tumpukan batu jingga yang bergradasi ke merah maupun kekuningan. Tidak ada vegetasi apapun di Neraka Menik. Dibuat demikian agar tak ada bayangan yang dicuri pakai para pendosa untuk berteduh. Langit Neraka Krisan memang sangat menyilaukan. Menengadahkan kepala pada ribuan matahari yang melayang seperti lampion sudah pasti diganjar dengan buta.

Jadilah Yudhis kembali tidur sembari menempelkan pipinya pada batu yang hangat.

Belum sempat Yudhis memejamkan mata, tiba-tiba terasa hawa dingin yang diikuti dengan dada sesak tertindih. Bukan, bukan sensasi aneh saat setan yang menyaru hantu mampir. Tapi itu adalah Cemani yang menduduki tubuh Yudhis. Dia duduk bersedeku di atas punggung Yudhis yang sudah sembuh setengah bagian. Dia membawa beberapa setan dari Panggenan Neraka Larat untuk mengipasinya guna menangkal hawa dingin.

"Bah! Aku enggak ngerti dengan Amok yang mau-maunya tinggal di Neraka sepanas ini." ujar cemani sembari sebelah tangannya mengipasi lehernya.

Yudhis ingin menimpali perkataan Cemani, namun sepertinya Amok mencabut lidahnya lalu dilemparkan jauh-jauh sehingga sampai sekarang lidahnya masih belum terbentuk. Dia lalu mengetukkan deretan gigi bagian atas dan bawah secara berirama. Membentuk suara yang dengan jeda yang pendek dan panjang. Yudhis membuat morse dengan ketukan giginya.

"M-E-R-I-Y-A-M-I? Oh! Maksudmu Meriyati?" ujar Cemani meminta klarifikasi.

Yudhis menganggukkan kepala dua kali.

"Well, sebenarnya setelah itu Tahta memarahi Meriyati habis-habisan. Tapi itu tadi, Tahta hanya dapat memarahi Meriyati saja. Para pendosa Neraka Krisan yang semula disekap sudah dientaskan dari sana. Sebelumnya aku dan Tahta sepakat hanya akan mengurus permasalahan ini berdua saja. Jadi, kupikir Tahta tidak akan mempermasalahkannya lebih lanjut. Juga, setelah itu Meriyati dilarang menggunakan teknik pemberian nama kepada manusia karena itu merupakan salah satu dosa yang tidak terampuni. Bahkan Meriyati sekalipun tidak terlepas dari teror dijebloskan ke dalam Neraka terdalam, Neraka Anthirin." ujar Cemani panjang lebar tak khawatir setan dari Neraka Larat di sampingnya mencuri dengar.

Yudhis kembali mengetukkan giginya.

"Huh? Mandala? Oh! Maksudmu soal mandala yang Meriyati berikan sebelum kamu sempat bertemu Jesvari? Maaf, kupikir kamu menanyakan soal Maxim dan rekan-rekannya." ujar Cemani meminta maaf tanpa benar-benar terlihat merasa bersalah. Dia lalu melanjutkan. "Sudah kubilang, kan? Tahta memarahinya habis-habisan. Tapi itu tadi, Tahta hanya dapat sebatas memarahinya karena pada dasarnya Meriyati tidak melakukan kesalahan apapun. Dilihat dari manapun juga dia hanyalah merajahkan mandala ke pendosa yang sudah selesai masa hukumannya di Neraka Krisan."

Yudhis terdiam pertanda kesetujuannya dengan pernyataan Cemani. Dia kemudian berusaha memejamkan mata, melanjutkan rencana tidur siangnya yang sempat tertunda. Hanya saja, beban yang Cemani beratkan pada punggung Yudhis membuatnya sulit untuk relaks barang sejenak. Jadilah diketukkan giginya meminta Cemani pergi dari punggungnya.

"Oi oi oi, Yudhistira." ujar Cemani menirukan gaya bicara Yudhis. "Kalau aku tidak ada di atas punggungmu, para setan tidak akan berbelas kasihan menunggumu sembuh sampai penyiksaan selanjutnya. Ini di Neraka, jangan mengharapkan yang berlebihan."

"Tapi kalau kamu memijit tengkukku sambil duduk-duduk di punggung, kupikir itu cukup disebut dengan nikmat." timpal Yudhis yang sudah mendapatkan lidah dan batang tenggorokannya.

"Sudah bisa ngomong?"

"Sudah."

"Padahal lebih ganteng kalau bisu."

"Ugh."

Yudhis masih belum beranjak dari tempatnya berbaring. Meski bagian pinggang ke bawah sajalah yang masih belum kembali ke bentuk semula, dia masih ingin bermalas-malasan di atas hangatnya bebatuan Neraka Menik. Sebelum para setan melanjutkan kebrutalan mereka, tentu saja.

"Cemani, kenapa para setan tidak menghukumku saat aku ada di bawahmu?" ucap Yudhis penuh dengan tanda tanya.

"Memang kamu pikir aku ini siapa?"

"Ah, maaf." Yudhis hampir lupa dengan fakta bahwa Cemani adalah Ratu Neraka Anthirin, tempat pengabdi setan mendapatkan hukuman abadi. Itu adalah Neraka yang paling ditakuti. Bahkan Meriyati yang merupakan Ratu Neraka Krisan pun masih bisa dijebloskan ke Neraka Anthirin jika memang memenuhi persyaratan.

Yudhis kembali menanyakan pertanyaan. "Ehm, kalau kulihat-lihat lagi sepertinya hukuman yang diberikan padaku lebih brutal dari yang lainnya ya?"

"Maksudmu?"

"Itu lho." ucap Yudhis sambil menunjuk pendosa lain di Neraka Menik. "Mereka hanya ditusuk-tusuk, ditebas-tebas, dibakar-bakar, atau dipukul-pukul. Tak sampai, kau tahu, dicabik-cabik hingga seluruh bagian tubuh hancur mumur."

"Iya juga, Yudhistira." ucap Cemani pura-pura kaget dengan pernyataan Yudhis.

"Jadi?"

"Mungkin karena Amok punya dendam pribadi padamu, Yudhistira."

"Ha ha ha." jawab Yudhis tertawa kecil. "Itu tak mungkin. Aku bahkan belum lama mengenalnya. Di Sidang Benih Kebajikan saat dia menjadi juri sekalipun, aku tak banyak berinteraksi dengannya. Jadi, kupikir tak mungkin sampai menaruh dendam."

"Yudhisitra, yang namanya dendam tidak mesti dari orang yang dikenal. Ada juga orang yang dendam tidak pada orang secara personal, tapi pada status atau hal-hal lain yang membuat beda. Terlalu rumit, ya? Mungkin lebih tepat menyebutnya dendam karena persaudaraan." ujar Cemani membuat kesimpulan.

"Tapi aku tidak terikat persaudaraan dengan Amok." ujar Yudhis menukas.

"Memang kamu bukan, tapi Tahta iya."

"Tahta?"

"Ya! Tahta. Dia adalah adik kandung Amok Sendashuta." terang Cemani memperjelas. "Dari namanya juga kelihatan, kan? Tahta Ashuta anak dari Ashoka dan Amok Sendashuta anak dari Sendari. Ashoka dan Sendari adalah pasangan suami istri. Jadi, Tahta dan Amok adalah kakak adik."

"No shit!"

"Serius, Yudhistira. Kapan sih aku pernah bohong kepadamu? Bahkan, Tahta sendiri sudah mengakuinya kepadaku. Meskipun begini-begini, aku cukup pintar mengulik informasi." ucap Cemani merasa di awang-awang.

"Tapi... kalau memang Amok punya dendam dengan Tahta, kenapa pula dilampiaskan kepadaku?" ujar Yudhis tak habis pikir.

"Itu karena Tahta menaruh hati padamu."

"Cemani, bisakah kau tak membuatnya terdengar ambigu?"

"Ha ha ha. Maaf. Maaf. Maksudku adalah Amok dendam kepadamu karena kamu adalah anak kesayangan Tahta. Kau tahu? Dulu-dulu sekali Ashoka dan Sendari memiliki satu pedang yang mempunyai setengah kekuatan penghancur alam semesta. Dan satu-satunya pedang itu diberikan kepada Tahta, tanpa berpikir bagaimana perasaan Amok yang tidak mendapatkan apa-apa. Cerita seperti ini sering menjadi latar belakang munculnya tokoh antagonis, kan?" ucap Cemani mengakiri penjelasannya dengan kuis.

"Jadi, maksudmu Amok adalah antagonis dimana Tahta adalah lakon utamanya?"

"Bisa dibilang seperti itu, Yudhistira."

Yudhis menghela napasnya panjang nan berat. Dia berusaha bangkit dari posisinya tengkurap, namun Cemani memberinya tekanan sehingga dia tak dapat terlepas dari tindihannya. Yudhis kembali tidur tengkurap dengan Cemani yang santai-santai duduk di atas tubuhnya. Sementara itu, salah satu setan yang semula mengipasi Cemani beranjak dari posisinya untuk menutup pantat Yudhis dengan kain. Dalam tahap ini, hanya bagian betis milik Yudhis yang belum sembuh benar.

"Aku menghargai usaha Tahta yang ingin menyelamatkanku dari berbagai hal. Hanya saja..." Yudhis memotong perkataannya, tak begitu yakin dengan ucapannya. "... setelah kupikir-pikir kembali, semua hal terasa semakin runyam saat Tahta mulai ikut campur."

Kali ini Cemani tak menanggapi perkataan Yudhis. Dia hanya mengedarkan pandangannya pada hamparan batu jingga sepanjang mata. Lalu duduk bersedeku masih tak beranjak dari punggung Yudhis.

"Saat Tahta memberiku remisi 103 hari, itu membuat hubunganku dan Jesvari menjadi buruk lalu berakhir dengan sedih. Aku seharusnya tak mengatakan ini tapi, sebenarnya pada saat itu aku juga sedang membuat kesepakatan yang cukup penting dengan Meriyati. Praktis, kesepakatanku dengan Meriyati pun batal. Mungkin itu yang jadi sebab Meriyati bertindak terlalu jauh dengan menyekapku di Keraton Neraka Krisan." ucap Yudhis panjang lebar. Dia pun lalu melanjutkan. "Belum soal Amok yang jadi menaruh dendam padaku. Kalau terus begini, 160 hari hukumanku di Neraka Menik akan semakin sulit."

Yudhis terdiam sejenak.

"Andai kata aku adalah lakon sebuah cerita, maka Tahtalah yang berperan sebagai antagonisnya." ucap Yudhis menyelesaikan penjelasannya.

*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top