34: Alam Menari Untuknya
Lagu: READY FOR WAR oleh Neony ft. UNSECRET
Lex
Benteng Diam, Silmarilon
Tidak ada waktu untuk berpikir dua kali. Ketika agrotis yang murka itu merayap dengan begitu cepat ke arah Lex dan Rangga, Lex dengan cekatan mengeluarkan sisa-sisa tenaganya untuk kembali membentuk sebuah dinidng tanah yang besar. Tubuh agrotis yang begitu besar membawa kehancuran ke banyak bangunan Benteng Diam. Dengan komunikasi mental, Rangga meminta agar anggota krunya membantu para penduduk dari terjangan agrotis.
Ultar, Danum, dan Bima dibantu para kesatria Benteng Diam semakin sibuk untuk membawa rakyat menjauh dari trajektori agrotis.
Lex berhasil membangun sebuah dinding tanah tinggi tepat sebelum agrotis itu menerjang seorang kakek tua yang belum sempat menjauh. Agrotis itu terbentur dinding buatan Lex, memberikan sepersekian detik berharga untuk Ultar menteleportasikan kakek tua itu dari jangkauan agrotis.
Sayangnya, dinding tanah itu runtuh begitu mudahnya ketika sang agrotis membenturkan tubuhnya kedua kali. Tenaga Lex tidak cukup kuat untuk menahan formasi dinding tanah. Tanpa ia bisa hentikan, dinding itu hancur menjadi serpihan-serpihan tanah dengan satu hentakan kuat dari agrotis. Di saat yang sama, kaki Lex melemah dan dirinya tersungkur ke tanah.
"Lex!" Entah siapa yang memanggil namanya. Penglihatan serta pendengaran Lex menjadi rancu. Terdengar seperti suara pria tetapi suara perempuan pula. Atau mungkin keduanya.
Di sudut terluar penglihatannya, ia melihat Rangga berusaha mengeluarkan api dari tangannya. Namun tenaga Rangga juga sudah habis. Pangeran Pemberontak telah mengeluarkan semua tenaganya untuk membakar satu agrotis beberapa menit yang lalu dan kini ia tidak dapat membuat sepercik api pun.
Dengan cekatan, Rangga berlari ke arah Lex, menarik kerah bajunya, dan menarik sahabatnya itu menghindar dari mulut agrotis. Tak hanya dua pria itu, Vadnya dan para kesatrianya juga meloncat menghindar dari sang agrotis.
Mulut agrotis membentur tanah di dekat mereka dengan begitu kuat, membuat tanah di bawah mereka retak dan menghasilkan hentakan kuat yang menjalar. Hentakan itu membuat Rangga dan Lex terpental ke samping, membentur sebuah bongkahan batu besar.
Debu-debu tanah berterbangan di udara, mengelabui pandangan. Satu-satunya yang dapat mereka dengar adalah erangan agrotis yang tak kunjung usai.
Lex mengedipkan matanya berkali-kali, berusaha mengembalikan ketajaman penglihatannya. Namun kepalanya begitu pusing. Pun rasa sakit di kakinya yang terkilir ketika mereka meloncat menghindar dari agrotis membuatnya susah untuk kembali fokus. Kesadarannya hilang timbul. Bila bukan karena Rangga yang menepuk pundaknya dengan cukup kuat, Lex mungkin saja sudah kalah dengan alam bawah sadarnya.
"Lex, ayo!" seru Rangga. Pangeran itu mencengkeram baju Lex dan menariknya dalam usaha membantu Lex untuk berdiri.
Agrotis itu kembali mengangkat kepalanya dan berteriak sangar ke arah udara. Hewan itu terdengar semakin marah daripada sebelumnya.
"Habislah kita," bisik Lex. Dirinya dan Rangga sudah tidak memiliki tenaga untuk mengeluarkan magis. Anggota krunya yang lain masih sibuk untuk menyelamatkan rakyat yang memang seharusnya diutamakan. Sementara beberapa kesatria Benteng Diam tak sadarkan diri, tertimpa dengan reruntuhan atau terluka parah.
Hanya Vadnya yang tersisa di atas podium arena yang sudah hancur lebur. Sebuah pilar menghimpit kakinya, membuat pria itu tidak dapat bergerak. Wajahnya terlihat jelas kesakitan.
Lex pikir agrotis itu akan menyerang dirinya dan Rangga, dua orang yang tadi baru saja membakarnya –dan menghina tampangnya juga, begitu kesempatan tersedia. Namun perhatian agrotis itu justru tertuju pada seorang kesatria perempuan yang tersungkur begitu dekat dengan agrotis. Darah mengucur keluar dari pelipis wanita itu dan baju zirahnya sudah retak di berbagai tempat. Kakinya pun berdarah begitu hebatnya. Sudah pasti wanita itu tidak akan bisa menyelamatkan diri.
Apalagi ketika agrotis mengarahkan gigi-gigi tajamnya pada wanita itu. Agrotis itu hanya tinggal menunduk dan dalam satu gerakan, agrotis dapat dengan mudah melahap wanita itu. Geraman yang buas muncul dari mulut agrotis, seperti seorang predator yang baru saja menemukan mangsa empuknya. Gigi-gigi tajamnya berkedut seakan gatal untuk menancapkan diri pada wanita itu.
"Hinai!" seru Vadnya dari podium. Pria itu berusaha keras untuk mengangkat pilar yang menghimpit kakinya. Namun tanpa magis dan dengan luka-luka di tubuhnya, Vadnya hanya dapat menggerakkan pilar itu sedikit demi sedikit. Erangan Vadnya tak kalah kerasnya dengan geraman agrotis.
Namun seberapa cepatpun gerakan Vadnya, ia tidak akan bisa membantu kesatria wanita bernama Hinai itu.
"Hinai!" seru Vadnya kembali.
"Hei!" Rangga ikut berseru kepada wanita itu. "Lari! Lari!"
Sang wanita berusaha merangkak mundur dengan salah satu kakinya yang sepertinya lumpuh. Sementara agrotis terus saja mengeluarkan suara geraman. Lex pikir agrotis itu semacam menertawakan ketidakberdayaan wanita itu.
Dengan gerakan yang cepat, agrotis membuka mulutnya dan memanjangkan gigi-gigi tajamnya, bersiap untuk menerjang wanita itu dalam satu lahap.
"Tidak! Hinai!! Lari!!" Vadnya terlihat penuh ketakutan terhadap wanita ini. Dengan susah payah, ia menggelindingkan pilar berat yang menghimpit tubuhnya. Erangannya begitu parau, begitu putus asa. Lex baru saja ingat bahwa Vadnya memiliki seorang putri tiri yang menjadi kesatria. Wanita itu sepertinya putri tiri Vadnya.
Meski sudah tidak tertiban pilar, Vadnya kesusahan untuk bangun dan bergerak. Pria itu hanya dapat merangkak sedikit demi sedikit sementara agrotis itu bersiap melahap putri tirinya.
Lex tahu, ini akan menjadi kematian yang tidak sakit. Dirinya menutup mata, tidak ingin melihat kekejaman alam yang tidak bisa ia hentikan. Teriakan Vadnya yang penuh kesedihan menusuk hatinya, tetapi tidak ada lagi yang dapat ia dan Rangga lakukan dalam sedetik itu.
Ia menantikan mendengar suara cipratan air seperti pisau yang ditusukkan pada sebuah buah jeruk penuh air. Atau mungkin ia akan mendengar suara seperti ranting dipatahkan.
Memang disayangkan, tetapi Lex tidak dapat berbuat apa-apa. Jadi sementara menunggu suara itu terdengar, ia berusaha mengumpulkan tenaganya untuk berlari sementara agrotis teralihkan perhatiannya.
Namun suara yang berikutnya ia dengar begitu beda dari perkiraannya. Bukan suara jeruk yang diperas atau suara ranting patah yang ia dengar.
Justru ia mendengar suara guntur yang menggelegar begitu hebatnya. Kemudian ia mendengar suara dengungan yang begitu cepat dan mematikan di udara.
Ia mendengar suara percikan listrik. Begitu megahnya, seperti memainkan simponi cuaca.
Begitu Lex membuka matanya, ia melihat ribuan cahaya putih turun dari langit dan menyetrum agrotis secara keseluruhan. Kulit agrotis yang masih basah karena air dengan mudahnya tersetrum oleh listrik. Dan sumber dari magis besar ini adalah Alia yang berdiri di belakang Hinai.
Mata Alia bersinar putih, jemarinya dikelilingi getaran-getaran listrik yang seakan menari di udara. Alam telah menari untuk Alia.
Lex tidak bisa melepaskan pandangannya. Ia tidak pernah melihat hal yang begitu menakjubkan selain ketika Ree menghentikan tiga bola pijar api sendirian di koloseum.
Tak hanya itu, Lex tidak pernah melihat seorang terlihat begitu... menawan sekaligus mematikan. Karena terbalut oleh kilat yang hilang timbul di udara, Alia yang sudah beberapa hari dikurung di penjara bawah tanah... ya, bisa dibilang Lex tidak pernah melihat kecantikan yang sedemikian rupa.
Ia penuh luka, ia penuh amarah, tetapi ia bersinar dan membuat alam menari untuknya.
Lex pikir ia tidak pernaha melihat seseoraang menggunakaan magis sebegitu puitisnya seperti Alia.
Satu hal lagi yang ia kagumi; ia tahu Alia bisa saja melarikaan diri dan menyelamatkan dirinya sementara Vadnya teralihkan perhatiannya oleh agrotis. Namun Alia memilih untuk menyelamatkan Hinai dan satu kota Benteng Diam.
Alia memang seperti Ree.
–Bersambung–
OOoohh...
Sepertinya ada yang jatuh hati...
Apa kapal ini sebaiknya dipertahankan atau dikaramkan saja?
Oh ya, wattpad sekarang bisa kasih reaksi emoji ke cerita. Berikan reaksimu untuk cerita ini.
Kami penasaran hehehe
Salam,
Para bayangan yang menemanimu belum tidur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top