26. The Fresh Start
Apa yang telah dipikirkan Gojo Satoru? Dia. Sebagai penyihir Jujutsu terkuat, dia sama sekali tidak memiliki moral yang sepadan untuk menyandang gelar tersebut.
Keberadaannya dilahirkan dan dibesarkan demi klannya. Dari Satoru kecil. Para tetua di klannya telah mendidiknya dan melatihnya sampai sedemikian rupa agar anak tersebut bisa menjadi seorang kepala klan yang dapat mereka kendalikan di balik layar.
Tetapi seperti yang kita ketahui sekarang. Rencana mereka berakhir senjata makan tuan. Semua tindakan yang dilakukan Satoru kerap bertolak belakang dari apa yang mereka semua inginkan.
Pernikahannya dengan Megumi seperti bom yang meletus di depan wajah para tetua. Keinginannya untuk menyelamatkan nyawa Itadori Yuuji pun menjadi aib keluarga.
Selama beberapa bulan mendiami rumah Gojo. Bahkan Megumi pun bisa merasakannya. Betapa kotornya tatapan haus darah yang datang dari para anggota keluarga inti setiap kali Satoru berjalan di hadapan mereka.
Satoru tumbuh kuat di rumah yang bagaikan sarang musuh. Dan dikatakan sebagai manusia yang diberkati dengan teknik kuno yang kekuatannya tanpa batas.
Mereka mungkin berpikir itulah alasan mengapa Satoru bisa-bisanya bertindak sesuka hatinya dan sangat percaya diri ketika melakukannya, yang membuat banyak orang iri padanya tetapi Megumi hanya bisa mengasihaninya.
Megumi yang selalu bersanding di sisi Satoru dan mungkin akan menghabiskan sisa hidupnya dengan pria tersebut. Akhirnya mulai memahami darimana asalnya kepribadian buruk pria tersebut.
Bahkan manusia terkuat di dunia ini pun bisa gila apabila mereka tidak memiliki rumah yang hangat dan aman.
Mungkin pernikahan mereka terjadi hanya karena kontrak yang terbentuk karena pihak ketiga. Tetapi tak merubah kenyataan kini Megumi adalah pengantin klan Gojo.
Kini sudah menjadi tugasnya untuk membuat rumah Gojo menjadi tempat yang layak untuk suaminya tinggali.
Mungkin dia masih belum mampu melindungi Satoru dalam pertempuran melawan kutukan. Tetapi dia cukup yakin bahwa dia mampu melindunginya dari masalah rumah tangga mereka.
Anggap saja ia sedang membalas budi untuk semua hal yang telah Satoru lakukan untuknya.
OXO
Seperti biasanya, Satoru pergi melakukan perjalanan bisnis selama beberapa hari. Pergi meninggalkan Megumi di rumah tanpa pekerjaan penting.
Tidak mempunyai pekerjaan penting, tetapi bukan berarti Megumi di tinggal di rumah menganggur.
Saat ini Megumi sedang menjalani pelatihan keras dari nenek dan ibu Satoru, sebelum ia mendapatkan haknya untuk mengatur urusan rumah tangga.
Menjadi istri sah kepala klan berarti dia berada di posisi teratas hierarki dalam urusan rumah tangga, dan hanya sang suami saja yang boleh membantah keputusannya,
Tentunya posisi tersebut sangat penting, sebagaimana nenek Satoru sangat enggan untuk melatihnya.
"Setelah anak sialan itu membawa pulang seorang bocah laki-laki dan memaksa semua orang di sini untuk menganggap bocah lusuh itu sebagai istrinya. Sekarang aku harus melatih anak haram Zen'in itu?? Apa jadinya keluarga ini!!?"
Begitulah wanita tua itu mengumpat seketika mendengar keputusan Megumi yang ingin menerima haknya untuk mendapatkan latihan agar bisa menjadi nyonya sah klan.
Di belakang orang-orang juga ikut-ikutan mengatai dan membela apapun yang dikatakan wanita tua tersebut. Tetapi kenyataannya, tak ada satupun dari mereka yang berani mengemukakan pendapatnya ketika Satoru mengumumkan secara resmi apabila Megumi akan menjalani pelatihan tersebut.
Makanya, sudah menjadi makanan sehari-hari Megumi apabila ia mendengar bisikan orang-orang, "Walau ujung-ujung dia hanya akan menjadi istri simpanan. Apa gunanya dia melakukan semua latihan tersebut? Cepat atau lambat Satoru-sama akan bosan padanya. Apa yang dipikirkan Satoru-sama? Menikahi laki-laki. Sangat menjijikan. Apalagi laki-laki seharusnya tak mengurusi urusan rumah tangga."
Kurang lebih Megumi selalu mendengarkan hal-hal serupa. Bahkan nenek Satoru akan mengatainya secara langsung di depan wajahnya setiap kali Megumi melakukan kesalahan kecil.
"Berapapun usiamu. Kalian tidak akan pernah mendapatkan acara pernikahan resmi. Entah bagaimana, tapi aku akan meyakinkan Satoru untuk menikahi perempuan baik-baik. Bukannya anak haram dari buangan Zen'in sepertimu."
"Dan walaupun aku yakin diakhir kau hanya akan menjadi simpanan. Setidaknya kau masih perlu belajar etika agar kau tak mempermalukan keluarga ini."
Setiap harinya wanita tua bau tanah itu akan selalu mengatakan hal serupa. Megumi yang tak begitu menganggap semua perkataannya hanya melihatnya dengan sebelah mata.
Apalagi di depan matanya, wanita tua tersebut tidak lebih dari seekor burung Beo yang lehernya gampang dipatahkan walau hanya dengan satu tangan.
Semoga saja dia bisa menahan diri untuk tidak mengikuti hasrat membunuhnya.
Dan dari apa yang mereka semua katakan. Nampaknya mereka masih berharap suatu hari nanti Satoru akan menikahi seorang wanita dari kalangan atas.
Bahkan badut yang main di pinggiran jalan saja masih mempunyai lelucon yang jauh lebih baik ketimbang ocehan tak masuk akal yang mereka lontarkan.
"Pfft...." Mau tak mau Megumi menertawakan wanita tua yang cepat tersinggung itu. "Satoru-san tidak akan pernah mencampakan ku. Sebaiknya kalian tidak terlalu mengharapkan hari dimana dia melepaskanku," ujarnya tanpa berhenti menatap vas bunga di hadapannya.
"Kalian orang-orang biasa mungkin tidak akan pernah memahami. Betapa gilanya para penyihir Jujutsu terutama penyihir kuat setingkat Satoru-san....." jedanya seraya berlahan memakai gunting untuk memotong tangkai dan daun bunga yang dipegangnya.
"Walau salah satu dari kita matipun. Dia pasti akan mengutukku agar aku selalu terhubung dengannya. Bahkan di kehidupan selanjutnya sekalipun, dia pasti akan menemukanku dan mengekangku dengan caranya yang brutal...." imbuhnya lagi dengan senyuman tipis dan lembut, menatap dengan tatapan menilai sendiri hasil karyanya yang masih terlihat amatir.
"Agar kalian bisa lebih yakin. Mengapa kita tidak tanya sendiri pada Satoru-san?" Megumi lantas sengaja mengatakannya ketika dia menyadari energi kutukan orang yang sedari tadi mereka bicarakan.
Satoru sudah berdiri di ambang pintu dengan senyuman jenaka menghiasi wajahnya. "Kenapa kau merasa perlu untuk meyakinkan mereka?" tanyanya balik seraya bergegas mendatangi tempat Megumi duduk dan langsung memeluknya di depan nenek dan para pelayan lainnya.
"Tapi aku masih penasaran. Apa yang ingin kau tanyakan?" Satoru mengatakannya dengan senyuman. Tetapi dibalik penutup matanya. Megumi bisa merasakan tatapan buas yang haus darah ditunjukan kepada orang-orang di seberang mereka.
Megumi tahu, dia tidak akan bisa mengendalikan situasi apabila dia salah bertanya. Lantas dia terdiam sejenak seraya memperhatikan vas bunganya. "Satoru-san," panggilnya kemudian.
"Lihatlah. Bagaimana menurutmu setelah kau melihat bunga yang kurangkai hari ini?"
Satoru pun sempat tercengang akan pertanyaan tersebut. Mulutnya sedikit terbuka dengan canggung, sebelum ia kembali tersenyum lebar dan memuji-muji karya amatir istrinya. "Bagus! bagus! Kau sepertinya juga jenius dalam hal ini huh," begitu katanya sambil mengusapkan pipinya ke wajah Megumi.
Megumi sampai dibuat risih karenanya. Diam-diam dia mencubit sisi perut Satoru memintanya agar berhenti bertindak memalukan. Sementara dia menoleh ke wanita tua yang sedari tadi terlihat paling marah di ruangan tersebut.
"Lihatlah Obaa-san. Satoru-san sangat menyayangiku seperti ini. Bagaimana mungkin dia mencampakan ku?" Magumi sendiri mual mengatakannya. Jadi dia melampiaskan rasa jijiknya dengan terus mencubit Satoru yang berbisik mengeluh kesakitan.
"....hmph! Dasar anak-anak muda jaman sekarang. Segera benahi rangkaianmu!" untungnya wanita tua itu hanya menggerutu. Walau masih bisa-bisanya menunjukan ketidak puasannya akan karya amatir Megumi sebelum pergi membawa para pelayan yang mengikutinya di belakang.
Begitu mereka semua meninggalkan ruangan. Megumi langsung menghela nafas frustasi di depan vasnya seraya membongkar lagi tatanan bunga. Rupanya walaupun tadi dia berani membantah tetapi pada akhirnya dia masih mengikuti intruksi wanita tua itu.
Melihatnya yang begitu serius dalam menjalankan latihan konyol tersebut. Satoru menaikan satu alisnya karena heran sekaligus juga menertawakan kerajinan Megumi yang dianggapnya sangat aneh.
"Kau pasti sudah tahu kalau mereka tidak akan pernah mengakuimu sebagai istri sahku. Apa kubilang? Tak ada gunanya kau mengikuti kemauan mereka. Lihat saja bagaimana mereka memperlakukanmu ketika aku tidak di rumah," Satoru berkomentar seraya menjatuhkan kepalanya ke pangkuan Megumi.
"Apalagi aku kecewa pada pertanyaanmu barusan. Seharusnya kau bertanya sesuatu seperti nyawa siapa yang lebih penting? Nyawa Megumi atau nyawa orang-orang bodoh itu. Dengan senang hati aku akan menghabisi mereka untukmu," oceh Satoru kemudian.
"......aku baru saja mencegahmu menjadi kriminal. Berterima kasihlah padaku Sensei," balas Megumi selagi fokus mengerjakan ulang tatanan bunganya. "Bahkan Gojo Satoru tidak akan lepas dari mata hukum. Sebaiknya kau tidak mengatakan sesuatu yang bisa semakin merusak reputasimu..."
"Hmm....rupanya Megumi juga peduli reputasi huh...."
"Siapa yang bilang aku peduli? Aku cuma butuh waktu....."
"....itulah mengapa kau melakukan pelatihan bodoh ini?"
Megumi lalu mengangguk sambil menjawab singkat, "Umm...ya begitulah..."
"Megumi. Kalau kau memang ingin mendapatkan kekuasan nyonya rumah. Aku bisa langsung memberikannya padamu, tanpa kau perlu melakukan hal yang sia-sia seperti ini. Walau aku masih penasaran mengapa kau bersikeras menginginkannya. Apalagi. Bukannya kau masih ingin bekerja sebagai penyihir Jujutsu? Sebagai penyihir kelas-1 kau akan dapat banyak misi. Kau tidak akan punya waktu untuk pulang kemari....."
Satoru mulai berbicara panjang sendiri lantaran Megumi yang masih kebingungan bagaimana cara menata bunga yang baik.
Mungkin karena dari kecil Megumi tidak pernah tertarik seni makanya pelajaran ini jauh lebih menyusahkan ketimbang ia belajar Kaligrafi.
"....sensei," panggilnya seraya memasang wajah menyerah. "Kau pasti pernah belajar ini waktu kecil kan? Tolong bantulah aku," pintanya dengan suara pasrah.
Ingin Satoru mengomelinya karena tak mendengarkan apa saja yang dikatakannya barusan. Tetapi lagi-lagi Megumi memohon seraya menarik ujung bajunya. "Ajari aku sensei..." bujuknya dengan tatapan memelas.
Meski versi Megumi yang bermanja-manja padanya itu hanyalah imajinasinya saja. Sedangkan Megumi yang asli memintanya dengan wajah datar tanpa dosa.
Tetapi di saat-saat seperti inilah. Mereka berdua bisa melupakan segalanya dan memperlakukan satu sama lain sebagaimana saat sebelum semuanya terjadi.
To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top