Pelabuhan Ferride

Lagu: Dinner & Diatribes oleh Hozier

–Ree–

Lokasi: Ferride, Anatol


Untuk menghindari hutan berkabut di antara pegunungan Muri dan Furi, kru Penyihir Putih mengitari Pegunungan Muri guna mencapai lembah di antara tiga pegunungan yang ditetapkan Penyihir Putih sebagai markas mereka. Untuk itu, mereka memasuki Anatol dan menyusuri Pantai Ferride. 

Ketika melihat laut yang biru dan mendengar suara burung camar bernyayi, tubuh Ree sedikit menegang. 

"Pelabuhan Ferride...," gumamnya. 

Mereka memasuki Anatol ketika hari sudah cukup larut. Penyihir Putih menyewa beberapa kamar untuk mereka menginap malam itu. Ree mendapatkan kamar yang sama dengan Kinara, perempuan yang dapat menahan beragam api tanpa terbakar. Sementara Penyihir Putih memiliki kamar tersendiri. 

Para perempuan berada di lantai dua sementara para pria berada di lantai pertama. Kai, Dale, dan Mercurio berada di satu kamar yang sama. Mereka hanya bertemu untuk makan malam bersama di dapur penginapan. Kendati demikian, Ree undur diri paling cepat dan membawa makanannya ke kamar. 

Kai masih memandang gadis itu dengan khawatir hingga Dale mengejeknya akan hal itu. "Khawatir, pak?" tanya Dale dengan seringai sembari memasukkan roti gandum pada mulutnya.

"Ketika makan jangan sembari mengobrol," kata Kai dengan decakan kesal. 

"Uyy, Pak Tua kita ini apakah sudah jatuh hati?" tanya Kinari sembari menusuk-nusuk pundak Kai dengan jemarinya. 

"Berisik," geram Kai.

Sementara itu, di lantai dua, Ree hanya dapat mendengar percakapan mereka samar-samar. Ia tidak begitu peduli pula. Begitu ia memasuki kamarnya, cepat-cepat ia memasukkan roti miliknya pada sebuah tas kain dan mengaitkannya pada pinggangnya. Ia mengambil beberapa pisau yang sempat ia bawa dari turnamen. Ada tiga jumlahnya dan ia sematkan pada boots, baju bagian dalam, dan lengannya.

Perlahan, ia membuka jendela dan merasakan sepoian angin malam. Melihat ke arah pintu kamar lalu kepada tempat tidur yang sudah ia masukkan tas kain agar terlihat seperti seseorang sedang tertidur, ia akhirnya mengembuskan napas. Kemudian ia keluar dari jendela dan menapak pada atap genting di bawah jendela. Setelah menutup jendela kembali–menyisakan sedikit celah menggunakan lipatan kertas agar ia dapat masuk kembali nanti tanpa terkunci–ia akhirnya meloncat dari atap lantai dua. Untungnya, terdapat tumpukan jerami di bagian kiri bangunan karena penginapan mereka bersebelahan dengan kandang kuda. Dengan mulus, tubuhnya mendarat pada tumpukan jerami. Lalu ia bergegas berdiri dan berlari menuju Pelabuhan Ferride. 

Semenjak ia memasuki Anatol, hanya satu yang ada di pikirannya: janjinya untuk menyelamatkan anak-anak yang diperjualbelikan Po di Turnamen Mentari. 

Karena tidak lagi memiliki para bayangan untuk membantunya menavigasi sekitar, ia mulai mengandalkan mata dan telinganya. Inderanya ia paksa untuk menajam setelah sekian lama bergantung pada bayangan. 

Kalau Ree boleh jujur... ia merasakan adrenalin malam itu. Untuk pertama kalinya semenjak turnamen, ia merasa hidup. 

Dirinya berlari dalam kegelapan hingga mencapai Pelabuhan Ferride. Ia berhenti di balik sebuah dinding bebatuan. Di hadapannya, kapal demi kapal masih saja berangkat dan berlabuh, meski tak seramai ketika di siang hari. Deburan ombak menerpa kapal ataupun pantai menjadi lagu Ree malam itu. 

Di bagian barat daya pantai, terdapat lahan luas tempat kargo demi kargo diletakkan sebelum barang-barang yang diantarkan lewat kapal akan diambil. Ree bergegas ke lahan itu. 

Terdapat seorang kesatria yang memantau kargo-kargo kapal dengan berkeliling. Ree bergerak untuk bersembunyi di balik sebuah kargo kayu ketika dua kesatria melewatinya. Dirinya tidak terdeteksi. 

Ketika para kesatria itu menghilang dari pandangannya. Kini tujuannya hanya satu: mencari kargo di mana anak-anak itu diletakkan. 

Kalau dipikir-pikir, mustahil operasi jual beli anak dengan skala seperti ini dapat berjalan tanpa diketahui Anatol. Besar kemungkinan, kelompok Po telah bekerja sama dengan salah satu bangsawan Anatol untuk menghindari pajak dan pemeriksaan berkala. Berpikir secara demikian, membuat Ree menjadi geram. 

Para bajingan, kutuknya.

Ia menutup matanya dan mengingat betul-betul kata-kata bayangan ketika di turnamen. Mereka menyebut 'Pelabuhan Ferride' dan setelah mengingat dengan keras, Ree mengingat perkataan mereka tentang sebuah angka.

'64'.

Ree melihat angka yang di cat besar-besar di bagian samping kargo tempatnya bersembunyi. '12'.

Ia mengembuskan napas kembali. Lalu bergegas menyusuri kargo demi kargo untuk mencari angka 64. Ia mengetuk setiap pintu kargo. Tidak begitu keras hingga para kesatria penjaga akan mengetahui keberadaanya namun tidak begitu pelan hingga bila terdapat seseorang di dalam kargo, mereka dapat mendengar. 

Setelah berjalan melalui puluhan kargo, ia akhirnya menemukan satu kargo dengan tulisan '60'. Ree langsung tahu bahwa ia berada di barisan yang benar. Sebentar lagi ia akan menemukan anak-anak itu. 

Berjalan di barisan kargo itu, ia melewati kargo bertuliskan '61' dan '62'. Namun begitu ia mau melewati kargo '63,' dua kesatria penjaga tiba-tiba muncul di hadapannya. Cahaya lampu minyak tanah mereka diarahkan pada Ree. Para kesatria itu mengeluarkan pedang dari sabuk dan mengacungkannya pada Ree.

"Siapa dirimu?" tanya salah satu kesatria. 

Ree secara insting memegang pisau bawah lengan baju dan pakaiannya. Ia memutar kedua pisau itu di tangannya dengan lihai kemudian mengambil kuda-kuda untuk bertarung. Namun sedetik kemudian, tiba-tiba kedua kesatria itu terkesiap dan terjatuh tersungkur di tanah, tak sadarkan diri. Seseorang mengambil lampu minyak minyak tanah dari tangan mereka agar lamput itu tidak ikut terjatuh.

Begitu cahaya lampu sampai pada mata Ree, ia terkejut melihat sosok yang muncul.

"Kai," katanya, "... dan Kinara." Kai adalah yang memukul kedua kesatria di tengkuk mereka sementara Kinara yang mengambil lampu minyak tanah itu.

"Dale juga," seru seorang pria yang muncul dari samping Kai.

"Mercurio sedang berkeliling untuk menjatuhkan para penjaga yang lain," kata Kinara.

Ree berkedip. 

Untuk apa mereka datang? Dan mengapa mereka langsung membantu Ree tanpa tahu apa yang Ree sebenarnya lakukan? 

Apa mereka gila? 

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Ree akhirnya.

"Memangnya terlihat seperti apa?" tanya Kai, "Kami membantumu, tentunya."

Ree mendengus kecil. "Memangnya kalian tahu apa yang ingin kulakukan?"

"Tidak juga," kata Kinara, "Tapi kami mempercayaimu. Jadi, apa yang kau lakukan di sini?"

Ree menatap mereka lekat-lekat. Sedetik kemudian hembusan angin kencang menerpa wajah mereka masing-masing. Mercurio muncul tiba-tiba di samping Kinara. Kedatangannya juga membawa beberapa pasir dan debu beterbangan di sekitar mereka. 

"Kalian gila," kata Ree, "Kenapa kalian percaya begitu saja tanpa mengetahui apapun? Bagaimana bila aku berencana membunuh satu kota ini?"

Kai melangkah mendekati Ree. "Satu, namanya percaya, kita tidak perlu mengetahui sepenuhnya. Yang penting kami mempercayaimu. Dua," Kai memijat dagunya, "Apa kau akan membunuh satu kota ini?"

Ree tertawa. Ia merasa jawaban Kai adalah absurd. Namun rasa geli di perutnya semakin kentara. "Tidak," katanya. Kemudian ia melangkah menuju kargo bertuliskan '64'. "Aku kemari untuk ini."

Ree mematahkan rantai di pintu kargo denga kedua pisaunya. Dengan gerakan cepat dan sudut yang tepat, bilah pisaunya pun mampu mematahkan rantai besi. Rantai itu jatuh ke atas pasir dengan suara yang lembut. Kemudian Ree mendorong pintu kargo, memperlihatkan ruangan yang gelap di dalam kargo itu.

"Apa?" tanya Mercurio tidak sabar, "Uang? Harta? Makhluk eksotis?"

Ketika cahaya lampu minyak tanah yang dipegang Kinara akhirnya menyebar pada seluruh ruangan kargo, Ree mendengar suara terkesiap dari orang-orang di sampingnya. Sementara ia mendengar suara isakan dari ujung ruang kargo.

Mereka telah menemukan kargo tempat penampungan anak-anak yang diperjualbelikan Po.




ᴀᴘᴀ ʏᴀɴɢ ᴋᴀᴜ ᴘɪᴋɪʀ ᴍᴇʀᴇᴋᴀ ᴛᴇᴍᴜᴋᴀɴ ᴅɪ ᴅᴀʟᴀᴍ ᴋᴀʀɢᴏ ɪᴛᴜ?


ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ᴅɪ ᴅᴀʟᴀᴍ ᴘɪʀɪɴɢ ᴋᴏꜱᴏɴɢᴍᴜ ;ᴘ ʜᴀʏᴏ ꜱᴇᴍᴀɴɢᴀᴛ ᴘᴜᴀꜱᴀ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top