040[ b] Puisi Cinta Membuat Gempar

"Ish, bukan! Kak Nei tidak bisa bangun sebelum jam lima. Tidurnya nyenyak banget seperti tadi malam."

Neima hanya angkat bahu. Masa iya dia harus mengulang lagi? Itu kelemahannya sejak dahulu. Beruntungnya dia bisa bangun pukul segitu, bukan jam tujuh pagi. Sejak bekerja, alarm matanya yang biasanya jam enam naik sejam menjadi pukul lima. Hanya keadaan tertentu dan biasanya keadaan mendesak yang dapat mengganggu tidurnya di tengah malam. Bisa jadi ingin buang air kecil atau dipaksa bangun oleh putrinya yang merengek minta ditemani ke kamar mandi. Hagia memang sesuatu. Kalau yang tadi malam Neima tertidur senyenyak itu, artinya Fashion tidak membangunkannya dengan cara yang benar. Menjambak rambut atau mengiris jari Neima misalnya.

"Aku mau kerja. Kalau kamu masih mau di sini, terserah." Perempuan itu menuju ke dalam rumah.

"Saya masih mau di sini. Berangkatnya kita sama-sama."

Neima memutar bola mata. Dalam hatinya mengatakan terserah. Dia berpikir kalau Fashion pasti akan pulang sendiri karena takut terlambat ke sekolah. Sekitar pukul enam empat lima, Neima mengeluarkan sepeda motor dan akan mengunci pintu rumah. Rekan kerjanya itu telah memarkir kendaraan di tempat yang sama.

Apakah dia masih di sana dan belum beranjak?

Neima memasang helm dan enggan memedulikan lelaki itu. Kemudian, helm itu terangkat dengan sendirinya.

"Woi! Kenapa kamu buka lagi, gila?" kesal perempuan itu kepada si pelaku perampasan.

"Berangkat sama saya aja. Jadi, gak perlu bawa sepeda motor. Mana kuncinya? Saya masukkan lagi motornya."

"Yon! Ini masih pagi. Jangan bikin aku marah, deh!"

"Kak, please."

"Kamu belum bersiap-siap?" Neima tersadar melihat pakaian pemuda itu masih yang tadi malam dikenakannya saat datang.

"Saya tadi beli sarapan. Nih, bubur ayam dan soto. Kakak bisa makan selama menunggu Ion."

Neima melemparkan kunci motor kepada pemuda itu, lalu membuka lagi rumah yang telah terkunci. Fashion dengan gesit mendorong kendaraan perempuan itu ke dalam rumah.

Wajah anaknya Mimi Riris menjadi semringah melihat siapa yang duduk di sebelahnya pagi itu. Dengan kecepatan tinggi, dia belah jalanan kota yang masih lengang tersebut. Hanya dalam lima menit, dia telah memarkirkan mobilnya di depan kosnya.

"Di sini sebentar, ya. Saya enggak akan lama."

"Eh!" panggil Neima saat Fashion sudah berjalan ke depan pintu rumahnya. Kepalanya menyembul melewati jendela mobil. "Tamu tak kau tawarkan masuk?" teriak Neima.

Fashion berdecak. Ia tak menghiraukan pertanyaan tersebut. Dia langsung masuk dan mengunci pintu. Fashion mandi dengan cepat dan memakai seragamnya. Ketika di kakinya telah terpasang kaus kaki, Fashion mengecek isi tas. Semuanya lengkap. Dia menyisir rambutnya yang mulai lembab kemudian memasang sepatu. Pukul tujuh kurang lima menit. Fashion mengunci pintu rumah dan masuk ke mobil. Dia membawa mobil dalam kecepatan sedang dan tiba di sekolah ketika bel tengah menggema di udara. Dalam perjalanan ia sama sekali tak bersuara. Neima juga sama karena wanita itu tengah asyik makan bubur ayam.

"Sotonya buat kamu saja." Neima memberikan plastik makanan tersebut sebelum mulai berjalan menuju kantor.

"Tolong dibawakan, ya." Fashion menutup pintu mobilnya, dan memperbaiki letak tas selempang di pundaknya.

"Pak Ion. Bu Neima," tegur pelajar yang juga baru datang. Langkah kaki mereka berjalan lebih cepat mendahului kedua gurunya. Fashion dan Neima telah membalas dengan senyuman sebelum mereka berlalu.

Mereka tidak melihat ekspresi rekan kerjanya saat mereka melangkah melewati ambang pintu ruangan. Neima meletakkan bungkusan yang dia bawa di meja Fashion, kemudian baru meletakkan tasnya di bangku sendiri. Fashion juga duduk di tempatnya sendiri dan mulai membuka plastik soto tersebut.

"Baunya harum," kata Dena.

Asumi melanjutnya, "Seperti bunga yang mekar di taman."

"Tangan saya gatal, biasanya bakalan dapat sesuatu yang gratis," ucap Ibu Dwi yang duduk di meja paling sudut.

"Mungkin ada yang akan bagi-bagi makanan gratis."

"Tapi saya tidak ada praktik nih dengan anak-anak," sambar guru boga.

"Mungkin dari orang lain, Bu, yang sedang merayakan sesuatu," jawab Dena.

"Betul itu, Pak Ion?" tanya Asumi.

Fashion terbatuk karena kaget saat namanya disebut. Di mejanya tidak ada minuman. Wajah lelaki yang tersedak itu memerah. Lalu, sebuah tumbler berwarna putih datang padanya dalam keadaan sudah dibuka penutupnya. Fashion langsung minum karena tahu bahwa Neimalah yang menolongnya.

"Terima kasih," katanya.

Guru-guru yang melihat kejadian itu semakin tersenyum lebar, bahkan ada yang tertawa ditahan.

"Apa tadi, Kak?" tanya Fashion pada Asumi. "Apanya yang betul?"

"Ah, bukan apa-apa. Tadi Pak Ion makannya cepat sekali, sampai tidak melihat sekitar. Mau dibercandai malah keselek. Aku minta maaf, ya. Beruntung Pak Ion punya Kak Neima yang cepat tanggap."

"Memangnya aku pemadam kebakaran," protes Neima. "Bisa mati dia kehabisan napas."

"Dan Kak Neima tidak mau hal buruk menimpa Pak Ion," lanjut Dena.

"Ini ada apa, sih?" tanya Neima karena merasa aneh dengan rekan kerjanya pagi itu. Tidak biasanya mereka seperti itu. "Sebelum kami datang, kalian sedang membahas apa?"

"Kami," bisik Dena kepada Asumi sambil tertawa kecil dan suaranya sampai ke telinga Neima dan Fashion.

"Terserahlah. Masih pagi sudah pada aneh." Neima mengambil setumpuk buku untuk ia bawa ke kelas pertamanya.

Guru lain juga beranjak dari tempat duduk. Sementara itu, Fashion justru bersandar dengan tangan terlipat di dada.

"Ayo bilang! Kak Asumi dan Ibu Dena menggosipkan Ion, kan?"

"Nah! Lakinya lebih peka dibanding yang cewek," cetus Dena.

"Neima sudah menerimamu?" tembak Asumi langsung.

Seperti kemarin-kemarin, Fashion akan berkata sejujurnya tentang Neima kepada rekan seniornya itu. "Belum ditanyain," jawab pemuda itu.

"Hah?" Dena berteriak dengan lebay. "Semalaman kalian ngapain saja?"

Giliran Fashion yang menganga. "Maksudnya gimana, Bu Dena?"

"Sudah. Sudah." Asumi menghentikan permulaan topik tersebut. "Waktunya kita mengabdi kepada nusa bangsa."

"Itu yang pertanyaan Ibu Dena maksudnya bagaimana?" Fashion berdebar menantikan jawaban. Semoga tidak ada hal buruk yang menimpa Neima.

"Gak ada, Pak Ion." Guru penjas tersebut berlari keluar kantor dengan langkah panjang karena dia mengenakan celana training dan sepatu sport.

Sekarang hanya tinggal Fashion dan Asumi di sana.

"Kak Asumi!" tahan Fashion dengan menarik ujung baju teman sejawatnya itu. Mukanya memelas.

Asumi mengambil ponsel dan memperlihatkan sebuah video kepada lelaki berkaca mata tersebut.

"Astaga! Apa-apaan ini?"

"Hapeku!" cegah Asumi melihat Fashion yang mukanya memerah. "Jangan banting, ya, benda itu tidak bersalah." Asumi cepat-cepat merebut ponselnya.

"Siapa pula yang mau membantingnya? Suuzon aja Kak Asumi ini."

"Alhamdulillah wa syukurillah, deh. Mukanya bisa rileks sedikit? Jangan dibawa ke kelas marahnya, Pak Ion."

Fashion berdeham. "Ah, dasar mereka semua kurang kerjaan." Fashion membawa laptop dan buku cetak meninggalkan ruangan tersebut.

Sekarang privasi telah hilang karena semua orang ingin terkenal demi sebuah konten. Mereka tidak peduli kepada perizinan ketika ingin mengunggah sesuatu. Asalkan dapat meraup keuntungan, oknum-oknum seperti itu takkan menghiraukan orang lain. Kekhawatiran Fashion semalam berdampak pagi ini. Semalam ia lega karena kamera mengarah dari samping, sehingga ia pikir tidak memperlihatkan wajah Neima. Namun tanpa dia ketahui, sebelum karyawan yang laki-laki mengetuk pintu mobilnya, mereka telah mengamati mobil Fashion dari depan. Kamera jahil tersebut mencuri pose tidur Fashion dan Neima dalam mobil dari arah depan. Memang tidak ada hal yang aneh dalam video berdurasi 30 detik tersebut. Tetapi narasi karangan berbau puitislah yang membuat Fashion geram. Karena sebagian yang tertulis di sana benar adanya.

Di bawah singgasana Orion

Dan kerlap kerlip O'Neon

Kita nanti fajar di permulaan hari

Di balik kelopak kita rangkai mimpi

Saling sungguh menatap rumah cinta

Perjuangan kita setiap hari demi mencipta sebuah keluarga

Erat kugenggam tanganmu cinta di penghabisan hari

Berjanji untuk bersama sampai habisnya masa

Kan kujaga engkau dari kejamnya dunia

Dari kobaran badai dalam raga

Sampai iya kau jawab tanya

Kugenggam erat tanganmu cinta menuju surga

O'Neon saksi cinta suci kita

Ramainya orang yang melihat video tersebut akan membuat omset O'Neon Kafe naik drastis. Fashion memulai kelas pertamanya dalam konsentrasi yang karut-marut karena ulah karyawan kafe tersebut.

bersambung

21 Januari 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top