032 Gosip Jadian
"Pak Ion!"
Seorang siswi berlari kecil mengejar Fashion di gerbang sekolah Senin pagi. Dua lagi temannya juga berjalan bersama, membentuk sebaris pasukan.
"Amanda?" tebak Fashion.
Siswi itu melepaskan masker putih ke dagunya, kemudian tersenyum dengan gigi-giginya yang putih bersih. "Pak Ion hafal aku, Guys," ujarnya kepada dua temannya.
"Pelan aja, kita mau nanya banyak, Pak." Teman Amanda, Desi, berkata dengan napasnya yang sedikit cepat akibat berlari sejak dari seberang jalan. Tak ingin ketinggalan melihat Amanda telah menghampiri guru mereka. Dan ia lebih tidak peduli dengan nada bangga yang terdengar dari kalimat Amanda tadi.
"Tanya soal pelajaran?"
Para siswa kompak menggeleng.
Via, salah satu sahabat Amanda, menjawab untuk mewakili dua temannya, "Tentang Bu Neima." Ia agak berbisik.
"Ibu Neima? Kalian ingin tahu apa? Kenapa nanyanya tidak langsung sama ibunya aja?"
Amanda bergeleng-geleng dengan bibir terkatup. Ia kembali memasang masker dan mendekatkan kepala ke Fashion yang lebih tinggi darinya, "Kemarin itu bingkisan dari Pak Ion untuk Ibu Neima?"
"Aaahh Pak Ion romantis banget," kata Desi menggenggam kedua tinju dan menggerak-gerakkan di sebelah telinganya dengan ekspresi gemas.
"Pak Ion trending tau di grup sekolah," bisik Via dan kedua temannya mengangguk-angguk.
"Apa gue bilang, Pak Ion cocoknya sama Bu Neima. Jangan ngarep kalian semua," ucap Amanda dengan ekspresi pongah. Sejak pertama melihat kedua guru itu di kelas mereka, Amanda telah membidik keduanya sebagai pasangan serasi.
Desi menegaskan, "Tenang aja, Pak, kita dukung."
"Stop," Fashion berkesempatan bicara juga akhirnya. "Saya bisa trending? Maksudnya gimana?"
"Rame gitu, Pak, dibicarakan di grup-grup sekolah kalo Pak Ion nembak Bu Neima pakai buket besar. Bapak bikin banyak murid cewek patah hati." Desi menjadi takut setelah menjelaskan ini karena wajah gurunya berubah kelam.
"Kenapa konfirmasinya sebelum bergosip?"
Ketiga siswa tersebut terdiam.
Fashion dengan langkah lebar berjalan cepat ke ruangan guru. Dari pintu masuk dia menemukan Neima duduk di bangku. Seragam cokelat dan hijab sewarna dengan tone lebih terang membuat sosok Neima tampak anggun sekaligus karismatik.
"Kakak dengar sesuatu pagi ini?" tanya Fashion dengan suara pelan, langsung begitu ia tiba dan sebelum duduk.
"Semacam suara atau apa? Ada yang kecelakaan, ya?"
Fashion merutuki Neima yang berlagak bodoh.
"Gosip." Cowok itu menanti sebuah anggukan muncul dari wanita di sampingnya.
"Kurang kerjaan sekali ngelayanin gosip. Tutup dua telinga kalau gak mau ribet. Kita kerja di sini bukan untuk cari lawan dan teman sekutu."
"Kak Nei ini ... ck bukan cari lawan dan sekutu maksudnya, Kak."
"Itu ibaratnya, ah. Kau juga ngajak gosip pagi-pagi. Kenapa? Ada yang bergosip waktu kamu sampai?" Neima mengamati ruangan. Bahunya terangkat, "Kayaknya gak ada tuh."
"Ada, dan bukan orang dalam ruangan. Kalau ada, wah, keduluan saya."
"Gila kau, ya, Senin pagi udah gak jelas."
"Hadiah uang Sabtu lalu. Kak Nei udah tahu siapa yang kirim?"
"Kenapa?"
"Sudah belum?"
Neima berdecak juga, "Gak tahu. Mungkin dimaksudkan untuk anak yatim kali," jawab Neima sambil angkat bahu. "Padahal yatim karena bapaknya gak mau tahu sama anaknya, gak termasuk yatim yang perlu dikasih zakat."
"Kak Nei mikir gitu?" Fashion bergeleng-geleng.
"Kenapa? Mau bilang aku bodoh? Gak bisa mikir yang benar? Gak punya intuisi tajam? Terserah kamu. Aku gak pusingin apa yang kau pikir tentang aku."
"Kak Nei kok ke sana sih?"
"Apa?" Suara wanita itu meninggi dengan mata membesar.
"Kakak udah dengar gosipnya, ya?" tebak Fashion.
"Kayaknya kau terganggu banget dari tadi. Gosipnya melibatkan kamu?" bisik Neima.
"Ya dan Kak Nei—"
Neima langsung berdiri karena bel baru saja bergema.
"Siapa yang tugas hari ini?" tanya Neima sembari merapikan pakaiannya.
Fashion menggaruk lehernya melihat ketidakacuhan wanita itu. Lalu, dia berjalan di sebelah Neima menuju lapangan. Namun sayang, tidak ada kesempatan untuk melanjutkan obrolan yang tadi. Terlalu banyak guru di sekitar mereka yang juga akan menuju ke lapangan untuk upacara. Dari siswa SMK hadirnya Fashion di sebelah Neima sedari pagi ini membuat mereka membenarkan apa yang digosipkan di akhir pekan.
Pun ketika berbaris, Fashion berdiri di sebelah Neima, bukannya bergabung dalam barisan bapak-bapak. Meski memang ada Asumi dan Dena juga yang menandakan para CPNS tersebut masih nyaman menjadi satu kelompok.
Mereka menyelesaikan upacara dalam empat puluh menit. Fashion dan kelompoknya kembali ke kantor. Saat bel jam pertama berbunyi, Asumi dan Dena menuju kelasnya masing-masing. Fashion dan Neima tak lagi singgah ke ruangan guru, melainkan pergi ke meja piket. Keberadaan mereka yang berduaan yang tampak oleh siswa menjadi lebih santer dianggap sebagai pasangan yang telah jadian.
"Minum," tawar Fashion menyerahkan satu botol teh dingin yang diambil dari lemari pendingin.
Ada satu kulkas kejujuran berisi minuman di setiap gedung. Fashion membeli dua botol dan menaruh uang pas dalam kotak yang tersedia di sebelah lemari pendingin tersebut. Neima tidak menolak.
"Pak. Bu," sapa siswa dua yang melewati mereka.
Fashion melihat keduanya lantas berbisik dan tertawa kecil, kemudian berjalan lebih cepat.
Neima duduk di balik meja dan membuka botolnya. Ia kesusahan, dan secara spontan Fashion mengambil alih tugas tersebut. Lalu mengembalikan botol yang sudah ia buka kepada Neima. Neima juga karena memang haus langsung meminumnya.
Lagi-lagi lewat anak sekolahan bercelana abu-abu yang menyapa mereka dengan amat gembira.
"Ada yang aneh, Kak?" pancing Fashion.
"Hah?" Neima mengipas-ngipas kepalanya dengan tangan.
Fashion duduk di sebelah rekannya itu.
"Beneran gak tahu apa-apa?" tanya Fashion memastikan sekali lagi dengan melihat Neima dari dekat.
Fashion sangat takut bersentuhan dengan Neima, wanita yang bukan mahramnya, tetapi dia tak takut untuk menatap.
"Murid-murid pikir, saya yang kasih bunga untuk Kakak." Fashion mengatakan dengan suara pelan dan mata tak beralih sedetik pun dari sepasang mata Neima.
Neima dibuat tak berkedip ketika cowok itu menatapnya seserius itu. Bola mata Fashion yang hitam di bawah bulu mata lebat itu sangat kontras dengan kulit Fashion yang bening bak porselen. Mukanya selicin ubin.
"Kau pakai skincare apa?"
Refleks pula Fashion menyentuh wajahnya.
"Kamu gak pernah berjerawat?" Neima semakin memperhatikan wajah cowok itu.
"Kak ... Mereka bilang itu bunga dari saya," pinta Fashion kembali ke topik awal.
"Apa iya?" Neima tak lagi mencondongkan tubuhnya. Ia meneguk air tehnya.
"Bukan."
"Yah. Lalu siapa? Mau dikembalikan ke mana?"
Hilang sudah keberanian Fashion untuk mengatakan bahwa ia ingin menjadikan gosip tersebut sebuah kenyataan dengan menyatakan rasa. Neima yang mengajaknya berputar-putar tak jelas menyebabkan Fashion diam seribu bahasa. Lalu Neima hendak berdiri mengecek ke tiap-tiap kelas, Fashion mengatakan ia akan mengecek di gedung satunya. Seperginya Fashion, Neima menatap punggung laki-laki dengan seragam cokelat tersebut dengan mata menyipit. Perubahan mood Fashion sepagian itu menurut Neima mirip sekali dengan wanita yang datang bulan. Ibunya Hagia itu menggeleng-geleng susah paham.
Fashion melintasi perpustakaan yang lengang. Dia tersenyum kepada Pak Endi yang berjaga sendirian di dalam. Kakinya tiba di kelas-kelas yang sudah ada gurunya. Fashion mengarah ke gedung satunya yang melewati kantin.
"Pak Yon."
Suara perempuan memanggil dari dalam kantin. Fashion celingak-celinguk mencari orangnya. Lalu sebuah tangan terangkat ke udara. Fashion ber-oh dan menghampiri wakil kurikulum tersebut.
"Bu Safrida apa kabar? Sehat?" Fashion duduk di seberang meja wanita itu.
Bu Safrida mengangguk. Gelagatnya berbeda dari biasa, seakan ingin menyampaikan sebuah rahasia.
"Pak Ion, kita bicara di sana aja, ya, agak pribadi," kata Bu Safrida menunjuk bangku paling sudut di kantin tersebut.
Dengan patuh Fashion mengangguk. Mereka mengambil posisi dengan Bu Safrida yang membelakangi dinding. Fashion di hadapannya.
"Pak Yon ini banyak sekali diidolakan anak-anak. Pak Ion mengajarnya pasti menyenangkan untuk mereka, sudah bukan seperti guru baru saja."
"Masa, Bu? Terima kasih," balas Fashion rendah hati. Tak tahu urusan pribadi apa yang akan dibahas oleh atasannya itu.
"Benar. Ibu lihat Pak Yon pintar dan sudah berhasil di usia yang masih muda."
Fashion betul-betul kebingungan.
"Apanya yang kelihatan sudah berhasil, Bu? Ibu tahu sendiri saya seperti apa, masih serba canggung," akunya.
Bu Safrida menggeleng kali ini disertai melambai-lambai. "Serius Ibu, Nak. Pak Ion ini tipe menantu ideal sekali. Ngomong-ngomong, apa iya Pak Ion sedang dekat dengan Bu Neima?" tembak Bu Safrida tak lagi basa-basi.
Cepat-cepat Fashion menggeleng. "Tidak juga, Bu."
Oh, kenapa juga wakil bosnya ini terpengaruh oleh gosip anak-anak? Fashion takut Neima akan merasa tidak nyaman apabila dia yang ditanyai oleh Bu Safrida. Lebih baik, Fashion memblokade hal itu terlebih dahulu.
"Jadi, gak ada hubungan apa-apa? Pak Ion sudah punya calon, ya?"
Fashion tersenyum memamerkan giginya. "Belum ada, Bu. Saya ini baru saja tamat kuliah dan mulai bekerja. Belum terpikir hal itu."
"Oh. Gini loh, Pak Ion. Menurut Ibu, Fashion sudah cocok memikirkan soal pasangan hidup. Apalagi yang dicari coba? Sudah mapan begini dan tampan pula. Ibu ingin mengenalkan Pak Ion dengan anak adik Ibu. Orangnya baik, pintar, dan cantik. Kira-kira bagaimana?"
"Aduh." Fashion tersenyum sungkan dengan jari menggaruk-garuk leher kiri.
"Mau? Pak Ion sudah kenal juga, kok, dengan orangnya."
Fashion melongo kali ini. Dia kenal dari mana? Apa .... Dialog batin Fashion disela oleh Bu Safrida.
"Maya. Pak Ion sudah bertemu dengan Ibu Maya 'kan minggu lalu? Dia baru saja masuk lagi setelah operasi kista.
***
Bersambung ....
2 Januari 2023
Selamat tahun baru! Kemarin gak sempat update menyambut tahun 2023 karena sibuk cari transportasi balik ke tempat kerja. Kasev mau bilang terima kasih buat kakak-kakak, teman-teman, yang suka baca cerita ini. Bahagia selalu! Aku sayang kalian.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top