Anak-Anak yang Dilupakan

Lagu: Black Sea oleh Natasha Blume

Bau amis dan pesing menyeruak dari dalam kontainer kayu di depan mereka. Begitu tajamnya, hingga Mercurio tiba-tiba muntah di samping kontainer. Suara gigi bergemeletuk terdengar di antara desiran angin malam. 

Ree melihat mereka satu per satu. Lusinan jumlah mereka, dan sebagian besar tampak berusia lebih muda darinya. 

Seorang perempuan dengan pakaian kain goni yang putih dan kotor melangkah. Di genggaman tangannya adalah sebuah balok kayu yang ujungnya patah. Gadis itu menatap Ree nyalang. Pipi dan matanya bengkak, bibirnya pun berdarah. "Ja–Jangan mendekat," ancamnya dengan suara yang bergetar.

"Sudah berapa lama kalian di sini?" tanya Kinara. 

Ree mengambil satu langkah mendekat. Gadis di hadapannya semakin menyalak, "Kubilang jangan mendekat!"

Tidak ingin membuat para anak-anak di depannya takut, Ree mengangkat tangan, menunjukkan kedua telapak tangannya seakan berkata ia tidak membawa senjata apapun. Ree bisa saja berkata ia akan membantu mereka, bahwa ia dapat membawa mereka ke tempat yang hangat dengan makanan yang hangat pula. 

Namun hal pertama yang ia katakan adalah, "Kami hanya membuka pintu kargo."

Gadis itu membelalakkan matanya.

"Kalian bebas sekarang," kata Ree kembali, "Terserah kalian ingin ikut dengan kami atau mencari jalan kalian sendiri."

Ia mengambil langkah mendekati gadis itu kembali. Kali ini Ree tetap melangkah meski gadis itu mulai mengayunkan balok kayu di tangannya. Ree memegang balok kayu itu dan menatapnya lurus. "Kalian bebas," katanya lagi.

Mata gadis itu berlinang. Kata 'bebas' sepertinya adalah sesuatu yang bahkan mereka tidak berani percayai. 

Ree mengambil balok kayu dari tangannya kemudian melemparnya ke bawah. Ia kemudian mengambil tangan sang gadis yang terantai. Gadis itu terkesiap dan mulai waswas kembali, tetapi ketika Ree mematahkan rantai itu dengan pisaunya, gadis itu menjadi terdiam.

"Benarkah?" tanya gadis itu. "Ta–tapi Po–"

"Po sudah mati," kata Ree dengan dingin. Suara terkesiap muncul dari berbagai anak-anak di bagian belakang kontainer. Mereka mulai berani melangkah lebih dekat, ingin melihat sosok yang berkata mereka telah bebas. 

"Aku membunuhnya," kata Ree kembali.

"Po?" tanya Kai, "Po dari Turnamen Mentari?" Suaranya seakan tak percaya.

"Astaga! Jangan bilang kalian berada di kontainer ini selama tiga bulan lebih?" tanya Kinara, mengingat bahwa Po mati di babak pertama turnamen.

Gadis di hadapan Ree menggeleng. "Dua minggu kurang lebih," katanya, "Po seharusnya datang untuk... meletakkan kita di lelang... tapi dia tidak pernah datang."

"Kau ingat siapa penculik kalian semua? Dan dari mana kalian semua berasal?" tanya Kai sementara Ree, Kinara, Mercurio, dan Dale mulai melepaskan rantai dari tangan anak-anak yang lain. Dale ternyata cukup pandai dengan anak-anak, seorang bocah bahkan langsung bergantung pada kakinya. 

Gadis itu menggigit bibir bawahnya. "Kita... adalah anak-anak jalanan," katanya sembari tersenyum pahit. "Tidak ada yang akan mencari kita. Penculik kami tidak terlihat, berjubah hitam."

"Apakah ada bangsawan yang mengunjungi kalian selama ini?" tanya Ree tiba-tiba, "bangsawan Anatol misalnya."

"Uh..."

"Ada!" seru bocah yang bergelantung pada kaki Dale. "Lord Baysil mengunjungi kita." Bocah lelaki itu kemudian bergemetar hebat sembari menyembunyikan wajahnya di kaki Dale. "Dia mengerikan."

"Lord Baysil," kata seseorang tiba-tiba dari pintu kontainer, "adalah penasihat keuangan Anatol."

Mereka semua melihat ke arah suara itu. Seorang perempuan bertopeng dengan rambut putih berdiri menggunakan jubah putih pula. Para anak-anak ketakutan melihat sosok Penyihir Putih.

Mata Anielle langsung menangkap mata Ree. "Apa rencanamu?"

Ree tertegun. Bila ia menyerahkan anak-anak ini pada autoritas lokal, sudah pasti seorang seperti Lord Baysil dengan kedudukan tinggi akan dapat menyalahgunakan wewenangnya untuk: 1) menutupi kejahatannya, 2) mengambil kembali anak-anak ini untuk usahanya. Bila ia membiarkan anak-anak ini mencari jalannya sendiri, ke mana mereka akan pergi? Seperti kata gadis itu, mereka adalah anak-anak jalanan. Ree sendiri pernah mengalami tinggal di jalanan tanpa ada seorang pun yang mencarinya. 

Namun keadaanya sedikit berbeda. Tidak ada yang mencari Ree waktu itu karena seluruh keluarganya dibantai. Sementara anak-anak ini... tidak ada yang mencari mereka karena memang mereka tidak memiliki siapapun pada awalnya.

Mereka adalah anak-anak yang dilupakan. Entah itu dilupakan oleh masyarakat ataupun sistem pemerintahan. Dibiarkan begitu saja menitih hidup sendiri. 

Apa rencana Ree?

Lagi-lagi ia teringat Xandor. 

Ia menangkap tatapan seorang anak perempuan kecil yang tidak mungkin lebih dari delapan tahun. "Siapa namamu?" tanya Ree.

"Lili."

"Lili, nama yang bagus," kata Ree, "Bagaimana bila kalian ikut dengan kami?"

Pertanyaan itu terlontar begitu saja. 

"Ke–ke mana kalian akan pergi?" tanya gadis yang sebelumnya mengayunkan balok kayu.

"Ke lembah Penyihir Putih," kata Anielle, "Apa kau pernah mendengar Penyihir Putih?'

Begitu nama itu disuarakan, sang gadis mulai berpikir. Matanya membulat ketika menyadari siapa Anielle. "Kau Penyihir Putih itu?" tanya sang gadis, "Bukankah kau yang mengumpulkan para pemagis selama beberapa tahun belakangan?"

"Betul," kata Anielle. Itu adalah pertama kali Ree mendengar hal itu. Meski bila melihat Kai, Kinara, Dale, dan Mercurio... hal itu ada benarnya. Namun itu pertama kali Ree mendengar ada pemagis-pemagis lain selain mereka.

Apa yang Anielle akan lakukan?

"Aku punya lembah di mana semua orang dapat tinggal tanpa peduli yang terjadi di luar," kata Anielle kembali, "Aku akan dengan senang hati menerima anak-anak baik seperti kalian."

Meski Ree masih tidak mempercayai Anielle, untuk saat itu, membawa anak-anak itu ke lembah milik Anielle adalah rencana yang jauh lebih bagus daripada meninggalkan mereka di panti asuhan lokal.

Sang gadis akhirnya mengangguk. Seakan gadis itu adalah pemimpin para anak-anak, ketika gadis itu mengangguk, anak-anak lain mulai bersorak girang. Dale dan Kai tersenyum gemas melihat mereka. 

"Kita sebaiknya berangkat sekarang kalau begitu," kata Anielle, "ada kereta kuda yang dapat kita gunakan untuk anak-anak ini. Dan kita harus bergerak cepat sebelum kesatria lain muncul."

Mereka mulai mengeluarkan anak-anak dari kontainer itu. Mercurio secara dramatis menarik napas panjang ketika menyentuh udara segar kembali. "Aku salut dengan kalian yang dapat bertahan selama dua minggu di situ," katanya.

"Memangnya bau?" tanya seorang bocah dengan polosnya.

Dada mereka semua rasanya terenyuh mendengar itu. 

Dengan hati-hati, mereka memindahkan anak-anak itu kembali ke penginapan mereka. Dale membuat suatu permainan petak umpat dengan mereka agar mereka bergerak tanpa deteksi kesatria yang berpatroli. Dan bila tiba-tiba seorang anak tertawa atau bersuara, Mercurio dan Kinara bertugas mengalihkan peratian para kesatria. 

Tak lama mereka sudah sampai di kandang kuda di sebelah penginapan mereka. Nyatanya sebuah kereta kuda sudah disiapkan. Begitu pula barang-barang mereka semua sudah dimasukkan. 

Ree menatap Anielle dengan alis terangkat. "Penyihir Putih," Anielle mengingatkan mereka semua akan identitasnya, "Aku bisa sedikit memprediksi masa depan."

Ree tidak bisa menahan untuk mendengkus kesal. "Ya, dan memilih untuk tidak memperingatkan sebuah keluarga dari pembantaian," katanya tajam. Suaranya rendah dan hanya Anielle yang dapat mendengar. Anielle menjadi kaku mendengar itu dan Ree menyenggol pundaknya dengan keras untuk mendekati kereta kuda. 

Kinara dan Dale dari tadi sudah membantu satu per satu anak-anak untuk menaiki kereta kuda. Ree mengeluarkan roti dari kain di sabuknya dan memberikannya pada sang gadis pemimpin anak-anak itu, yang bernama Mary. "Bagi-bagi dengan yang lain," kata Ree pada Mary.

Mata Mary dan anak-anak lain berbinar melihat roti di tangannya. Dengan cepat Mary membagikan roti kepada selusin anak dan mereka semua melahapnya seakan itu adalah makanan terenak sepanjang masa.

Melihat itu, Kinara berkata, "Aku akan mengambil lebih banyak makanan dari dapur."

"Kubantu dirimu," kata Dale.

"Aku akan berjaga-jaga, bila ada kesatria yang berpatroli di sekitar," kata Mercurio. Dalam hitungan detik, tubuhnya sudah menghilang menjadi udara malam. Ia menggunakan magis bergerak cepatnya untuk melihat sekitar mereka.

Sementara itu, Ree berjalan keluar dari kandang kuda. Tanpa melihat Anielle, ia berkata, "Setelah anak-anak diberi makan, pergilah tanpaku terlebih dahulu. Aku akan menyusul."

"Apa rencanamu, Ree?" tanya Anielle.

Ree berhenti. Ia berputar sebentar hingga matanya menatap Anielle. Kilatan matanya penuh intensi. "Membuat Lord Baysil dan semua yang membuat anak-anak itu sengsara membayar perbuatan mereka."

Anielle terdiam. Karena topeng di wajahnya, Ree tidak bisa melihat ekspresinya. Meski... Ree tidak peduli juga.

Ia memutar tubuhnya dan kembali melangkah.

Tanpa aba-aba, Kai mulai berjalan santai di sampingnya. Pria itu terus mengikutinya hingga keluar dari kandang kuda. 

"Apa yang kau lakukan?" tanya Ree.

Kai menyeringai. "Kau sepertinya akan melakukan hal yang seru. Tentu aku mau ikut."





ʙɪʟᴀ ᴛᴇʀɢᴇʀᴀᴋ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴏʟᴏɴɢ ᴀɴᴀᴋ-ᴀɴᴀᴋ ᴊᴀʟᴀɴᴀɴ ꜱᴇᴘᴇʀᴛɪ ʀᴇᴇ, ᴀᴅᴀ ʙᴇʙᴇʀᴀᴘᴀ ᴏʀɢᴀɴɪꜱᴀꜱɪ ʏᴀɴɢ ʙɪꜱᴀ ᴅɪᴘᴀɴᴛᴀᴜ:


ʜᴛᴛᴘꜱ://ꜱᴀʜᴀʙᴀᴛᴀɴᴀᴋ.ᴏʀɢ/ ᴍᴇᴍʙᴜᴋᴀ ᴋᴇɢɪᴀᴛᴀɴ ᴠᴏʟᴜɴᴛᴇᴇʀɪɴɢ

ʜᴛᴛᴘꜱ://ᴡᴡᴡ.ꜱᴏꜱ.ᴏʀ.ɪᴅ/ ᴍᴇᴍʙᴜᴋᴀ ᴋᴇɢɪᴀᴛᴀɴ ᴠᴏʟᴜɴᴛᴇᴇʀɪɴɢ ᴍᴇɴɢᴀᴊᴀʀ. ꜱᴀʏᴀ ᴘᴇʀɴᴀʜ ᴍᴇʟᴀᴋᴜᴋᴀɴ ɪɴɪ ᴅᴜᴀ ᴋᴀʟɪ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴛᴇᴍᴀɴ ᴅɪ ᴄɪʙᴜʙᴜʀ. ᴘʀᴏɢʀᴀᴍɴʏᴀ ꜱᴜᴅᴀʜ ʀᴀᴘɪ ᴊᴀᴅɪ ᴋɪᴛᴀ ᴛɪɴɢɢᴀʟ ᴍᴇɴᴊᴀʟᴀɴᴋᴀɴ :)

ʜᴛᴛᴘ://ɪɴꜱᴛᴀɢʀᴀᴍ.ᴄᴏᴍ/ɪᴅᴠᴏʟᴜɴᴛᴇᴇʀɪɴɢ ɪɴɪ ʙᴀɴʏᴀᴋ ᴘᴇᴍʙᴜᴋᴀᴀɴ ᴠᴏʟᴜɴᴛᴇᴇʀɪɴɢ ᴅɪ ʙᴇʀʙᴀɢᴀɪ ɪɴᴅᴏɴᴇꜱɪᴀ. ʙᴜᴋᴀɴ ᴀɴᴀᴋ-ᴀɴᴀᴋ ᴊᴀʟᴀɴᴀɴ ꜱɪʜ, ᴛᴀʀɢᴇᴛɴʏᴀ ᴍᴀᴄᴀᴍ-ᴍᴀᴄᴀᴍ. ᴀᴋᴜ ᴘᴇʀɴᴀʜ ɪᴋᴜᴛ ʏᴀɴɢ ᴋᴇ ʟᴏᴍʙᴏᴋ ꜱᴀᴍᴀ ᴋᴇʟᴜᴀʀɢᴀ ᴍᴇɴɢᴜɴᴊᴜɴɢɪ ᴀɴᴀᴋ-ᴀɴᴀᴋ ᴅɪ ᴘᴜʟᴀᴜ ʏᴀɴɢ ʟᴜᴍᴀʏᴀɴ ᴛᴇʀᴘᴇɴᴄɪʟ. ᴊᴀᴅɪ ʙɪꜱᴀ ꜱᴇᴋᴀʟɪᴀɴ ʟɪʙᴜʀᴀɴ.

ᴅᴀɴ ᴋᴀʟᴀᴜ ᴀᴅᴀ ᴏʀɢᴀɴɪꜱᴀꜱɪ ᴀᴛᴀᴜ ʏᴀʏᴀꜱᴀɴ ʟᴀɪɴ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴠɪꜱɪ ᴍɪꜱɪ ꜱᴀᴍᴀ ʙɪꜱᴀ ᴋᴏᴍᴇɴ ʙɪᴀʀ ꜱᴇᴍᴜᴀ ᴏʀᴀɴɢ ᴛᴀʜᴜ -->

ᴛᴀɴᴘᴀ ᴠᴏʟᴜɴᴛᴇᴇʀ ᴘᴜɴ ᴀᴅᴀ ʜᴀʟ ʏᴀɴɢ ʙɪꜱᴀ ᴅɪʟᴀᴋᴜᴋᴀɴ ʏᴀɪᴛᴜ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴍᴇɴʏᴇʙᴀʀᴋᴀɴ ɪɴꜰᴏʀᴍᴀꜱɪ ᴅɪ ꜱᴏꜱɪᴀʟ ᴍᴇᴅɪᴀ.



ꜱᴀʟᴀᴍ,

ᴘᴀʀᴀ ʙᴀʏᴀɴɢᴀɴ ʏᴀɴɢ ᴍᴇɴᴅᴀᴅᴀᴋ ᴊᴀᴅɪ ʙᴀɪᴋ ʜᴀɴʏᴀ ᴜɴᴛᴜᴋ ʜᴀʀɪ ɪɴɪ.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top