42: Menerima Diri Sendiri
Lagu: Love Me More oleh Sam Smith
Ree
Lembah Penyihir Putih
Sinar yang familier muncul dari dalam mulut naga putih. Begitu menyilaukan hingga Ree harus mengangkat tangannya untuk menghadang cahaya. Namun tidak seperti sebelumnya, kini Ree tidak tinggal diam.
Dia tidak akan lagi hanya berpasrah setiap kali jalur hidupnya terasa terbentur.
Dan dia tidak akan lagi berlari.
Meski susah untuk membuka matanya, Ree akan menghadapi takdirnya. Dengan punggung tegar dan dagu terangkat.
"Aku tahu siapa dirimu," katanya dengan lantang kepada naga putih.
Begitu suaranya berkumandang, cahaya dari mulut naga putih meredup perlahan. Naga putih sedikit memiringkan kepalanya agar dapat menatap mata Ree lurus. Baru kali ini Ree sadar bahwa mata naga putih berwarna gelap seperti langit malam. Persis seperti matanya sendiri.
Dari mata besar naga putih, Ree dapat melihat pantulan dirinya sendiri dan Wiseman yang berdiri di belakang Ree.
"Aku tahu siapa dirimu," kata Ree lagi dengan suara yang lebih lembut. "Kau adalah bagian dari diriku yang belum dapat kuterima."
Begitu kata-kata itu keluar dari mulut Ree, rasa lega menghampirinya. Seakan dia telah mengeluarkan beban yang selama ini ia pikul di pundaknya secara kasat mata. Tubuhnya terasa sangat ringan. Ree menegakkan punggungnya dan merilekskan pundaknya. Ia menatap naga putih, menatap bagian dari dirinya sendiri itu.
"Aku begitu membenci takdirku sehingga aku mencoba berlari darinya. Dan ketika aku sadar aku tidak akan bisa memilih takdir yang lain, aku mulai membenci diriku sendiri," lanjut Ree, "Aku selalu... membenci diriku sendiri. Benci pada ketidakberdayaanku. Benci pada kemalangan yang selalu menimpa orang-orang di dekatku. Aku membenci kekuatan yang mengalir di tubuhku. Dan aku sangat membenci kesedihan dalam diriku."
"Aku berharap aku bisa menjadi orang lain," suara Ree sedikit tercekat, "Berharap aku dapat kembali ke masa lalu, ke masa-masa semuanya indah, dan membekukan waktu."
Bibir Ree bergetar, begitu juga pupil mata Sang Naga.
"Itu adalah pikiranku terakhir ketika aku menyerap semua magis koloseum. Dan itu jugalah alasan kau tercipta, bukan? Kau adalah bagian dari diriku yang menjadi hidup karena keinginan yang tak bisa kuungkapkan. Magis koloseum yang berasal dari pria tua bangka di belakangku ini yang memfasilitasi keinginan kita itu."
"Kita berharap untuk menjadi orang lain, orang yang tidak pernah ditakdirkan untuk mendapatkan semua kekuatan ini. Untuk menjadi orang normal. Karena itu semua kekuatan koloseum dan kekuatanku yang begitu kubenci mengalir padamu, bagian dari hidupku yang belum dapat kuterima. Bagian hidupku yang kubenci karena tak bisa kuubah apapun usahaku."
Lanjut Ree, "Dan kita berharap dapat memutar balik waktu. Karena itu setiap kali kau bertemu denganku, kau mengambil energi hidupku dan memanipulasinya agar aku dapat kembali menjadi diri kita bertahun-tahun yang lalu, menjadi diri kita yang masih ceria dan tanpa beban, menjadi diri kita yang bahagia."
Tak ada satupun dari mereka yang berkedip. Bahkan ketika sebulir tetesan mata membendung di mata naga yang besar. Mata naga mengilat karena air mata, begitu juga mata Ree. Semua kata-kata Ree berasal dari relung hatinya yang sudah seringkali retak dan ditambal. Hati itu tidak sempurna, dan banyak kegelapan menyelimuti retakan hatinya. Hati itu masih berdarah, masih pilu dengan begitu banyak kenangan pahit.
Hati itu begitu sering membohongi diri sendiri bahwa ia baik-baik saja.
Hati itu begitu sering berusaha tegar meski tak ada lagi harapan.
Kini, Ree membuka hatinya itu untuk bagian dari dirinya sendiri yang selama ini ia tolak, untuk naga putih. Hatinya yang retak dan hancur akhirnya bersedia memberikan tempat untuk bagian dari dirinya yang ia benci.
"Bagaimanapun, benci atau tidak, kau adalah aku, dan aku adalah kamu," kata Ree kembali. "Aku... bukanlah Adishree tanpa kau, meski aku begitu membencimu. Dan aku mengerti itu sekarang. Aku mungkin tidak bisa mengubahmu–mengubah bagian dariku ini–tetapi aku bisa menerima diriku sendiri dan melangkah sebagai pribadi yang utuh. Karena sebenci-bencinya aku pada dirimu–pada diriku–aku... juga mengasihanimu."
Air mata Sang Naga turun begitu saja, membasahi lantai hutan di tengah malam.
Itu adalah hal yang ditunggu-tunggu oleh naga putih, oleh bagian diri Ree yang selalu dikesampingkan dan dibenci oleh dirinya sendiri.
"Aku lelah membenci diriku sendiri." Kini air mata Ree tumpah. Suaranya semakin serak, tenggorokkannya berat. "Aku ingin belajar... untuk mencintai diriku seutuhnya."
Ree tidak menyadarinya, tetapi semilir angin yang saat itu juga membelai pipinya adalah alam yang menunjukkan kasih pada Ree. Dedaunan menari bersama angin dan hewan-hewan malam bahkan berdiam dari ritual nocturnal mereka.
Keheningan meliputi kedua bagian jiwa ini. Seekor naga misterius dan seorang putri yang sudah sering terluka. Dua sisi dari koin yang sama.
Hanya Wiseman yang menyadari bagaimana alam menyambut Ree, membuat pria itu yakin ia dan Anielle telah memilih orang yang tepat. Sebuah senyuman muncul di wajahnya, meski hati Wiseman penuh rasa bersalah. Wiseman tidak bodoh. Ia tahu permainan takdirnya dengan Kara adalah alasan terbesar mengapa Ree begitu membenci dirinya sendiri hingga Ree mendisasosiasikan bagian dari dirinya sehingga naga putih terbentuk.
Begitu menakjubkan apa yang magis dapat lakukan bila bertemu dengan psikis orang, bukan?
"Aku tahu hidup kita tidak dipenuhi pelangi," lanjut Ree kembali, "Dan hidup kita mungkin tetap akan penuh malapetaka dan kesialan. Tetapi aku ingin mengalami sisa-sisa hidupku sebagai pribadi yang utuh. Bukan hanya sebagai orang 'normal' yang tanpa kekuatan atau sebagai diri kita di masa lampau yang berbahagia. Aku ingin menjalani sisa-sisa hidupku sebagai Adishree, seorang gadis dengan garis hidup yang keras tetapi akan terus melangkah hingga akhir."
Sang Naga mengeluarkan suara raungan yang serak. Seakan makhluk itu pun tersedak dengan air matanya sendiri. Ia menyenggol pundak Ree lembut dengan moncongnya. Begitu kedua kulit mereka bertemu, debu-debu magis berwarna emas terpercik di udara. Kemudian debu-debu ema situ memilin menjadi benang-benang emas yang memasuki kulit dan pembuluh darah Ree.
Namun begitu Sang Naga menarik diri, debu-debu emas itu menghilang. Naga putih menatap mata Ree lurus.
"Aku menerimamu–menerima diriku apa adanya. Seberapapun patah dan rusak diri kita, aku ingin kau kembali. Aku minta maaf karena pernah membencimu, karena pernah mencoba membuangmu dari hidupku."
Entah bagaimana, kini Ree dapat mendengar suara naga putih di kepalanya. 'Aku juga minta maaf tidak bisa mengubah diri menjadi apa yang kau inginkan, menjadi pribadi yang kau mau.'
Ree menggelengkan kepalanya. "Ada bagian dari diri kita yang tidak bisa kita ubah seutuhnya. Aku mengerti itu sekarang. Tampang kita, tradisi kita, tempat kita lahir, dan bahkan takdir kita. Tapi kita dapat mengubah bagaimana orang melihat bagian dari diri kita yang tidak ideal. Dan tentunya kita dapat mengubah bagiamana kita melihat diri kita sendiri."
Naga itu tiba-tiba berkurang dalam ukuran. Tubuhnya yang besar dan megah berubah menjadi makhluk lain di depan Ree.
'Aku selalu mendengarmu menangis dan melukai diri karena aku bukanlah yang kamu mau,' kata Sang Naga, 'Maafkan aku.'
Air mata Ree kembali menumpuk. Karena sosok yang dipilih naga putih kali ini adalah diri Ree ketika masih kecil. Sosok yang beberapa hari lalu Ree sandang. Rambut hitam legam yang terurai, mata gelap seperti langit malam, kulit krem, dan rona merah di pipi. Mata sosok Ree kecil bergemilang dengan air mata. Pundaknya bergetar karena isakan. Ree kecil menangis.
Dulu, Ree membenci dirinya yang hanya dapat menangis, yang tidak bisa berbuat apa-apa. Namun kini setelah melihat dirinya sendiri menangis di depannya... hatinya serasa diremas.
Ini adalah diri Ree yang tak bisa ia ubah bagaimanapun ia mencoba.
Seorang gadis kecil dengan takdir yang begitu mengerikan yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Dulu, Ree berpikir gadis itu adalah gadis yang tak berguna. Gadis yang tak pantas ada di hidupnya. Gadis yang hanya akan menghambat Ree menuju hidup baru.
Dulu, Ree berpikir ia tidak punya waktu untuk menjadi gadis itu. Jadi ia mengunci Si Gadis di dalam relung hatinya terdalam dan tidak pernah menengoknya. Ia pun berpikir bila ia dapat menyingkirkan gadis itu, takdir mengerikan yang menempel pada hidupnya akan hilang.
Ree salah.
"Dan aku minta maaf telah melukaimu karena membencimu," kata Ree dengan suara bergetar, kepada Ree kecil di depannya, "Aku bahkan tidak mencoba menerimamu. Aku mengunci hati kita dari keberadaanmu."
Begitu kata-kata itu keluar, Ree merasa pundaknya semakin ringan. Suaranya bergetar tetapi gumpalan di tenggorokkannya menghilang. Ia dapat bernapas lega.
Ree sadar, ternyata begitu mudah untuk bernapas ketika ia tidak lagi membenci dirinya, ketika ia akhirnya menerima dirinya seutuhnya, menerima semua hal yang tidak bisa ia ubah.
Tangisan Ree kecil semakin menjadi. Rengekannya dapat terdengar di seluruh hutan. Dan Ree membiarkannya, membiarkan dirinya menangis hingga puas. Karena itulah yang seharusnya Ree lakukan alih-alih mengunci gadis itu di kegelapan.
Mungkin bila Ree melakukan ini lebih dulu, ia tidak akan memiliki guratan-guratan merah muda di bagian dalam tangannya.
Menarik napasnya dalam-dalam, Ree menenangkan diri. Kemudian dia berlutut di depan gadis itu–di depan diri kecilnya, dan memeluknya.
Ree memeluk bagian dari dirinya yang selama ini ia benci.
Ree kecil menangis lebih deras di pundak Ree, meraungkan segala sakit hati yang ia pendam karena Ree membenci dirinya sendiri. "Maafkan aku," bisik Ree kembali, "Maafkan aku. Maafkan aku."
"Ja...ngan benc..i aku... lagi... Sakit... sakit... jang...an... buang... aku lagi...," isak Ree kecil di pelukan Ree. Isakannya membuat air mata Ree berlinang lebih deras. Ree mengeratkan pelukannya.
"Aku janji."
Begitu Ree berjanji, tubuh Ree kecil meledak menjadi jutaan debu-debu emas di udara, menerangi hutan dengan seketika. Seakan sebuah matahari muncul dari lantai hutan. Ledakan itu menciptakan angin yang kencang yang berpusat pada Ree.
Lalu debu-debu emas itu dengan cepat memilin diri menjadi benang-benang emas kemudian memasuki kulit Ree seperti jejak sungai yang berliku-liku. Mereka memasuki pembuluh darah Ree di tempat tanda kontrak Ree berada.
Di tempat guratan-guratan merah muda itu berada.
Ree bahkan lupa dirinya masih berada di tengah hutan dengan Wiseman, di antara makhluk-makhluk malam. Untuk sesaat, ia merasa hanya ada dirinya di dunia ini, ditemani oleh debu-debu emas yang menerangi malamnya. Debu-debu itu menyerupai jutaan bintang di langit malam.
Semua yang debu-debu emas itu terangi menjadi lebih hidup. Bunga-bunga liar yang layu menjadi tegak kembali. Ranting-ranting pohon yang patah tersambung kembali. Hewan-hewan yang melihat cahaya itu terpesona.
Terutama ketika debu-debu magis itu membuat tubuh Ree bersinar. Tak hanya itu, mereka membentuk sepasang sayap berwarna emas di punggung Ree. Sepasang sayap yang begitu besar dan megah. Bahkan sayap itu lebih tinggi dari pohon tertinggi di hutan. Itulah seberapa besar kekuatan yang merasuki Ree kembali.
Ujung-ujung jemari Ree menjadi geli, tergoda untuk langsung mencoba kekuatan magisnya. Ia tahu wadah magis miliknya telah terisi kembali.
Kemudian debu-debu emas terakhir akhirnya merasuki kulit Ree. Cahaya meredup ketika tidak ada lagi debu-debu emas di udara. Sayap emas Ree pun menyusut, membentuk lukisan sayap emas di punggung Ree di bawah pakaiannya. Hutan kembali menjadi gelap.
Di antara hewan-hewan malam, ternyata ada seekor rusa megah dengan berbagai batu terpajang di kepala dan tanduknya. Rusa itu membawa diri seakan ia adalah penguasa hutan ketika ia melangkah dari garis pepohonan dan mendekati Ree. Kemudian ia berhenti dua langkah dari Ree.
Saat itulah Ree sadar bahwa bebatuan di kepala dan tanduk rusa itu bersinar. Rasa familier menghinggapi Ree. "Aku mengingatmu," katanya pada Sang Rusa, "Kau rusa yang waktu itu aku temui delapan tahun yang lalu."
Rusa itu menunduk di depan Ree. Seakan menjawab pertanyaan Ree. Namun sedetik kemudian, semua makhluk malam yang telah berkumpul ikut menunduk pada Ree.
Ree berkedip melihat itu semua.
"Semua tunduk pada Ratu sah dari Judistia," kata Wiseman, "Konon hanya keturunan Janya yang dapat memerintah Judistia dan segala isinya. Banyak leluhurmu yang dapat memerintahkan hewan, tumbuhan, bahkan dapat membentuk benteng kokoh yang hanya dapat ditembus oleh keturunan Janya."
"Bagi alam, kau adalah penguasa Judistia yang sah," kata Wiseman lagi, "bukan Jagrav atau Kara."
Ree melihat bagian dalam lengannya, tempat di mana dua bulatan hitam dan guratan-guratan merah muda berada. Ia menarik napas dalam kemudian menghembuskannya.
'Penguasa yang sah' adalah salah satu dari beban yang masih ia pikul. Namun setelah menerima dirinya seutuhnya, beban itu tidak lagi terasa seberat dulu. Oh, tentu semua beban yang ia pikul tidaklah hilang, tetapi terasa lebih ringan setelah ia tidak lagi membenci dirinya.
Ia tidak lagi merasa terjebak. Dalam bahasa ayahnya, ia merasa... legowo, tetapi tidaklah pasrah. Ia akhirnya menerima bahwa hidup akan terus menghantamnya. Namun sekarang ia dapat menghadapi dunia dengan lapang dada.
Bukan pasrah, bukan menyerah.
Namun menghadapi dengan berani, dengan menerima segala hal yang tidak mengenakkan tetapi berusaha melangkah maju dengan apa yang ia punya.
Ia menemukan arti lain dari ketangguhan dalam dirinya sendiri.
Ree akhirnya membalas para makhluk di hutan dengan anggukan hormat. Ia berkata, "Suatu hari, aku akan membutuhkan bantuan kalian."
Sang rusa menunduk lebih dalam ke lantai hutan. Entah bagaimana, Ree dapat mendengar semua makhluk berkumandang padanya, 'Panggil kami semau anda, Yang Mulia.'
Ree mengangguk pada mereka untuk kedua kalinya. "Pulanglah," kata Ree, "Aku akan pulang juga." Para makhluk mengikuti kata-kata Ree dengan patuh. Mereka berjalan mundur dan menghilang di kegelapan malam. Bahkan rusa dengan bebatuan yang bersinar di kepala dan tanduknya pun sudah tidak terlihat lagi sekarang.
Keheningan malam meliputi Ree dan Wiseman.
"Kenapa kau masih di sini, Wiseman?" tanya Ree, "simbol antimagis sudah hilang dari lama. Tapi tubuhmu masih dapat bertahan di sini."
"Apa ini sebuah tes?" tanya Wiseman, "Kau tahu jawabannya adalah karena kau menghendaki aku tetap ada di sini. Jiwaku sudah membaur dengan magis koloseum, dengan magis yang kau serap. Jadi hanya kau yang dapat memunculkan diriku."
"Tidak bisakah kau mengambil sebagian magis koloseum untuk dirimu?" tanya Ree, "Lagipula kau kan orang yang pertama kali mengumpulkan semua magis ini di koloseum. Kau menipu Kara dengan trik wayangmu agar Kara memberikan sebagian magis Naga Emas kepada setiap wayangmu, kemudian kau menuangkan semua magis itu di koloseum."
Wiseman sempat terdiam sementara. Mungkin tertegun karena kini Ree telah mengetahui keseluruhan cerita yang ia jalani selama berabad-abad lamanya.
"Benar," jawab Wiseman dengan lambat, "tetapi tubuhku tidak cukup kuat untuk semua magis itu. Tidak seperti tubuhmu, seperti jiwamu. Karena itulah sekarang aku berada di cengkeramanmu, Ratu Judistia."
"Aku mungkin ratu yang sah menurut alam," kata Ree dengan ketus, "tetapi rakyatku sudah pasti akan menolakku kembali. Adipati Judistia yang sekarang saja mencemooh keberadaanku."
"Hmm. Kurasa itu karena dia tidak mengenalmu sebaik aku mengenalmu."
"Oh," Ree memutar bola matanya. "Kau begitu mengenalku sehingga kau membuatku menjadi pionmu."
"Salah," sanggah Wiseman dengan senyuman jenaka. "Kau bukan pionku, Ree. Kau adalah bidak ratuku."
Ree kembali memutar matanya. Kali ini ia juga memutar badannya menuju Lembah Penyihir Putih kembali. "Bidak ratu yang akan kau korbankan agar kau, Sang Bidak Raja, dapat memenangkan permainan, bukan?"
Sebelum Wiseman dapat menjawab, Ree yang begitu kesal dengan nada Wiseman memutar badan dan memberikan tatapan tajam pada Wiseman. "Aku bukan temanmu, Wiseman. Dan tidak ada yang bisa kau lakukan untuk menepis kekecewaanku karena mengetahui kau memperalat hidupku."
Wiseman berkedip. Sekali. Wajahnya tertegun. Mulutnya terbuka tetapi kemudian menutup kembali. Baru kali ini Ree melihat pria berambut putih ini kehabisan kata-kata.
"Kecewa?" tanya Wiseman pada akhirnya, "Kau... tidak membenciku?"
Ree menelan ludahnya kasar. Benci? Sayangnya, tidak. Entah kenapa ia sudah terlalu lelah membenci. Lelah membenci takdir dan dirinya sendiri. Ia tidak punya tenaga untuk membenci Wiseman dan Anielle pula.
Namun ia kecewa.
"Kupikir kalian adalah temanku," kata Ree lemah, "Kupikir kalian adalah penjagaku. Namun kalian adalah dalangku. Dan aku sudah terlalu lelah membenci hidup yang kalian manipulasi ini."
"Aku kecewa karena kalian mempermainkan rasa percayaku," lanjut Ree, "Tapi sayangnya aku dapat mengerti alasan kalian mempermainkan taruhan ini. Dan karena itulah aku tidak bisa membenci kalian. Aku pun tahu rasanya terkurung di kegelapan dan dunia yang bobrok, aku tahu rasanya tidak berdaya."
Wiseman tertegun. Karena Ree baru saja menjelaskan perasaan yang ia dan Anielle rasakan selama berabad-abad Kara berkuasa di kontinen ini. Tak berdaya. Tidak ada yang berani melawan Kara, tidak ada yang berani mengoreksinya.
Dan hidup berabad-abad lamanya dengan penuh rasa bersalah dan kebencian kepada ketidakberdayaan diri mereka... Yah, Wiseman tahu Ree mengerti rasanya. Ia baru saja melihat Ree berdamai dengan dirinya sendiri.
Kapan Wiseman akan berdamai dengan dirinya sendiri pula?
Hidup berabad-abad lamanya dan selalu membenci diri sendiri sangatlah... melelahkan, membuatnya menjadi gila. Itulah mengapa Madoff terbentuk. Madoff adalah bagian dari diri Wiseman yang ia benci, bagian dari dirinya yang sudah menjadi gila dan tak tertolong.
"Kau tahu," bisik Wiseman di tengah malam, "dengan magismu sekarang, kau bisa saja mengakhiri aku dan Anielle. Kami bukanlah tandinganmu."
"Tapi aku tidak akan pernah bisa bebas dari takdirku yang telah kau untai dalam permainanmu bukan?" tantang Ree, "Apapun yang kulakukan, Kara akan mencoba bangkit kembali ketika aku menjadi Basma. Lalu ia akan terus bertakhta di kontinen ini."
Wiseman mengangguk. Ia sudah tidak lagi tersenyum.
"Di antara dua pilihan buruk itu, aku memilih skenario di mana kau dan Anielle dapat membunuh Kara," kata Ree mantap. "Bunuh dia dan selamatkan dunia. Selamatkan kontinen ini. Sudah cukup banyak orang yang terkena penyakit keserakahan di dunia ini karena sistem magis yang demikian."
Keduanya hanya saling menatap untuk sementara waktu.
"Maafkan kami, Ree," bisik Wiseman pada akhirnya.
Ree berkedip. Ia sama sekali tidak menyangka akan mendengar Wiseman meminta maaf padanya. Dengan segera, ia membalikkan badan sembari berkata. "Jangan minta maaf padaku. Lakukan bagianmu di permainan ini. Selamatkan dunia dari Kara."
Ree sudah melangkah kembali ke kota sehingga ia tidak melihat bahwa di belakangnya, air mata Wiseman turun membasahi pipi setelah berabad-abad lamanya.
Wiseman menangis melihat punggung gadis yang begitu tegar di depannya.
Untuk pertama kalinya, ia menangisi permainan takdir yang ia mulai.
Dunia akan begitu kehilangan bila Ree tiada, pikir Wiseman, gadis itu masih saja belum sadar bahwa kita memilihnya karena dari semua jiwa yang kita lakukan simulasi... hanya dia yang memiliki kesempatan untuk tetap hidup di permainan takdir ini.
Dan sekarang aku tahu dengan pasti mengapa.
"Oi," Wiseman berseru di belakang Ree, sebelum akhirnya berlari kecil menyusul gadis itu. "Kau mau ke mana, Ratu?"
Ree tidak menjawab.
Namun ketika seseorang muncul di balik pepohonan di hutan, Ree terdiam. Ia hanya memandang orang itu sebelum akhirnya berbisik, "Pulang."
"Ree!" Orang itu berseru menghampiri Ree. Ia berlari ke arah Ree dan mendekapnya.
Hangat.
Rasanya persis seperti ketika Ree pulang ke kabin di mana Andreas dulu menyediakan makan malam untuknya.
Rasanya seperti setiap kali Ree bersama kru Pasukan Bayangan.
Rasanya seperti... rumah. Dan ini membuat Ree takut.
"Kai," bisik Ree pada pundak kokoh pria yang mendekapnya. "Bagaimana kau bisa tahu aku di sini?"
Kai membuka pelukan mereka kemudian memutar pergelangan tangan Ree. Sebuah gelang dengan bandul berbentuk matahari terlihat. Talinya sudah kendur sehingga gelang itu merosot hampir ke siku Ree sehingga ia tidak melihatnya tadi.
"Aku melacak molekul air di sini," Kai menunjuk bandul matahari itu. "Kau membuatku jantungan, tahu ga? Kenapa kau tidak bilang kalau kekuatan bayanganmu sudah kembali?"
"Bukan aku yang melakukan itu," jawab Ree, "Andromeda yang menculikku. Kemudian dia mengatakan semua kebenarannya padaku. Dan aku kembali ke hutan ini untuk menjemput bagian diriku yang selama ini kubenci."
Kairav memasang tampang melongo. Ia hanya menatap kosong ke arah Ree, berusaha mencerna semua perkataan Ree tetapi gagal. Melihat itu, Ree tak kuasa untuk tidak tersenyum. Buyut ini terlihat menggemaskan ketika Ree mengulang jawabannya dengan lebih pelan dan lebih banyak keterangan.
Kedua insan itu terlalu terhanyut pada satu sama lain hingga melupakan keberadaan Wiseman.
Kini aku tahu alasan Ree ingin berjuang untuk dunia ini.
Tragis sekali. Wiseman memandang ke bawah kakinya. Ia memikirkan sosok Anielle. Entah kenapa percakapan Kai dan Ree mengingatkannya pada dirinya sendiri dan Anielle. Kisah yang menakjubkan dan tragis.
Tapi kisah ini belum selesai, pikir Wiseman, Oh, kisah ini masih jauh dari selesai.
–Bersambung–
Sudahkah kau menerima bagian dirimu yang tidak kau sukai dan/atau yang tidak bisa kau ubah?
Sudahkah kau menghadapi hidup dengan lapang dada tetapi tidak pasrah atau menyerah?
Sudahkah kau mencintai dirimu seutuhnya, semua kelebihan dan kekuranganmu?
Apakah kau tahu betapa dasyatnya dampak yang bisa kau berikan pada dunia bila kau berdamai dengan dirimu?
Terima kasih sudah membaca yaa, entah kalian melanjutkan atau tidak, aku bersyukur dapat dukungan yang begitu hebat dari kalian. Terima kasih sudah menjadi bagian dari pengalaman menulisku, sudah membentuk aku sebagai penulis. Chapter ini begitu dekat dengan hatiku karena aku pun susah menerima beberapa bagian diriku. Sebenarnya Ree itu aku dasarkan pada hal-hal yang tidak begitu kusukai tentang diriku. Susah untuk menuliskannya dan karena itu agak lama menulisnya di tengah-tengah kesibukan lain pula. Kuharap chapter ini bisa bermanfat untuk orang lain.
Belum. Ceritanya belum selesai WKWK masih banyak yang belum terjawab kan. Kita lanjut pelan-pelan ya, yang penting maju dan ada perkembangan.
Aku lagi masuk stase yang sangat sibuk jadi sepertinya update akan menjadi seminggu sekali untuk sembilan minggu ke depan. Kuusahain satu chapternya panjang kayak chapter ini. Apa nih chapter kepanjangan kalian udah bosen? wkwk
Anyway, happy weekend yaa!
Btw kalo kelamaan nunggu, bisa coba baca The Dawnless Saga, itu buku 1 Lyria Dawnless udah selesai 😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top