16. Lost in Ocean

Apakah untuk selamanya, selama seumur hidupku aku akan terbelungu di dalam genggamannya? Atau pada suatu saat nanti, apakah hatiku akan menjadi ikatan senar yang memaksaku untuk terus menari di atas telapak tangannya?

Megumi memikirkannya, saat tangan pucat yang dimaksudnya menyentuh dirinya dengan lembut namun juga kejam. "Ah." Megumi berusaha menahan suaranya, menahan tangisannya. Air mata terbendung dalam kelopak matanya bersamaan dengan rasa membakar dari tali yang mengikat kedua pergelangan tangannya.

Gojo Satoru lantas merebut bibirnya, melumatnya dengan lembut namun memberikan gigitan yang terasa perih. Megumi yang tak mengetahui bagaimana caranya dia menerima nasibnya, kini memutuskan untuk menyerah-----menyerahkan dirinya kepada seorang pria yang menyetujui kontrak dengannya.

Tangan pria yang kini menjadi suaminya itu berlahan menyelinap ke dalam pakaiannya. Desahan Megumi lantas tertahan di dalam bibir Satoru yang masih menyumbunya dengan posesif, keserakahan pria tersebut seolah akan melahapnya.

Jantung Megumi berdebar tak karuan. Sepasang mata biru kelamnya bergerak mengikuti setiap gerakan Satoru, menunggu dengan ketabahannya. Sampai akhirnya, tanpa sadar dia dalam keadaan setengah melamun.

Satoru menyadarinya sebelum memutuskan untuk mengigit tengkuk leher remaja itu. "Aw!!" Megumi langsung merintih kesakitan dan menatap murka kepadanya. Dan dia menyeringai sebagai balasannya, dengan sinar matanya dia mengingatkan remaja itu untuk lebih baik fokus padanya ketimbang memikirkan hal lainnya.

Megumi tak mampu untuk membantah. Pemuda itu hanya bisa menggerutu di dalam batin seraya mengigit bibir bawahnya. Barusan Satoru sungguhan serius mengigitnya. Tengkuk lehernya terasa perih dan berdenyut, bahkan bagian lukanya itu nampak merah hampir berdarah.

"Bukannya kau terlalu santai untuk seseorang yang menerima hukumannya?"

Satoru berkomentar seraya satu tangannya meraba dada Megumi. Senyuman jahatnya kembali mekar ketika dia melihat Megumi yang meringis kesakitan ketika dia mencubit keras salah satu puting remaja itu, dengan kekejaman yang akhirnya membuatnya berteriak.

"Kalau kau berniat melakukannya, cepatlah lakukan! Jangan bertele-tele!!" seru Megumi yang sudah tak tahan akan bagaimana Satoru melecehkannya. Dia tahu betapa sadisnya gurunya itu. Mana mau dia menuruti hobi mengerikan pria bangsat tersebut.

Satoru masih tersenyum namun seperti biasa aura di sekelilingnya sangatlah terbalik. Tiba-tiba dia pun meraih kerah baju Megumi, mengangkat tubuh remaja kurus itu dan membantingnya ke atas lantai tatami.

Megumi jatuh dengan posisi punggung duluan. Sebelum dia bisa memposisikan dirinya dengan baik, Satoru sudah menindihnya, menahan dua sisi pundaknya dengan dua lengan kekarnya.

Megumi pun lantas mengangkat kakinya, berusaha menendang perut Satoru yang seenaknya saja berada di atasnya. Walaupun dia tahu kemungkinan besar serangan itu akan di gagalkan dengan mudah.

Dan dugaannya tersebut langsung menjadi kenyataan. Satoru menangkap kakinya, mencengkram pergelangan kakinya dengan erat sambil menariknya. Megumi dibuatnya dalam posisi yang memalukan, yang lagi-lagi menarik sudut bibir Satoru.

Tanpa mengatakan apapun Satoru lalu menarik paksa celana Megumi dan melemparnya ke sembarang tempat.

Megumi yang kini hanya dengan celana dalamnya sedang terengah dengan wajah memerah padam, entara karna malu dan marah. "Bajingan," umpatnya dengan suara menggeram. Sedari tadi Satoru memperlakukannya seperti mainan.

"Memberontaklah selagi kau bisa," ujar Satoru seraya terkekeh geli. "Karna dengan begitu. Nantinya akan terasa jauh lebih memusakan ketika aku berhasil menjinakanmu," tambahnya berbisik di sebelah telinga Megumi.

"Hahaha...." Megumi lantas tertawa hambar. "Kau benar-benar berencana untuk menjadikan ku peliharan huh," komennya dengan tatapan mata tajam penuh amarah.

Satoru malah terdiam sejenak sebelum tersenyum kembali dan bertanya, "Apa yang katakan?" Bisa-bisanya dia bertanya dengan nada yang tulus, sungguhan sebuah pertanyaan. "Kau istriku sekarang," tambahnya membuat Megumi semakin melotot.

"Lakukan sesukamu!" Megumi lantas membentak seraya membuang mukanya ke samping. Mau bagaimana pun dia bersikeras berusaha untuk memahami tindakan Satoru kepadanya, dia sendiri yang akan merasa lelah. Dia hanya bisa menerima apapun yang di berikan Gojo Satoru padanya, lebih baik demikian.

Terutama karena semua ini berasal dari ulahnya sendiri. Setiap kali Megumi merasa dia akan menyesali keputusannya, yang bisa dilakukannya hanyalah mengenang wajah Itadori Yuuji----- alasannya membangun perjanjian konyol ini dengan gurunya sendiri.

Dia tahu perasaannya adalah sebuah kesalahan. Saat ini dia sedang berada diambang lautan emosi.

Megumi lalu menatap pasrah pada pria berpenutup yang di atasnya. Dengan suaranya yang lirih hampir berbisik, tanpa pikir panjang dia pun memohon. "Tolong lepaskan tanganku," pintanya dengan mata yang berlahan mulai berkaca-kaca.

Sepertinya permohonan tersebut telah menyentuh hati nurani Satoru. Tanpa disangka Satoru menurutinya, pelan-pelan melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan Megumi. Dan sebagai hadiahnya, dia langsung mendapatkan pelukan dari remaja itu.

Satoru yang lantas sempat dibuatnya terkejut, untuk sesaat terdiam. Sebelum dia bisa mengatakan apapun, Megumi sudah berhasil melepaskan penutup matanya, dan mempertemukan kedua warna biru yang terbilang cukup kontras. Megumi dengan mata biru lautnya dan Satoru dengan mata biru langitnya.

"Satoru-san," panggil Megumi di sebelah telinga si empunya nama. Sebutan tersebut adalah sesuatu yang jarang terlontarkan dari bibir kecilnya. "Aku milikmu. Kau tahu aku bukanlah tipe yang akan mengingkari janjiku. Kau tidak perlu membuatku terdesak seperti ini," ujarnya masih dalam posisi memeluk Satoru.

"Lalu mengapa?" Lagi-lagi ketika dia bertanya, Megumi menggunakan suaranya yang lemah. "Mengapa sepertinya kau masih tidak mempercayai janji yang kita buat?"

Mau bagaimana pun Megumi mengutarakannya. Pertanyaan tersebut entah bagaimana justru menjadi palu yang memukul kepala Satoru secara telak.

"Pernikahan? Kau cuma berusaha membuatkan sangkar untukku. Membagikan kewajiban dan hakmu di klan ini hanyalah untuk membebani k---"

Satoru sebenarnya tidak tahu bagaimana dia harus menjawab. Kepalanya terasa kosong untuk sesaat namun karena keegoisannya, diapun lantas menyalahkannya pada Megumi. "Itu karena kau masih belum cukup membuktikannya padaku," ujarnya menyela lalu dengan kasar merampas ciuman Megumi.

Ciuman kali ini terasa lebih dalam dan sensual. Megumi bergidik ketika lidah Satoru menyentuh langit-langit mulutnya dan rasanya seperti meleleh ketika lidah mereka saling bertaut.

Tangan Satoru mencubit kedua putingnya, memainkannya sampai Megumi yang tubuhnya semakin lama semakin sensitif mendesah dan menggeliat diatas pangkuannya.

Mengabaikan rintihan kecilnya. Satoru masih memperlakukannya dengan kasar, menarik dan memelintir putingnya sampai keduanya memerah dan membengkak.

Lalu Satoru mengubah sasarannya, pergi ke leher dan meninggalkan jejak kemerahannya yang kadang dihiasi oleh memar biru. Pria itu bagaikan predator yang sedang mengunyah mangsanya. Membuat Megumi pasrah, menanti dirinya yang sepertinya akan ditelan secara utuh oleh sang predator terkuat.

"Ah...tu-tunggu!!" pinta Megumi ketika dia merasakan jari Satoru menyentuh pantatnya. "Jangan tiba-tiba...." belum selesai usaha Megumi untuk mencegahnya. Satoru sudah melakukan apa yang ditakutkannya. Satoru memaksakan jarinya masuk ke dalam lubang pantatnya, terburu-buru membuka dan melebarkan bagian tersebut dengan gerakan kasar.

Lantas hal tersebut membuat Megumi melonjak, mendesah dan merintih secara bersamaan. Lubangnya yang terasa akan sobek membuatnya kesakitan namun jari Satoru telah berhasil menekan prostatnya, menusuknya dengan ritme cepat.

"Se--sensei!"

Sebelum Megumi menyelesaikan teriakan memelasnya, dia merasakan sakit pada selangkangannya. Ketika dia menunduk, dia melihat tangan Satoru yang menahan penisnya, menghalanginya untuk ejakulasi. Nafasnya lantas memburu, tertimpa oleh perasaan tak sabar sekaligus kesakitannya. Terutama ketika Satoru terang-terangan menekan ujung penisnya dengan jempolnya.

"Go--gojo sensei!!" keluh Megumi diikuti tangisannya, seraya berpegangan erat pada tubuh kekar pria tersebut. "Ku-kumohon....biarkan aku...." pintanya yang semakin mengeratkan pelukannya pada leher Satoru yang entah mengapa masih membisu.

Deru nafasnya semakin berat, tangisan Megumi pun berubah semakin kencang. Remaja itu mulai merasakan ketakutan, takut akan sensasi asing yang mulai menjalar pada tubuhnya. Ketimbang sakit dia mulai merasakan sesuatu yang lain, sebuah sensasi yang membuatnya menggerakan pinggulnya dengan tanpa sadar.

Satoru sudah memasukan ketiga jarinya dan biasanya dia tidak akan langsung memasukan penisnya. Namun malam ini dia lebih tidak sabaran. Reaksi Megumi yang terlihat pasrah akan setiap sentuhannya membuatnya hampir gila. Dia ingin segera memiliki Megumi secara seutuhnya.

Disaat Satoru memutuskan untuk mengeluarkan jarinya. Megumi mengeluarkan suara merengek, seolah bertanya mengapa gurunya itu berhenti. Namun jawaban dari pertanyaan tersebut langsung terjawabkan ketika Satoru mendorongnya dan menarik kedua kakinya, memaksanya membuka kaki.

Mengabaikan rasa sakit di punggungnya yang sempat menabrak lantai. Antisipasinya untuk menunggu lubang dihantam oleh penis suaminya seolah membakar tubuhnya, rasa sakit di punggungnya tidaklah sebanding.

Pada saat harapannya tersebut terpenuhi. Megumi pun langsung melenguh panjang, mendesah tanpa menghiraukan adanya kemungkinan seseorang akan mendengarkan suaranya berlahan mulai serak.

Satoru bergerak, dia memperdalam posisi penisnya di setiap kesempatannya, mengincar bagian paling sensitif milik Megumi. Bagaimana caranya dia menekan tubuh Megumi nampak agresif, terutama ketika dia terobesesi untuk meninggalkan bekas gigitan dan hisapan pada permukaan kulit putih remaja itu.

Malam itu Megumi menangis sampai subuh. Satoru enggan meninggalkannya walau barang sedetik pun, dan mengakibatkan kebingungan pada remaja itu. Megumi berakhir tak memahami mana yang membuatnya kesakitan ataupun mana yang membuatnya merasakan kenikmatan. Kedua-duanya sama-sama membuatnya meneteskan air mata selama semalam suntuk.

Namun setidaknya. Keduanya telah menyibukan Megumi dari memikirkan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan Gojo Satoru----yang kini telah menjadi dunianya yang sempit.

TO BE CONTINUE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top