37: Alia Gininda pt. 2

Lagu: Diminuendo oleh Lawless

Alia rasa waktu berhenti saat itu juga. Ia hanya dapat melihat wajah ibunya. Kulit coklat manis yang selalu ibunya banggakan, mata coklat yang besar dan menawan yang selalu melihat segala hal dengan positif, serta rambut hitam legamnya yang ia turunkan pada Alia.

Tak sampai sedetik kemudian, ia mendengar suara dentuman lenting. Mukanya tersiram lebih banyak cairan kental. Dan hati Alia terasa begitu hampa.

Kepala ibunya berguling di samping Alia, tubuh ibunya pun menjadi lunglai.

Untuk beberapa saat, Alia hanya dapat mendengar deru tawa para kesatria yang membahana. Mereka menertawakan Alia dan ibunya seakan mereka telah berhasil memotong buah dalam keadaan mabuk.

Kehampaan di ruang hati Alia berubah menjadi badai yang begitu besarnya. Entah apa yang ia rasakan. Amarah, sedih, benci, dan kehampaan melebur menjadi satu.

Ia menatap kedua kesatria yang masih berdiri dengan tajam. Kedua kesatria itu mengolok cara Alia menatap mereka setelah membunuh ibunya. Mereka tidak berpikir bahwa Alia dapat membalas dendam. Mereka pikir Alia hanyalah seorang gadis yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Mereka salah.

Ketika kata-kata kontrak muncul dari mulut Alia, kedua kesatria itu membelalak. Sama sekali tidak pernah terbersit di kepala mereka bahwa Alia akan menggunakan kedua nyawa yang hilang hari itu sebagai bayaran kontrak. Kedua tubuh yang tergeletak di lantai hancur menjadi serpihan-serpihan debu dan memasuki kulit Alia, merasuki pembuluh darahnya.

Di bagian dalam pergelangan tangan Alia, muncul satu bulatan hitam yang kecil. Kontraktor tingkat pertama.

Kemudian matanya bersinar terang seakan matahari telah berpindah ke matanya. Langit di atas menggelap.

Alia berdiri perlahan. Matanya selalu menuju kedua pria yang telah menghancurkan hidupnya. Mereka yang tadinya tertawa sudah tersungkur di tanah dan memohon untuk Alia mengampuni mereka.

Tch, pikir Alia, Menjijikkan.

Dengan satu ayunan jari telunjuk, sebuah petir menerjang langit dan menyetrum kedua kesatria itu. Teriakan kedua pria itu menjadi nyanyian bagi Alia. Oh, Alia bukanlah Maha Pengampun yang akan memberikan kematian mudah bagi mereka. Badai amarah di relung hatinya harus dilampiaskan. Jadi ia menunggu hingga kedua pria itu sadar dari setiap setruman, sebelum mengirimkan petir untuk mereka kembali.

Terkadang Alia menunggu mereka untuk berusaha merangkak menjauh terlebih dahulu, sebelum akhirnya menyetrum mereka kembali. Terkadang, Alia hanya membakar satu bagian tubuh mereka, membuat mereka merasakan rasa sakit terus menerus.

Hingga matahari pun akhirnya mengucapkan selamat tinggal dari langit, barulah kedua pria itu meregangkan nyawa mereka seakan kematian hanyalah satu-satunya jalan untuk mereka bebas. Tubuh kedua pria itu sudah hitam, kasar, dan rapuh. Mereka meliuk dengan sudut-sudut yang aneh, seakan tubuh mereka diputar begitu hebatnya.

Di sekitar mereka, tanah sudah menghitam dan menjadi kering. Bahkan bangunan dan lampu jalan sudah menjadi arang. Hanya tubuh ibunya yang tidak tersentuh.

Merasa tugasnya untuk balas dendam telah berakhir, Alia perlahan menoleh ke tempat tubuh ibunya sebelumnya berada. Hanya tersisa tanah kering yang hitam. Hanya tersisa abu, arang, dan petir di tangannya. Matanya bergetar dan kedua kakinya mendadak menjadi lemas.

Alia terjatuh hingga berlutut di tanah. Hatinya perih. Sekalipun badai amarah sudah dilampiaskan, badai kesedihan dan penyesalannya belum dikeluarkan. Suara teriakannya pada langit senja begitu parau, begitu mengilukan.

Namun dunia begitu kejam.

Alia tidak diberi kesempatan untuk merasa sedih sedikitpun.

Sepasang sepatu boot hitam memasuki pandangan mata Alia yang berlinang. Mata Alia menengadah untuk melihat sosok yang mendatanginya. Sosok itu mengenakan jubah hitam dengan janur yang terbuat dari emas. Berbagai medali mendekorasi jubahnya. Dengan pandangan buram, ia lagi-lagi melihat seorang pria berseringai menjijikkan. Kali ini bukan karena pria satu ini menginginkan tubuhnya, tetapi karena pria ini menginginkan kekuatannya.

"Halo," sapa pria itu. Di belakang pria itu, beberapa kesatria mendorong ayah dan kakak Alia hingga tersungkur di tanah. Kedua tangan mereka diikat dan terdapat kalung besi di kedua leher mereka.

Mata Alia kembali menatap sang pria. Jemarinya memantikkan percikan listrik.

"Coba saja mencelakaiku," kata pria itu, "dan keluargamu yang tersisa akan binasa."

"Apa yang kau mau?" tanya Alia.

Pria itu mengeluarkan sebuah kalung besi dari kantung jubahnya. Seringainya melebar ketika melemparkan kalung itu pada Alia.

"Pakai," perintahnya.

Perlahan tapi pasti, Alia mengalungkan dirinya sendiri. Ia tidak mau Raja dan ayahnya terluka. Bunyi klik muncul begitu kalung besi itu mengelilingi leher Alia. Kalung itu ternyata terbuat dari magis dan dapat mengeratkan diri hingga sesuai leher penggunanya, atau bahkan mencekik penggunanya.

"Karena melanggar aturan Judistia untuk tidak mengorbankan nyawa demi magis, kau akan dihukum menjadi budak. Keluargamu pun akan ikut dihukum pula."

Sejak hari itu, Alia dan keluarganya bukan lagi pedagang. Mereka dikurung di penjara hampir setiap hari. Raja dan ayah Alia diharuskan memakai mayat-mayat yang berada di penjara untuk mendapatkan magis pula.

Setiap hari, Raja dan ayahnya semakin menjauhi diri Alia. Mereka tidak mengatakannya, tetapi mereka melihat Alia sebagai alasan malapetaka yang melanda mereka.

Alia pun tidak berani mempertanyakan perubahan sikap mereka terhadap Alia. Karena ia sendiri pun menyalahkan dirinya sendiri terhadap apa yang terjadi. Coba saja ia berhasil meyakinkan ibunya untuk tidak pergi ke bagian kota itu.

Coba saja ia dapat memutarbalikkan waktu.

Jagrav memberi Alia dan keluarganya misi untuk mengumpulkan para kontraktor-kontraktor yang telah mengorbankan nyawa. Raja bajingan itu ingin Alia memimpin kelompok para kontraktor ini.

Entah apa alasannya.

Alia hanya memikirkan bagaimana caranya ia dapat menjaga keselamatan keluarganya. Ia tidak bisa menanggung rasa bersalah bila keluarga sisanya meninggal pula.

Untuk beberapa bulan, Alia dan keluarganya dapat tinggal di sebuah pemukiman buatan di tengah hutan. Bersama para kontraktor yang telah diasingkan, mereka saling membantu untuk menyelamatkan kontraktor-kontraktor lain yang diperlakukan tidak adil. Mereka membantu membuatkan identitas baru, membantu membawa mereka keluar masalah, dan menjadi tempat singgah bagi para kontraktor yang lelah dihakimi dunia. Permukiman mereka pun telah tumbuh dari yang awalnya hanya berupa tenda-tenda kecil, menjadi sebuah desa tempat singgah para kontraktor. Tidak semua kontraktor yang mereka tolong akan tinggal bersama mereka. Beberapa ada yang kembali ke negeri asal atau berpindah ke negeri lain dan menyembunyikan kekuatan serta lambang kontraktor mereka.

Setiap kontraktor yang mendatangi Alia diberikan kalung besi yang sama seperti milik Alia dan keluarga. Namun atas perintah Jagrav, Alia berkata kalung itu adalah alat komunikasi. Sehingga kapanpun salah satu dari mereka butuh pertolongan, Alia dapat tahu dan dapat membantu mereka.

Hanya Alia dan keluarganya yang tahu bahwa para kontraktor ini suatu saat akan dimanipulasi oleh Jagrav, entah kapan dan untuk apa.

Hingga suatu hari Alia dan para kontraktor di pemukiman itu mendengar mengenai Putri Pertama. Harapan untuk pertama kalinya muncul di hati Alia. Ia sudah lelah memakai topeng kepada para kontraktor lain. Ia merasa jijik terhadap dirinya sendiri.

Namun ia kandaskan harapannya karena setelah berita bahwa Turnamen Mentari telah berakhir, Jagrav menugaskan Alia dan keluarganya untuk menyusup ke kru Pangeran Pemberontak.

Disinilah Alia sekarang. Berada di Benteng Diam, di antara kru Pangeran Pemberontak, bermuka dua dan dengan hati retak yang hampa, serta dengan dosa yang sudah begitu berat.

Setidaknya ia sudah dapat membebaskan keluarganya.

Entah apa yang para kontraktor yang berterimakasih padanya akan katakan bila mereka tahu yang sebenarnya.

Apa yang para warga Silmarilon yang akhirnya menerimanya hingga membuatkan festival untuknya akan katakan?

Apa yang kru Pangeran Pemberontak yang sudah menolongnya sedemikian rupa akan lakukan padanya bila tahu?

Apa yang akan Lex katakan? Apakah Lex akan tetap memandangnya sama?

'Ibu,' kata Alia dalam hati, 'Kenapa setiap kali kegelapan selalu saja menangkapku dan menenggelamkanku lebih dalam?'


–Bersambung–

Coba jawab pertanyaan Alia di akhir

Kenapa dunia punya favorit?

Yang kaya semakin kaya

Yang bahagia semakin bahagia

Yang sedih semakin sedih

Kenapa?

Salam,

Para bayangan yang penasaran kalian tadi sahur makan apa?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top