037 Pendekatan dan Kenyataan Mengejutkan
"Pak Ion!!!"
Beberapa siswi berlari menyambut langkah Fashion di Senin pagi. Mereka menyalami guru muda itu dengan takzim. Rupa gurunya yang tergolong tampan, bahkan ada yang mengklaim bahwa Pak Guru Ion mirip aktor Korea, membuat guru paling muda di sekolah tersebut diidolakan banyak murid. Terutama murid perempuan.
"Apa kabar?" tanya Fashion berbasi-basi tanya kabar.
"Sehat semuanya, Pak," jawab seorang siswi berkaca mata.
"Heh! Gue sama yang lain mau jawab juga! Malah dirangkum," kesal siswa lainnya.
"Pak Ion apa kabar?"
"Baik baik," jawabnya.
"Pak Ion makin ganteng, seperti oppa-oppa!" seru siswi paling pendek jilbabnya dan menggendong tas pink.
"Udah tua dong Bapak. Ada ubannya, ya?" Fashion menyisir rambut depannya dengan jari.
Damage-nya semakin parah membuat para siswi berteriak kecil.
"Eh, nanti bertemu lagi ya, Nak. Semangat belajar. Ayo cepat ke kelas kalian!" perintah Fashion.
Para pelajar yang terdiri dari empat perempuan itu pun patuh. Mereka permisi dan berjalan ke kelas masing-masing. Fashion yang telah melihat sepeda motor seseorang terparkir segera ke kantor guru dengan langkah lebar-lebar.
Saat tiba di ruangan, dia menegur seluruh guru. Tak lupa, Fashion meletakkan satu plastik besar makanan yang dia bawa dari rumah di meja paling depan. Ibu-ibu menyerbu meja tersebut, sementara Fashion terpana melihat Neima untuk pertama kali setelah dua bulan. Dia duduk dengan tenang, dengan debaran yang sangat terasa, di sebelah Neima Devira.
"Pagi, Kak Neima. Mataharinya cerah, ya. Pagi ini indah sekali."
Neima mengangguk-angguk. Mengiakan fakta yang Fashion ungkap bahwa Senin pagi matahari benar-benar bersemangat unjuk diri.
"Gimana aktualisasinya, Kak?"
Aktualisasi yang dimaksud Fashion adalah seminar akhir hasil laporan habituasi yang dilakukan Neima satu bulan lamanya di sekolah. Nilainya akan digunakan untuk menerbitkan sertifikat pelatihan yang akan digunakan sebagai syarat pengurusan status seratus persen CPNS. Saat ini giliran Fashion yang melakukan kegiatan tersebut setelah mengikuti serangkaian pembelajaran sebagai pegawai negeri yang baik.
"Sudah selesai. Bagaimana denganmu? Apa yang kau lakukan untuk habituasi?"
Pancingan Fashion ditangkap. Ia memilih topik yang tepat sehingga Neima menanggapi dengan mulus. Sayangnya, obrolan mereka harus diinterupsi oleh suara nyaring sirine, bel sekolah, pertanda kumpul di lapangan untuk upacara bendera.
"Kakak sudah sarapan belum?" tanya Fashion sebelum mereka keluar.
Guru lain yang tadinya ramai mengerubungi oleh-oleh dari Fashion telah lebih dulu keluar.
Neima mengangguk. "Saya membawa ini untuk Kakak." Karena asyik bercerita, Fashion lupa mengeluarkan kotak itu.
"Ini apa?"
"Sarapan."
"Nanti saja. Nanti terlambat," tolak Neima. "Ayolah!" Wanita itu berdecak dan meletakkan pemberian Fashion di meja.
Fashion menghalangi jalan Neima. Neima tetap duduk di bangkunya. Tak bisa melangkah meninggalkan meja.
"Telat juga tidak ada hukuman, Kak. Tapi kalau Kak Nei ikut upacara di cuaca yang terik seperti ini, lalu pingsan gimana?"
"Jangan asal ngomong. Ucapan adalah doa." Neima teringat kasus pingsannya Fashion. Sangat memalukan jika dia yang di posisi itu.
"Iya, makanya Kakak makan dulu. Jangan berdiri dengan perut kosong."
Neima membuka kotak yang isinya lontong. "Beli di mana?"
"Depan kos. Saya sarapan ini sebelum ke sekolah. Langsung dimakan biar gak telat." Fashion mengangsurkan sebuah botol yogurt.
Neima melakukannya. Benar kata rekannya, bisa jadi ia berkunang-kunang lalu jatuh. Kemudian tubuhnya akan digotong bersama-sama. Neima bergidik membayangkan itu. Cukup anak mimi saja, kata Neima bermonolog.
"Lontongnya enak. Kapan-kapan beli lagi, ya—tapi aku bayar, titip maksudnya."
Fashion mengangguk saja walau dia tak setuju.
Keduanya lantas berjalan agak cepat menuju lapangan. Amanda yang akan bertugas membacakan tata tertib menyapa Fashion dan Neima.
Upacara berakhir. Itu tandanya, Neima dan Fashion akan bertugas di meja piket. Mereka mengecek guru-guru di gedung yang berbeda. Saat itulah, Fashion bertemu lagi dengan Amanda dan gengnya. Mereka baru saja datang setelah membereskan perangkat upacara terlebih dahulu.
"Pak Ion masuk kelas kami? Gurunya biasa masuk ke kelas agak siang."
Fashion teringat hari pertamanya di sekolah.
"Kok gak sama Bu Neima, Pak, kayak waktu itu?"
"Bu Nei di gedung C," jelas Fashion.
Para pelajar kompak mengucapkan oh.
"Salam ya, Pak, sama Bu Neima."
Fashion termangu saat mendengar permintaan itu. Di mata siswanya, ia dan Neima sedang menjalin hubungan. Dan Fashion mengaminkan hal itu. Semoga.
***
Meski tahu bahwa Neima hanya sendirian di rumahnya, siang itu Fashion tetap ke rumah Neima. Ia duduk di depan, seperti pertama kali mengobrol dengan Hagia. Dua bulan tak berkunjung, Fashion menemukan perbedaan dari rumah tersebut. Pintu besi tidak dibuka. Artinya, Neima tidak membuka laundry.
Neima datang dengan segelas es teh manis lengkap dengan piring kecil sebagai tadah.
"Terima kasih."
"Ada apa sih? Kalau ada perlu, bisa besok saja di sekolah."
"Tidak ada apa-apa. Cuma ingin bertamu."
Neima memutar bola matanya. "Beruntung kali ini aku tidak sibuk."
"Kalau sibuk, saya bisa bantu."
"Minum tehmu." Neima menyela cepat.
"Kak," panggil Fashion setelah meminum seteguk.
Neima bergumam menanggapi. Dia duduk di sebelah Fashion, terpisah oleh gelas teh.
"Jalan-jalan, yuk."
"Enggak," jawab Neima langsung tanpa ingin memikirkannya terlebih dulu.
"Saya mau menepati janji, janji sama diri sendiri."
Neima bertanya lewat mata. Dia menaikkan kedua alisnya.
"Jalan-jalan dengan Hagia. Saya sudah pernah bilang kan?"
Neima terdiam, merenung.
"Ayo, Kak. Besok kita langsung pergi dari sekolah, menjemput Hagia."
Neima masih terdiam.
"Kita pulang sorenya ke sini. Nanti kita antar lagi Hagia-nya, atau besoknya atau besoknya lagi."
Fashion meminum minumannya sampai habis kemudian berdiri. Ia mendapati Neima yang hanya menatap ke depan dalam hening.
"Jadi, Kakak belum bertemu Hagia lagi?" gumam Fashion, menebak bahwa Neima sangat-sangat merindukan putrinya.
Fashion merendahkan kepalanya sehingga sejajaran dengan mata Neima.
"Besok Kakak bawa baju ganti, ya. Tapi terserah," ralatnya, "enggak juga gak apa-apa. Jalan-jalan pakai seragam pemda sepertinya asyik." Fashion tersenyum. "Saya permisi, ya."
***
Pulang sekolah, Fashion segera berseru, "Ayo!"
"Apa?" Neima masih duduk, membereskan buku dan ATK-nya.
"Berangkat. Atau mau pulang dulu? Rumah Kak Nei dekat. Ganti baju sebelum pergi?" tawarnya.
"Aku tidak bilang setuju."
"Kemarin Kak Nei diam, artinya setuju."
"Setuju ngapain?" tanya Asumi menghadap ke belakang.
"Jalan-jalan bertiga dengan Hagia, Kak Asumi," jawab Fashion.
"Oh—hah jalan bertiga? Seperti ibu, anak, dan ayahnya? Wow, manis sekali, Pak Ion."
"Bukan seperti itu, Kak," ringis Fashion.
"Iya bukan seperti itu!" ketus Neima. "Gak ada yang bilang setuju."
"Pergilah, Nei. Hagia aku yakin dia akan senang ketemu dengan kamu. Apalagi diajak jalan-jalan, makan dan main. Anak-anak sangat suka jalan-jalan, Nei," bujuk Asumi.
"Iya, Kak," imbuh Fashion lebih kepada Neima, menekankan bujukan Asumi. "Waktu semakin sore. Kak Nei, ayo," ulangnya.
Neima tidak mengatakan apa-apa, tetapi dia berjalan di belakang Fashion menuju luar.
"Kita mau ke rumah dulu?"
Neima menggeleng. Tanpa diperintah dia telah masuk ke mobil dan menarik seat belt.
"Dua jam perjalanan. Jadi, kau tidak bisa melakukan keinginan pertamamu kepada Hagia." Neima mengatakannya setelah Fashion juga duduk di kursi pengemudi.
"Keinginan apa, ya?"
Neima memutar bola mata sambil berdecak. "Katanya tempat pertama yang ingin kau datangi dengan Hagia itu mall. Rumah ibuku jauh dari mall. Kita sampai di rumah sudah sore sekali."
"Iya, karena masih banyak lain kalinya, Kak." Fashion mulai mengemudi.
"Iya, yang penting bertemu Hagia."
Namun, sayangnya Neima mendengar cerita yang luar biasa mengejutkan ketika bertemu Hagia. Pertemuan mereka bukan hanya mengobati rindu, tetapi menerbitkan kekesalan Neima. Fashion pun mendengarkan cerita Hagia tentang 'Dedi Dedi' dengan jantung tak keruan.
"Ternyata, selama berpisah, Hagia dicuci otaknya oleh Dika," pikir Neima dengan marah. Neima melirik ibunya yang menyembunyikan kenyataan itu. Ibunya pun tega membohonginya.
***
Bersambung ...
10 Januari 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top