20. Matahari Sejengkal

Yudhis termangu di gerbang depan Neraka Menik.

Sebenarnya dia belum benar-benar tersadar saat Meriyati mengirimnya ke Neraka Menik secara tiba-tiba. Dia masih dengan euforia akan kesempatan untuk bertemu dengan Jesvari sekali lagi. Pikirannya masih di awang-awang, seakan sedang dilambungkan tinggi-tinggi ke angkasa raya untuk kemudian dibanting dengan keras ke permukaan.

Yudhis lalu berjalan menuju ke tepian. Pada dinding dari batu obsidian yang meneriakkan jerit penuh keputusasaan. Dia lalu menghantam dinding tersebut sekuat tenaga untuk melampiaskan amarah yang bergejolak. Dipukul berutubi-tubi pada permukaan dinding yang tak bergeming barang sesenti. Dinding obdsidian yang mengitari Neraka Menik dan Neraka-Neraka lain terbuat dari bahan yang kuat, tak elak pukulan sekuat apapun tak akan memberikan efek nyata. Malahan justru tangan Yudhis yang terluka. Lecet pada setiap bagian ruas ketiga dari keempat jarinya, menampilkan bagian putih tulang jarinya.

"BRENGSEK!!!" teriak Yudhis penuh murka.

Tak puas dengan jari yang lecet-lecet, Yudhis lalu mengambil jalan mundur beberapa langkah. Kemudian berlari cepat menendang dinding obdisidan dengan tungkak kaki sekuat tenaga. Ditendangnya dinding obsidian berkali-kali untuk meredamkan amarahnya. Sayangnya, itu tak sedikitpun membuat amarah Yudhis berkurang.

Andai Meriyati ada di hadapannya, sudah pasti akan Yudhis bunuh ratusan kali.

Yudhis masih memukuli dan menendangi dinding hitam dari batu obsidian. Dia sangat frustasi untuk menyalurkan murkanya. Menendang-nendang tak karuan sambil menjerit penuh keputusasaan. Saat itulah datang seseorang menghampirinya. Menyebutnya seseorang sedikit tidak tepat, karena pada dasarnya orang tersebut adalah setan. Dia adalah setan yang bertugas menjaga area gerbang depan Neraka Menik. Penampilannya persis seperti satir, kaki kambing dengan badan dari manusia. Hanya saja, mukanya sedikit tidak proporsional. Bagian hidung hingga dagu moncong ke depan sehingga terlihat seperti moncong anjing dengan kulir coklat manusia.

"Kau! Cepat masuk ke bagian dalam Neraka Menik!" ujar setan penjaga memerintahkan.

Yudhis balik menatap setan penjaga dengan tatapan bengis. Bermaksud mengintimidasi agar setan penjaga tak mengurusi urusannya. Yudhis sedang marah besar, itu sebab dia ingin semua orang memakluminya untuk tantrum sejenak sampai emosinya reda.

Hanya saja, ini di Neraka Menik tempat dosa murka mendapat hukuman. Tatapan bengis Yudhis tak berarti apapun bagi setan penjaga. Dia malah menganggapnya sebagai sebuah tantangan. Dia lalu mendekati Yudhis untuk kemudian mencengkeram wajahnya dengan telapak tangan selebar setir kemudi mobil. Telapak tangan setan penjaga mampu menutup seluruh permukaan wajah Yudhis, membuatnya sesak karena hidung yang dibekap.

Yudhis berusaha melakukan perlawanan. Kedua tangannya mencakar-cakar lengan setan penjaga agar ia mau menyingkirkan tangannya. Sayangnya itu sama sekali tak berhasil. Setan penjaga justru menjunjung Yudhis sambil memperkuat cengkeramannya. Sakit sekali pada bagian jempol dan telunjuk setan penjaga yang menekan kedua pelipis Yudhis kuat-kuat. Yudhis menjerit pilu tak keruan seperti tikus terlindas ban truk tronton.

Yudhis masih berharap jeritan pilunya mampu membuat setan penjaga merasa iba. Yudhis terlalu banyak berharap. Setan penjaga tak meluruhkan cengkeramannya, malah semakin kuat menekan tengkorak kepalanya. Yudhis sangat menderita, seperti angsa yang dipermainkan dengan dicekik lehernya selama berjam-jam. Kalau sudah begini, Yudhis ingin mati saja.

Permohonan doanya terkabul. Dengan sekali tekanan, cengkeraman setan penjaga menjadi lebih kuat hingga mampu memecahkan kepala Yudhis. Tengkorak kepalanya hancur membuat otak, mata, organ pendengaran, dan rahang bagian atasnya berhamburan tak menentu arah. Bayangkan sebuah telur ayam yang diremas dengan kuat hingga pecah, kurang lebih seperti itulah kondisi kepala Yudhis saat ini.

Setan penjaga lalu mengibaskan tangannya yang terkena noda darah. Lalu diangkatnya mayat Yudhis pada bagian betis kiri. Dengan dua kali ayunan, setan penjaga melemparkan mayat Yudhis yang tak berkepala melambung ke langit Neraka Menik. Dia melemparkannya ke bagian dalam Neraka Menik untuk menjalani 160 hari hukuman.

*

Yudhis bangun dengan terkesiap. Kepalanya terasa ngilu seakan ribuan jarum ditusukkan dari segala arah. Terasa sangat perih tapi bukan perih seperti tersayat silet, melainkah perih seakan ada bagian tubuh berbentuk spons terbuat dari urat saraf yang diremas berkali-kali. Untuk beberapa saat, Yudhis linglung dengan kesadarannya.

Saat kesadarannya mulai pulih, Yudhis mulai memperhatikan sekitar. Seperti Neraka Krisan, Neraka Menik juga berbentuk area luas membentang beralaskan bebatuan yang besar-besar. Begitu luasnya hingga dinding obsidian yang menjadi batas antar Neraka tak kelihatan dari tempat Yudhis berdiri. Hal yang membedakan adalah permukaan bebatuan di Neraka Menik berwarna jingga menyala seperti jamur pada oncom. Selain itu, Neraka Menik juga terasa sangat panas. Peluh mengucur deras dari seluruh pori-pori kulit. Saat Yudhis berusaha melihat langit Neraka Menik, kornea matanya terbakar tak kuasa menahan sinar yang menyilaukan.

"Bajingan!" teriak Yudhis sambil menutup mata dengan telapak tangan. Pandangannya kabur, namun masih beruntung tak sampai buta.

Yudhis tak kuasa menengadahkan kepalanya ke langit Neraka Menik karena di sana menggantung matahari sebesar bola takraw. Biar sebesar takraw, panasnya setara matahari di Dunia Makhluk Hidup. Ribuan matahari melayang-layang di langit seperti sedang diselenggarakan festival lampion. Hal ini membuat udara di Neraka Menik sangat panas. Yudhis dapat merasakan cairan yang ada di tubuhnya menguap. Bahkan, meski tak begitu yakin, dirasakannya darah yang mendidih membuat ia cepat naik pitam.

Yudhis terlalu sibuk menghalau hawa panas sehingga tak sadar dengan teror Neraka Menik yang sebenarnya. Dia tak memperhatikan sekitar. Tak melihat bagaimana pendosa Neraka Menik diperlakukan sangat mengerikan oleh para setan. Maka ketika seseorang berbadan kekar menjulang tinggi, setidaknya menurut Yudhis dengan matanya yang buram, dia tak merasa ketakutan.

"Ini yang namanya Yudhistira Sanshuta?" tanya si sosok kekar pada seseorang di sampingnya. Orang itu hanya menganggukkan kepalanya sopan seakan sosok kekar adalah orang yang terhormat.

"Namaku memang Yudhistira Sanshuta, tapi kalau boleh tahu kau siapa ya?" tanya Yudhis dengan polosnya.

Yudhis sedikit menyesal sudah bertanya. Andaikan ia tak menanyakan pertanyaan itu, mungkin si kekar tidak akan mencekiknya dengan sebelah tangan. Ada bunyi gemerutuk saat lehernya dicekik sekuat tekanan dengan beban 500 kg. Praktis, leher Yudhis patah dengan trakhea yang remuk tersangkuk di tenggorokan. Sudah begitu, Yudhis lalu dibanting ke atas permukaan batu. Dia menggelepar saat beberapa bagian tulang retak karena bersinggungan dengan kerasnya batu. Belum soal posisinya yang terlanjur menengadah menantang langit membuat kuatnya sinar matahari membutakan mata Yudhis.

Andai Yudhis bisa melihat dengan jelas, dia akan tahu jika sosok kekar di hadapannya adalah Amok Sendashuta, Raja Neraka Menik tempat dosa murka mendapatkan hukuman. Badannya besar dan kekar dengan tinggi 210 cm. Semua otot yang dimiliki Amok terlihat sangat liat, siap menghancurkan apapun sesuai keinginannya. Matanya dipenuhi kilatan amarah seperti banteng diusik habitatnya.

Dan sosok mengerikan ini murka kepada Yudhis tanpa ada yang tahu alasannya.

Amok mengamuk tak tahu aturan. Matanya sudah semerah saga. Dia lalu menarik kaki Yudhis dengan kasar, tak peduli pada kepala Yudhis yang terpental ke sana-sini karena tulang leher yang patah. Sebelah tangannya lalu memegang kaki yang lain. Kini kedua tangan Amok masing-masing sudah memegangi kaki Yudhis pada bagian lutut. Lalu dengan sekali gerakan, direntangkan lebar-lebar.

"Hiiikkk!!!" teriakan Yudhis tercekat karena Amok merobek selangkangannya.

Peduli dengan jarit yang tersingkap! Tak ada waktu untuk malu bagi Yudhis karena saat ini dia merasakan teror mengerikan dari Neraka Menik. Amok menarik kedua kakinya pada arah yang berlawanan. Membuat pangkal pahanya sobek seiring dengan tarikan. Lalu dengan sekali hentakan, ditariknya kuat-kuat paha sebelah kiri hingga terputus dari badan. Setelah itu, Amok membantingkan tubuh Yudhis dengan keras ke permukaan batu.

Yudhis diam tergeletak di atas batu. Matanya yang buta melelehkan air mata. Dia meringis menahan rasa sakit dari pahanya yang dirobek paksa. Amok merobek paha kiri ke atas hingga beberapa bagian pinggang sampai ke bawah ketiak. Darah merah mengucur deras bercampur dengan cairan kuning dari usus yang terurai. Bagian kulit yang terkelupas memperlihatkan daging merah segar dengan sedikit lapisan lemak berwarna putih gading. Bagian itu terasa perih dengan sensasi terbakar setara 20 kali lipat rasa sakit saat ibu melahirkan anak.

Dengan lengan kanan sebagai tumpuan, Yudhis mencoba bergerak untuk menuju posisi bersimpuh. Gerakan itu justru membuat ginjal kanannya jatuh ke atas bebatuan. Bagian itu memang sobek terekspos permukaan. Hal itu karena testis dan batang penis miliknya yang menegang sebab adrenalin ikut terbawa pada bagian paha kiri yang terputus dari badan.

Yudhis sesenggukan. Dia menahan isak agar tak sampai pecah. Ingin sekali rasanya Yudhis memohon ampunan kepada Amok untuk apapun yang membuatnya marah padanya. Namun lidahnya kelu. Berusaha mati-matian menahan sakit yang membuat otaknya seperti disengat. Maka, pada akhirnya Yudhis hanya dapat berdoa agar kondisi tak menjadi lebih buruk.

Doa Yudhis tak dikabulkan.

Andai saja mata Yudhis masih berfungsi dengan semestinya, dia akan mempersiapkan mental saat Amok menarik ginjal kanannya hingga terputus dari saluran ureter. Dia lalu menjambak rambut Yudhis untuk diangkat setinggi pinggang Amok. Lalu tanpa jeda menjejalkan ginjal tersebut ke mulut Yudhis dengan paksa. Sekali lagi, Amok membantingkan tubuh Yudhis ke bebatuan.

Yudhis tergagap, tentu saja. Ginjal sebesar kepalan tangan itu dimasukkan mulutnya. Dijejalkan dalam-dalam hingga tersangkut di tenggorokan karena ujungnya yang lancip-lancip karena remuk. Kontan saja Yudhis megap-megap karena ginjal yang dijejalkan dalam-dalam menutup saluran pernapasannya. Matanya melotot sambil bagian hitamnya berlarian tak tentu arah. Dia frustasi berat.

Yudhis berusaha mengeluarkan ginjal yang memempatkan saluran pernapasannya. Tangan kirinya mengobok-obok rongga mulut. Dia menggunakan jempol dan jari tengah untuk menarik ginjal yang tersangkut di batang tenggorokan. Sialnya, selaput yang membungkus ginjal membuat permukaannya licin dan sulit untuk diraih. Tak mau menyerah, Yudhis lalu menghadapkan kepalanya ke tanah. Dia berkumur-kumur agar bisa muntah. Asam lambungnya berhasil naik sampai tenggorokan, namun tak berhasil mengeluarkan ginjal yang menyumbat. Yudhis mecobanya lagi. Begitu terus selama berkali-kali namun tak juga berhasil. Ginjal masih tersangkut di ujung tenggorokan, membuat Yudhis mati karena tersedak.

Itu bahkan belum 2 jam dari 160 hari hukuman Yudhis di Neraka Menik.

*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top