[10]

"Fan, ayo pulang."

Tiffany masih sibuk di balik mejanya sewaktu Taeyeon sama Sunny datang. Seluruh kantor udah sepi, kayaknya tinggal mereka bertiga yang masih ada di sini. Udah jam sepuluh lebih, nggak baik terus-terusan kerja.

"Bentar, masih ada beberapa lagi."

Taeyeon dengus pelan, maklum sama keras kepala Tiffany. Dia duduk di sofa pasang gaya santai; kaki di atas meja sambil minum kopi. Sunny ikut duduk, sibuk sama ponsel.

"Nggak baik kerja lembur bagai kuda begitu," celetuk Taeyeon.

"Gue bukan kuda, gue mermaid makanya cakep."

Suka random emang obrolan mereka.

"Udah jam segini loh, anak-anak pasti khawatir. Lo nggak kasih kabar juga kan?" tanya Sunny ikutan khawatir.

Tiffany geleng samar. "Ponsel gue habis baterai, lupa bawa charger."

"Sama nih, charger gue malah putus digigit Zero." Taeyeon seruput kopi panasnya, lalu lanjut bicara, "Makanya, sekarang ayo pulang."

"Bentar ah, bawel lo jamet!"

"Dibilangin malah," gerutu si jamet, eh Taeyeon, sambil lempar tisu yang sedari tadi dia remas ke arah meja Tiffany.

Taeyeon malah lebih khawatir sama anak-anak Tiffany yang jelas udah nyariin. Pasti ada pesan masuk dari salah satunya tadi, Taeyeon maupun Tiffany nggak sempat buka lewat komputer, pekerjaan itu jadi fokus pikiran sekarang. Toh, bentar lagi mereka juga pulang, biar kepulangan mereka ada surprise sedikit makanya sengaja cuekin pesan dari anak-anak.

Awalnya sih keduanya mikir begitu.

"Fan, ayo pulang atau gue pecat lo!" tegur Taeyeon setelah hampir satu jam nungguin.

"Iya nih, udah beres."

Muka Tiffany agak pucat, tapi Taeyeon atau Sunny sama sekali nggak curiga karena emang sering begitu.

"Suplemennya udah diminum?" Sunny tanya sambil melangkah masuk ke dalam lift.

"Belum."

Tiffany tekan tombol lift-nya, keduanya bener-bener masih lihat sosok wanita itu baik-baik aja. Sampai beberapa detik setelah mereka mulai turun, keduanya denger napas berat yang agak tersengal, Tiffany merosot dari posisinya sandaran. Wajahnya total pucat pasi, lemes seolah buat ngomong aja susah.

Taeyeon sama Sunny jelas panik. Kesadaran Tiffany hampir hilang sewaktu lift sampe di lantai terakhir. Kebetulan penjaga keamanan lewat, Taeyeon panggil buat bantu angkat tubuh Tiffany ke mobil Taeyeon. Ini emang bukan yang pertama, tapi Taeyeon tetap panik kayak Tiffany udah sekarat.

"Sun, lo pulang aja, badan lo nggak enak kan katanya. Tiffany biar gue yang urus."

Merek pisah di parkiran dan Taeyeon langsung tancap gas ke rumah sakit Yoona yang nggak jauh dari sini.

Harusnya dia nggak suruh Tiffany datang ke kantor dan ngerjain semua berkas-berkas itu di rumah kayak biasa. Seenggaknya kalau di rumah ada anak-anaknya sebagai pengingat dan batas; kapan harus makan dan istirahat. Beda lagi kalau di kantor, Tiffany mendadak jadi gila kerja nggak ingat waktu. Harusnya juga Taeyeon bisa awasi temennya itu.

Ah, mendadak jadi ngerasa paling bersalah.

Taeyeon berhenti di bagian rumah sakit yang masih ada sedikit tanda-tanda aktivitas. Buru-buru panggil para perawat buat bawa Tiffany.

Setelah bermenit-menit diperiksa ini itu, perawat bawa hasilnya ke Taeyeon. Hemoglobin Tiffany rendah banget, jadi butuh transfusi darah dan rawat inap untuk beberapa hari sampe kondisi stabil. Taeyeon langsung urus data-data dan kamarnya.

"Ponsel gue mati, gue mau pulang sebentar kabarin anak-anak sama yang laㅡ"

"Nggak usah!" sela Tiffany cepat. "Anak-anak jangan dikasih tau."

"Mereka khawatir pastinya nanti Fan."

Taeyeon nggak ngerti sama sifat Tiffany yang satu ini. Selalu tutup segala sakitnya dari anak-anak dengan alasan biar mereka nggak khawatir dan Tiffany nggak mau terlihat lemah sebagai pemimpin keluarga kecil itu. Dia harus jadi sempurna dan kuat di mata ketiga putrinya, nggak mengeluh dan selalu lebih perhatiin mereka daripada diri sendiri.

"Iya deh, tapi kalo sampe anak-anak lo dateng sendiri ke sini jangan salahin gue."

Taeyeon punya prasangka kuat kalau besok salah satu dari anak-anak Tiffany pasti bakal tau keberadaan Mamanya di sini. Mereka cukup keras kepala dan pinter buat nggak nyerah sampe temuin Tiffany.

•••

"Saya nggak dikasih kabar apa-apa dari Tante jamet atau Mama, saya nggak tau apapun."

"Mamamu pingsan semalam waktu mau pulang, Taeyeon bawa ke rumah sakit. Cuma itu yang saya tau."

Irene bangkit dari duduknya, kaget sekaligus nggak percaya. Tiffany yang biasanya sehat bugar mendadak tumbang. Apa emang selama ini Irene aja yang kurang perhatiin Mamanya?

"Rumah sakitnya dimana?"

"Dekat dari agensi, rumah sakitnya Yoona, saya sempet ikutin mereka dari belakang. Tapi untuk nomor kamarnya nggak tau."

Tanpa pamit Irene buru-buru pergi. Masalah nomor gampang bisa tanya lagi nanti, yang penting Irene harus kesana dulu dan kasih tau adek-adeknya.

"Ke rumah sakit Tante Yoona yang deket kantor agensi Tante jamet, tau kan? Nanti gue kasih tau nomor kamarnya."

Irene cuma bilang kalimat inti itu ke Wendy lalu langsung matiin sambungan telepon.

"Kamar President Suite nomor 40 A."

Informasi dari resepsionis itu diterusin ke Wendy. Irene naik lift nggak sabaran, nggak peduli pandangan orang-orang di sekitar kenapa dia sampe keringetan begitu.

Dia buka pintu kamar itu kasar. Amarahnya ada di ujung kepala begitu lihat para Mami juga ada di sana, Taeyeon juga baik-baik aja, nggak pergi ke luar kota kayak yang didengarnya siang tadi. Terus kenapa mereka nggak sedikitpun kasih tau Irene dan malah bohong. Irene bener-bener nggak suka jadi satu-satunya yang nggak tau apapun, bahkan menyangkut orang terdekatnya begini.

Sementara Tiffany jadi fokus sekarang. Kantong darah kepasang di sana, mengalir di tangan Mamanya yang kelihatan lemas.

Marahnya ke para Mami lenyap. Irene peluk Tiffany erat udah kayak orang pacaran LDR bertahun-tahun nggak ketemu.

"Kenapa nggak bilang kalo sakit?" Irene tuntut jawaban. Wajahnya emosional.

"Maaf sayang, ponsel Mama habis baterai."

"Kan para Mami bisa ngasih tau aku, ini juga udah sore dan Mama masuk rumah sakitnya dari pagi."

Irene emang nggak mempan dibohongi.

Tiffany cuma nyengir aja, usap rambut Irene yang licin. "Mama nggak mau kamu khawatir aja. Mama nggak seharusnya muncul di keadaan kayak gini."

Irene dengus kasar terang-terangan, kesal. "Mama cuma sakit, bukan ngelakuin kesalahan besar sampe ngerasa nggak pantas muncul di depan kita. Mama nggak harus selamanya kelihatan baik-baik aja di depan aku atau yang lain."

"Maaf ya, lain kali nggak lagi."

Para Mami cuma pada bengong lihat adegan dramatis di depan mereka. Sampe suara gemuruh langkah kaki kedengaran dari luar, dan pasukan anak durhaka itu menghambur masuk bawa berbagai bungkus makanan.

Ribut dah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top