020 Kejutan Beruntun
"Ion gak bisa anter Mimi. Mimi hati-hati ya," ucap Fashion sambil memasukkan oleh-oleh khas Kota B ke dalam kardus.
Mimi Riris tidak ingin menginap karena besok butik harus buka. Semalam-malamnya, Mimi Riris akan pulang hingga esok bisa bekerja. Tidurnya di siang hari dapat ia lanjutkan dalam mobil.
"Travel pasti sudah jalan menuju ke sini. Ayo, Mi." Fashion mengangkut bawaan Mimi Riris keluar.
Kebetulan Fashion menyewa di lantai satu. Mimi tak perlu naik-turun tangga apabila berkunjung. Mobilnya pun bisa diparkir di depan rumah.
"Bulan depan, Yon."
Perkataan yang tiba-tiba itu menyebabkan kedua alis Fashion hampir menyatu, "Apanya, Mi?"
"Kenalin pacar ke Mimi."
"Itu lagi. Mimi." Cowok itu merengek sembari menekankan kepala ke dinding. Mimi Riris menepuk-nepuk pundaknya.
"Anak ganteng Mimi ini banyak yang suka. Mimi gak ragu sama sekali soal itu. Yang Mimi ragukan itu kamu. Cobalah untuk dekat satu aja."
"Ragu kenapa juga, Mimi?"
"Pahamilah perasaan Mimi, Yon. Mimi ingin sekali lihat kamu punya pasangan seperti orang lain."
"Ion gak suka seperti orang-orang. Ion nyaman seperti ini, Mi. Lagian Mimi mau anaknya jadi berengsek, memainkan perasaan anak orang?"
"Jangan dimainkan, diseriusin, Fashion."
"Sebulan itu namanya main-main. Gak mungkin dalam waktu satu bulan Ion langsung ngajak orang pacaran. Mimi mau Ion nanti sewa perempuan dikenalin sebagai pacar di depan Mimi? Sama aja bohong."
"Mimi juga gak mau kalau seperti itu. Pokoknya usahakan, Yon. Dena tuh manis, orangnya baik. Ramah sekali. Dia juga kelihatan suka sama kamu."
"Mi," rengek lelaki itu ingin segera menyudahi bertepatan dengan suara klakson.
Sebuah mobil yang mereka kenali memasuki pekarangan kos-kosan. Berhenti di sebelah mobil Fashion. Lalu pengemudinya keluar.
"Tuh heronya Mimi jemput!" seru Fashion tak kepikiran sama sekali lelaki tinggi itu nekat datang.
"Mau dibayar berapa ini supirnya kalau cuma bawa satu penumpang?"
"Kalau takut bayar mahal, Tante harus mau sabar. Kita ngetem nunggu penumpang lain."
Fashion tertawa saja. Dia pikir itu ide brilian sekaligus cari tambahan. Fashion membatalkan travel yang telah dipesan dan meminta maaf sedalam-dalamnya. Kedatangan Arjun adalah jalan terbaik. Fashion Klein bisa menghapus kekhawatiran akan perjalanan malam miminya.
Saat sendirian ia kembali mengingat pertemuannya dengan gadis kecil bernama Hagia. Bukannya ia pedofil, menyukai gadis empat tahun, tidak. Fashion teringat satu hal yang dia pikirkan ketika membantu Hagia bertemu kakaknya. Yang ditakdirkan bersama akan bertemu, meski berpisah harus dilalui terlebih dahulu. Fashion saat itu percaya bahwa anak kecil yang digendongnya akan kembali ke keluarganya. Walaupun Fashion tidak melihat, ia yakin keluarga Hagia sedang kalut mencari anak kecil tersebut. Tak dinyana ia bisa bertemu Hagia di kota lain sebagai pertemuan kedua. Dan akan sering ketemu karena Fashion janji akan menjadi langganan.
***
"Tante tahu Ion pernah bilang apa ke saya?"
Riris menoleh. Arjun tampaknya mencari celah di saat Riris terjaga. Rencananya ingin tidur di mobil ia batalkan sebab tidak tega kalau Arjun sendirian. Kantuknya pun hilang sejak berdebat dengan Arjun sebelum naik mobil.
"Fashion pasti bicara banyak. Kalau dia ngomong sama kamu, berarti ke Tante tidak, kecuali itu bukan rahasia sih."
Riris tahu sekali kalau Fashion dan Arjun sering berbagi rahasia. Sebagai sesama anak yang tidak memiliki orang tua lengkap, keduanya menjadikan satu sama lain tempat berbagi sejak kecil. Ditambah usianya tidak terpaut terlalu jauh. Dan mungkin sebagai laki-laki, untuk urusan kaumnya, Fashion akan lebih leluasa bicara dengan Arjun.
"Ion pernah jujur alasannya menyendiri."
Riris sangat tertarik dengan awalan itu. Dia sedikit memiringkan tubuhnya ke samping. "Alasannya apa?" Ada kecemasan juga dalam diri Riris kalau apa yang ia khawatirkan benar.
Semasa sekolah, Fashion adalah sasaran bulIy teman-temannya. Parasnya yang lebih ke perempuan dan gesturnya yang kemayu membuat ia dijuluki banci. Saking baik hati, putranya itu hanya diam saja. Fashion paling anti dengan keributan. Dia adalah orang yang mencintai perdamaian. Nama panggilan Fashion oleh temannya adalah Lily. Betapa sedihnya Riris sewaktu datang ke sekolah dan mengetahui anaknya dipanggil Lily. Sejak kejadian itu, Riris membelikan pakaian warna gelap dan memotong rambut Fashion sepanjang nol koma lima sentimeter supaya tangannya berhenti memperbaiki poni. Semakin bertambah usia Fashion tak lagi membenahi rambut yang dahulu spontan ia lakukan. Dia juga bicara normal tak lagi selembut dahulu. Ditambah suaranya yang lebih berat sejak masuk kuliah. Riris sangat takut kalau Fashion menyukai jenisnya sendiri. Mustahil. Namun, rasa khawatir itu selalu menggelayuti hati Riris melihat anaknya tidak pernah menyukai perempuan.
"Apa, Jun? Ngomong cepat sama Tante."
"Bukan karena Tante Riris."
Entah kenapa Arjun sangat bertele-tele dan membuat Riris geregetan. Ia menepuk bahu pemuda itu gemas.
"Ya gak mungkin karena Tante. Tante gak pernah nyuruh dia sendirian, malahan Tante suruh dia cari pacar. Jadi, kenapa? Fashion bilang apa ke kamu?"
"Dia ingin Tante lebih dulu punya pasangan."
Punggung Riris bersandar lunglai. Riris jadi bertanya-tanya apakah yang dikatakan pemuda di sebelahnya ini benar? Apakah itu kesungguhan putranya? Atau hanya alasan saja karena sebetulnya Fashion tidak ada ketertarikan kepada lawan jenis?
"Kalau saya di posisi Ion, saya juga ingin memastikan ibu saya ada yang menjaga sebelum saya menjaga anak orang lain."
Mereka berdua tidak lagi bersuara. Arjun membiarkan Riris mencerna penjelasannya. Dua jam telah mereka lewati. Sejam lagi mereka sampai.
"Ini akan jadi usaha yang cukup rumit," gumam Riris.
"Tante sudah mikirin keinginan Ion?" Arjun menyelipkan doa semoga ia memiliki celah untuk masuk dalam hidup ibu dan anak itu.
"Sedang aku pikirkan. Butuh cara yang pintar karena Fashion sangat keras menolak saat membahas pasangan. Takutnya ada alasan lain sebagai masalah utama makanya dia sekuat itu mengatakan nyaman sendirian. Aku akan buat dia berubah. Dia hanya perlu diyakinkan bahwa aku juga nyaman seperti ini, sedangkan dia membutuhkan seseorang di sisinya."
"Tante juga gak bisa selalu sendirian. Tante butuh seseorang juga. Semua orang tidak bisa hidup sendirian, Tante."
Riris menggeleng.
"Kenapa sih Tante mikirnya gitu? Kalau ada orang yang ingin bersama Tante, menjaga Tante, kenapa Tante tetap ingin sendiri? Kenapa gak dipertimbangkan dulu sebelum bicara seperti itu tadi?"
Nada suara Arjun yang penuh emosi membuat Riris tak ingin menambah-nambahi bensin. Bagaimana dia tidak tahu niat sebenarnya dari lelaki di sebelahnya? Arjun selalu terang-terangan terhadapnya. Ia berulang kali mengatakan perasaannya. Namun, bagi Riris hanyalah perasaan cinta anak terhadap ibu. Arjun mendapatkan sosok ibu yang telah lama tiada dari diri Riris. Riris juga memperlakukan Arjun sama dengan ia memperlakukan Fashion. Riris seakan memiliki dua putra.
Mulanya Arjun memanggil Riris dengan 'mimi' juga. Ia menggantinya dengan Tante Riris sejak kelas tiga SMA. Arjun pun membahasakan dirinya sendiri sebagai 'Arjun' saat bicara dengan Riris. Sewaktu kuliah di luar pulau, Arjun tidak pernah pulang sebelum wisuda. Ketika mereka bertemu lagi, sosoknya yang lebih dewasa dan berkharisma itu memang lebih cocok memanggil Riris 'tante' dibanding 'mimi' yang kesannya sangat imut. Dan hanya cocok untuk Fashion saja. Alih-alih menyebut dirinya 'Arjun', Arjun menggunakan 'saya' sejak jadi sarjana.
"Saya iri sama Ion."
Kalimat penutup yang membuat Riris memalingkan muka. Sebagai orang yang ikut membesarkan Arjun dan melihat perkembangan anak cowok itu, Riris memiliki rasa sayang yang besar kepadanya. Sayang sekali sebatas orang tua yang menyayangi anaknya. Dan mendengar kesedihan tersebut, hati ibu mana yang tidak terpuntir?
***
Neima tidak pernah berpikir bahwa status pernikahannya yang abu-abu akan membawa kesulitan di saat seperti ini. Namun, dia akhirnya memutuskan untuk memanfaatkan kesempatan itu selagi bisa. Sebagai pegawai negeri Neima harus menyerahkan dokumen KP-4 kepada bendahara di dinas pendidikan. Di sana akan terlihat berapa orang yang akan dia tanggung sebagai ASN.
KP-4 adalah surat keterangan untuk mendapatkan tunjangan keluarga. Dibutuhkan fotokopi surat nikah dan akta kelahiran anak sebagai lampiran bahwa ia memiliki tanggungan suami dan satu anak. Dua kepala yang masuk dalam dokumen tersebut akan memeroleh tunjangan dalam gaji pokok. Menjadi kesempatan sebelum Dika mengurus perceraian secara resmi. Biarpun ia masih memegang buku nikah, tapi secara nyata Neima telah bercerai. Ia akan membuat statusnya jelas di mata teman-temannya.
"Bu Neima punya tanggungan dua orang, suami dan anak. Kapan-kapan kenalkan kepada kita anak dan suami Bu Neima. Biasanya dalam acara Dharmawanita kita membawa keluarga agar kekeluargaan di sekolah kita terasa dekat," jelas kepala sekolah sesaat sebelum menandatangani KP-4 dan Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas.
Dalam ruangan empat kali empat itu ada Neima, Fashion, Asumi, dan Dena. Awalnya, Neima melirik ke teman-teman yang duduk di sebelahnya.
Dia menarik napas sesaat untuk menjelaskan perkara, "Sebetulnya saya sudah tidak bersama suami."
Dia tidak mau jika nanti masalah ini membesar apabila orang di sekitarnya salah sangka kepadanya. Sejak awal dia tidak ingin menyembunyikan statusnya. Ditambah dengan surat seperti ini, Neima ingin segalanya jelas.
"Maksud Bu Neima, berpisah rumah? Itu biasa. Jika sudah terbiasa, Bu Neima bisa membawa suami pindah ke kota ini atau sekarang jarak tidak menjadi masalah kok. Sewaktu diangkat PNS dulu, saya juga meninggalkan anak dan istri saya."
Neima menggeleng sebelum memulai penjelasan yang lebih terang. "Saya pisah. Bisa dibilang saja janda." Neima meringis. Ternyata menyebut diri seperti itu sangat tidak nyaman. Dan Neima baru menyadari statusnya.
"Tapi ini di KP empat gimana, Bu?" Kepala sekolah tampak kebingungan. Bijak sekali ia bertanya bukannya menuduh atau menyudutkan bawahannya.
"Saya belum mengurusnya. Tidak mengerti, Pak. Biarkan saja dia yang menyelesaikan ini. Pada kenyataannya kami sudah tidak bersama sejak lama." Dika bahkan mengucap talak di hadapan banyak orang.
"Segera diselesaikan, Bu Neima. Anda tidak bisa menerbitkan buku lagi kalau yang lama masih dengan Anda." Kepala sekolah tersenyum.
Neima juga tersenyum. "Baik, Pak. Terima kasih. Maafkan saya kalau saya jadi terkesan berbohong selama ini karena hanya diam."
Mereka berempat keluar dari ruangan petinggi sekolah tersebut. Semuanya diam. Asumi dan Dena berkali-kali membuka mulut ingin mengatakan sesuatu. Lain halnya dengan satu-satunya lelaki di sana. Ia sangat terkejut, tentu saja ini adalah kabar yang membuat ia tak dapat berkata apa-apa.
***
Bersambung ...
1 Desember 2022
Hello, Desember! Ada kejutan tuh buat Om Ion.
Dan 1 Desember ini berarti udah dua tahun terlewati ketika saya mengikuti pelantikan pengambilan SK seperti mereka. Semoga teman yang ingin menjadi ASN segera dikabulkan Tuhan juga keinginannya. Semangat!
Double update yaa, sampai jumpa di bab 21!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top