Pertempuran di Jembatan Silmarilon (1)
Lagu: Joke's On You by Charlotte Lawrence (Birds of Prey Album)
–Rangga–
Dalam dua minggu, kelompok Rangga beserta Ultar akhirnya hampir sampai kembali pada markas pemberontakan di Silmarilon. Untuk menghindari goa naga hitam, mereka mengambil jalan memutar melewati pegunungan di tepi perbatasan Lixi dan memasuki Silmarilon dari arah laut. Terdapat sebuah jembatan yang menghubungkan daratan berpantai Silmarilon dengan sebuah benteng tua tempat markas pemberontakan mereka.
Rangga mengencangkan pegangannya pada tali kekang kuda. Ia menelan ludah kasar ketika melihat rupa jembatan itu di depan mata.
"Apa kau siap menghadapi murka Vadnya?" tanya Lex pada Rangga.
"Aku?" tanya Rangga, "Kita semua akan terkena amarah pria tua itu."
Danum menggelengkan kepalanya. "Kau kan pemimpin kita. Kau tampunglah semua kekesalan Vadnya."
"Hei," protes Rangga, "Aku tidak pernah memaksa kalian untuk mengikutiku."
"Omong-omong, kapan kalian akan melepaskan gelang ini dariku?" tanya Ultar tiba-tiba. Mereka telah memberikan Ultar sebuah kuda untuk berkendara, namun gelang dengan simbol antimagis masih melekat pada pergelangan tangannya.
Bukannya jawaban, Ultar hanya mendapatkan tatapan memincing dari semua anggota kru Rangga. Mengetahui arti tatapan mereka, Ultar hanya dapat memutar mata.
Rangga mendecakkan lidahnya sekaligus menendang pelan perut kuda, memberi tanda pada hewan itu untuk berjalan. "Ayo, kita selesaikan masalah ini secepatnya," kata Pangeran Judistia itu, "Aku rindu tempat tidur dan makanan enak."
"Tidakkah semua masakanku enak?" Lex bertanya sembari menyentuh dadanya. Ekspresi sakit terpajang di wajahnya.
"Aku rindu biji kopi!" Danum berseru.
Bima yang berkuda di samping Ultar hanya dapat tertawa melihat teman-temannya itu.
Mereka semua mengikuti pergerakan Rangga. Mereka menapak pada jembatan besar guna melewati danau terbesar di kontinen. Baru saja mereka mencapai pertengahan jembatan, tiba-tiba Bima terkesiap.
"Tunggu–"
Bima tidak sempat dapat menyelesaikan perkataannya ketika dua sosok dalam balutan jubah hitam muncul dari bawah jembatan dan menghalangi perjalanan mereka.
Rangga langsung berhenti dan turun dari kudanya. Semua orang juga melakukan hal yang sama termasuk Ultar. Mereka langsung menatap arah ujung jembatan yang lain, satu sosok dalam jubah hitam juga telah muncul.
Mereka terkepung hanya dalam hitungan detik.
"Maaf, aku tidak dapat mendeteksi keberadaan mereka," kata Bima, "Sepertinya mereka memakai alat."
"Atau mereka memiliki kemampuan sama seperti Ree," kata Lex.
Rangga menegakkan tubuhnya dan mengambil satu langkah ke depan. Tatapannya terarah pada sosok dalam jubah hitam meski tangannya terkepal. Temperatur udara kian memanas dan itu adalah sinyal bagi Rangga untuk yang lain bersiap pula.
Lex mengepalkan tangannya pula, merasakan tanah di dasar danau di bawah jembatan sementara Danum mengeratkan pegangannya pada staf kayu miliknya. Ultar menyikut Bima seakan meminta agar gelang di tangannya dilepas. Namun Bima justru terfokus pada satu sosok di depan mereka.
"Ada yang bisa kita bantu?" tanya Rangga. Nadanya rendah.
Salah satu dari sosok berjubah gelap itu melangkah maju. Jubah hitamnya menyingkap tubuh yang kecil, hingga Rangga mengira sosok itu adalah perempuan. Di sabuk sosok itu, terdapat beragam pisau. Untuk sesaat... Rangga mengira perempuan itu adalah Ree.
"Dia bukan Ree," bisik Bima.
Kilatan-kilatan listrik muncul di antara jemarinya. Di saat yang sama, awan di atas mereka mulai mengumpul dan menghitam. Kapas-kapas abu-abu itu terlihat berat dan ketika suara gelegar muncul memekakkan telinga, Rangga tahu sosok itu adalah seorang kontraktor dengan magis mengendalikan cuaca.
Tak hanya sosok satu itu, hampir semua sosok berjubah hitam mulai memanggil magis mereka. Satu sosok memiliki tangan yang bercahaya dan satu sosok di belakang mereka merentangkan tangan ke arah danau. Genangan air mulai bergerak mengikuti pergeraka sosok kedua.
'Bila kontraktor di belakang kita adalah seorang Basma seperti Kairav...,' kata Danum seketika Bima membuka saluran pikiran mereka, '...kita mati.'
'Kita ada berlima sementara mereka hanya bertiga,' kata Lex.
'Tapi aku dan Ultar tidak akan berguna. Kau pun jauh dari elemen tanah, Lex,' Bima berkata, 'Hanya Rangga yang dapat memunculkan elemen api dan Danum yang dapat melawan.'
'Uh... aku bisa ikut membantu bila kalian membuka gelang ini.'
'Tidak!' seru kru Rangga bersamaan. Meski sudah dua minggu berkendara bersama, mereka masih saja tidak mempercayai Ultar. Pasalnya, bagaimana mereka bisa betul-betul yakin bahwa pemagis suruhan Jagrav benar-benar sudah mengkhianati Jagrav? Bisa saja Ultar diperintahkan untuk memata-matai mereka. Dan karena sekarang Ultar sudah mengetahui letak markas pemberontakan mereka di Silmarilon, tentu saja mereka semakin tidak akan melepaskan gelang antimagis dari Ultar. Bagaimana bila Ultar tiba-tiba berteleportasi ke Judistia dan memberitahukan rahasia mereka?
'Terserah kalian saja,' gerutu Ultar.
"Pangeran Judistia," kata pemagis listrik. Suaranya sudah pasti perempuan dan Rangga dengan cepat mengenali aksen Silmarilon. "Kau menjebak Putri Pertama di Turnamen Mentari."
Rangga berkedip. "Rupanya kabar sudah menyebar dengan cepat."
"Dan atas kebencianmu pada semua kontraktor," lanjut perempuan itu, "kami akan membinasakanmu."
Rangga menelengkan kepalanya, berpikir sejenak. "Aku tidak tahu Silmarilon memiliki kontraktor yang aktif," katanya. Rangga melirik pergelangan tangan perempuan misterius di depannya. Hanya satu bulatan di bagian dalam lengannya. "Dan melihat skala kemampuanmu meski hanya memiliki satu kontrak... apa kau menggunakan nyawa manusia?"
Silmarilon cukup terkenal dengan kebencian mereka terhadap para kontraktor yang menggunakan nyawa manusia. Alasan kenapa Jenderal Vadnya, pemimpin tertinggi kedua di Silmarilon mau bekerja sama dengan pemberontakan Rangga adalah karena visi mereka yang sama; membuat negeri yang bebas dari kontraktor pengguna nyawa manusia.
Setidaknya, itu adalah visi Rangga dan kru nya dahulu... sebelum mereka mengikuti Turnamen Mentari.
Sebelum mereka bertemu Ree.
Sebelum mereka melihat sisi lain di balik koin yang sama.
"Bukankah Perdana Menteri Silmarilon telah mengusir semua kontraktor pengguna nyawa?"
"Tahu apa kau?" seru perempuan itu.
"Dan kau salah," lanjut Rangga dengan tenang, "Aku tidak membenci semua kontraktor. Aku pun tidak membenci mereka yang telah menggunakan nyawa manus–"
Sebelum Rangga sempat menyelesaikan kalimatnya, sebuah kilatan petir tiba-tiba muncul dari atas kepala Rangga. Dengan cekatan, Danum mengubah kulitnya menjadi tanah dan menggunakan staf kayunya, ia menangkal petir itu dari Rangga.
Terlihat mata perempuan itu bersinar di bawah tudung jubahnya. Sepoian angin yang dasyat seketika mengeliling mereka semua. Tudung perempuan itu pun tersingkap menunjukkan kerudung berwarna merah marun yang digunakan perempuan itu untuk menutupi rambutnya.
Rangga mengambil satu langkah ke belakang. Namun pemagis air di belakang mereka tiba-tiba menarik gelombang-gelombang air dari danau di bawah jembatan. Kini dua tembok air berdiri di samping jembatan, siap menerkam mereka seperti tsunami. Ditambah dengan aliran listrik, mereka tentu saja akan menjadi gosong bila air itu menyentuh tubuh mereka semua.
"Lepaskan aku," desak Ultar kembali.
Tidak ada yang menggubris Ultar.
Lex mengembuskan napas kuat dan bertekuk lutut di jembatan. Ia merasakan bebatuan tanah di bawah danau dan berusaha memanggilnya. Dengan erangan yang lumayan keras, ia akhirnya dapat membentuk dua tembok tanah untuk menghalangi kedua tembok air. Namun, ia dengan cepat menyadari bahwa tanah di bawah danau tidak sebanding dengan banyaknya air.
Lex kemudian mengganti strategi, bukannya membentuk tembok, ia mengumpulkan tanah-tanah itu di sekeliling mereka dan membentuk sebuah atap setengah lingkaran yang melindungi mereka dari serangan air dan listrik.
Secara insting, mereka semua semakin berdiri berdekatan di dalam atap tanah buatan Lex. Sementara hantaman air kencang beserta listrik mulai menerpa. Di atas itu semua, jembatan mulai bergoyang secara dasyat.
"Urghh... aku tidak bisa menahan terlalu lama," kata Lex di tengah-tengah gemertak giginya. Peluh keringat mulai bermunculan di dahinya. Pembuluh-pembuluh darahnya mulai menonjol di tangannya tanda seberapa keras ia membuat tangannya tegang untuk menahan atap tanah itu.
"Bagaimana ini?" tanya Bima panik.
Rangga melihat mereka satu per satu. Kemudian tatapannya jatuh pada Ultar. Tanpa perlu berbicara Ultar merentangkan tangannya yang dilingkari oleh gelang antimagis pada Rangga.
"Ga," panggil Lex seakan pria itu ingin memprotes.
Namun Rangga sudah memutuskan. Mata hitamnya memicing pada Ultar ketika ia mengambil sebuah kunci kecil dari sakunya. "Bila kau mengkhianati kita,a Ultar," ancam Rangga dengan nada rendah, "Aku akan membakarmu. Entah aku hidup atau tidak. Aku akan membakarmu. Camkan itu."
Ultar tidak membalas. Ia hanya membalas tatapan Rangga tatkala Rangga memasukkan kunci dan memutarnya.
Berikutnya, suara gemerincing besi bertemu dengan kayu jembatan terdengar.
Ultar mengusap-usap pergelangan tangannya dengan santai. "Bodoh sekali kalian," katanya.
Rangga membelalakkan matanya. Ia menyadari kesalahannya. Namun tak sempat ia mencengkeram tunik Ultar, pria kurus itu sudah terlebih dahulu menghilang dari hadapan mereka.
Hilang begitu saja.
Rangga meninju udara kosong. Ia mendecakkan lidahnya dengan keras. Kepalan tangannya begitu kuat lalu ia berteriak dengan para, "Teleporter bajingan!"
Kemudian ia melihat anggota krunya satu per satu kembali. Tatapannya yang sebelumnya kuat kini melemah. Ia merasa sangat bersalah memandang teman-temannya. Lagi-lagi ia telah salah dalam mengambil keputusan.
Kini... tidak ada lagi jalan keluar bagi mereka.
'Maafkan aku,' kata Rangga dalam saluran mental karena ia tak kuasa mengatakannya secara langsung. Tenggorokannya terlalu kesat untuk berbicara.
Mereka semua hanya dapat terdiam. Tidak ada yang mengira akhir dari hidup mereka akan seperti ini.
Atau secepat ini.
Mereka bahkan berpikir akan meninggal di tengah-tengah pertempuran mengambil kembali Judistia. Namun lihatlah. Mereka kini akan meninggal dalam perjalanan pulang ke markas pemberontakan.
Pandangan mereka sudah menjadi sayu.
Hingga tiba-tiba suara desingan listrik dan deburan air yang sedari tadi menghantam atap tanah buatan Lex kian berhenti. Lalu suara teriakan yang nyaring terdengar.
ᴀᴘᴀ ʏᴀɴɢ ᴛᴇʀᴊᴀᴅɪ?
ʟɪʜᴀᴛ ꜱᴀᴊᴀ ʙᴇꜱᴏᴋ. ʟᴀɢᴜɴʏᴀ ᴘᴀꜱ ʙᴀɴɢᴇᴛ ʙᴛᴡ.
ꜱᴀʟᴀᴍ,
ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ʏᴀɴɢ ꜱᴜᴅᴀʜ ʙɪɴɢᴜɴɢ ᴍᴀᴜ ɴᴏɴɢᴋʀᴏɴɢ ᴅɪ ᴍᴀɴᴀ.
Update dailynya senin-jumat yee, sabtu minggu saya mau libur dari apapun hahah
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top