09. Sympathy For Stranger
"Fuji-san?" Megumi mengulang kembali apa yang baru saja di dengarkannya. Pemuda itu bersedekap dada, menaikan satu alisnya sembari memiringkan kepalanya. Menatap heran senyuman ceria di bibir gurunya itu. Seolah-olah apa yang telah terjadi tadi pagi merupakan ilusi belaka.
"Fuji-san da yo~~~" Satoru pun ikut mengulanginya dengan nada kekanakan. Untuk seseorang yang katanya memiliki banyak masalah, bukannya Gojo Satoru bertingkah sangat ceria? Megumi sampai bisa melihat bunga-bunga imajiner yang bertebangan di belakang sosok pria jangkung itu.
".....kukira kau tidak akan memberikan ku pekerjaan lagi," Megumi tersenyum masam pada amplop coklat di tangannya. Setelah kedatangan ayah Satoru. Pria itu seharian menghilang lalu pulang dimalam harinya. Walaupun Megumi bertanya Satoru tak akan menjawabnya. Jadi lebih baik sekarang dia mengurus perkara yang sedang berada di tangannya. "Dan. Kau bilang kali ini kau tidak akan mengawasiku?" tanyanya agar lebih memastikan posisinya lalu membuka amplop tersebut.
"Yah. Tidak ada penyihir tingkat-1 yang nganggur selain kau," jawab Satoru seraya tersenyum penuh arti. "Apalagi semenjak kau direkomendasikan naik tingkat. Kau masih belum melakukan misi solo apapun kan?" imbuhnya yang tiba-tiba membuat belakang kepala Megumi terasa gatal.
"Itu karena kau terus-terusan menempel padaku," Megumi lantas membuang mukanya dan menggaruk belakang kepalanya, enggan melihat ke arah dimana gurunya itu duduk santai. Lagi-lagi dia pun dibuat risih sekaligus gugup akan tatapan intens pria tersebut.
Megumi lebih memilih untuk membaca isi dokumen yang berkaitan dengan kasus-kasus dan rumor yang akan di garapnya, ketimbang dia harus menggubris Satoru.
Gunung Fuji adalah tempat paling mistis, banyak desas-desus yang menyebar mengenainya terutama di internet. Diantaranya ialah kepopuleran tempat tersebut sebagai tempat bunuh diri.
Biasanya orang mempunyai banyak alasan untuk membunuh dirinya sendiri. Namun satu hal yang paling pasti. Orang tersebut pasti melakukannya karena tidak puas dengan kehidupannya. Seseorang semacam itu pasti banyak menyimpan emosi negatif, yang juga merupakan sarang dari energi kutukan.
"Ada sekelompok pengikut aliran sesat yang memanfaatkan daerah tersebut sebagai altar ritual mereka," terang Satoru yang langsung membuat Megumi meletakan dokumen di tangannya. Semenjak keduanya mengenal satu sama lain. Megumi memahami bahwa Gojo Satoru adalah tipe yang pintar membagi kehidupan pribadi dan pekerjaannya.
"Kelompok aliran sesat," Megumi bergumam seraya menyentuh dagunya, kebiasaannya ketika dia mencemaskan sesuatu. Lantas dia menatap prihatin ke arah lembaran dokumen. "Akhirnya kau memberikanku pekerjaan kotor huh," tanyanya yang tanpa sadar mengerutkan dahinya semakin dalam.
"Kita adalah penyihir Jujutsu bukannya sekolompok pahlawan pembela kebenaran. Kau sendiri yang pernah bilang kan?" Satoru tersenyum meremehkan sembari menaikan pundaknya.
"Semenjak kau menjadi salah satu penyihir di peringkat atas. Kau harus mulai membiasakan diri dengan misi-misi semacam ini."
Megumi lalu menghela nafas panjang, memilih untuk mengalah saja.
"Aku belum mengatakan apapun. Apalagi aku sama sekali tidak berencana untuk menolak misi ini," bantah pemuda tersebut seraya memijat pelipisnya. Dia heran saja. Entah sejak kapan Gojo Satoru/ gurunya tersebut menjadi orang yang suka mengambil kesimpulan seenaknya.
Mendengarnya. Satoru pun lalu tersenyum puas. "Hmm. Bagus kalau begitu," komennya seraya beranjak berdiri. "Oh ya-ya. Seragam mu bakal sampai besok pagi," demikian pesannya sebelum dia berjalan menuju pintu keluar.
Megumi tidak mendengarnya berpamitan. Namun hal itu tidak membuatnya buta. Dilihatnya betapa sibuknya gurunya tersebut. Megumi mendengus kasar. Pantas saja Satoru membiarkannya menyelesaikan misi ini sendirian. Pria itu pasti sudah tidak memiliki waktu luang untuk berpura-pura menjadi Baby Sitternya.
Atau,
Kemungkinan yang lainnya ialah Satoru yang entah atas dasar apa mengira kalau tiada ancaman lain bagi Megumi selain keberadaan Ryomen Sukuna.
Selama Megumi tidak menemui Yuuji. Kurang lebih Satoru akan membiarkannya melakukan apapun. Memberikannya misi hanyalah salah satu usaha Satoru untuk membuat Megumi sibuk.
".....begitu huh," Megumi bergumam dan mengangguk kecil atas pemikirannya sendiri. Tapi perkirannya tersebut malah membuatnya semakin penasaran. Bagaimana caranya Gojo Satoru membebaskan Itadori Yuuji? Membatalkan eksekusi dan memperlambat eksekusi merupakan dua hal yang berbeda.
Dulu Satoru cuma memperlambat tanggal kematian Yuuji. Namun sekarang bagaimana? Megumi pun menginginkan yang namanya kepastian. Terutama karena tingkah gurunya yang sepertinya terlalu banyak menyembunyikan sesuatu.
Sebenarnya Megumi tidak ada niat mencurigai Satoru. Namun dia merasa alangkah baiknya apabila dia sendiri bisa pergi untuk memastikannya.
Setelah dia menyelesaikan misinya. Entah bagaimana dia akan mencari alasan agar dia bisa mengunjungi sekolah.
OXO
Setelah keluar dari apartemennya. Sebuah mobil sedan hitam menunggunya di depan bangunan. Gojo Satoru lantas berjalan mendekatinya dengan kedua tangan berada di dalam saku celananya. Didalam dia menemukan sosok koleganya duduk di belakang stir. Perawat sekolah, sekaligus teman lamanya dari jaman SMA yang bernama Ieiri Shoko.
Satoru memilih duduk di kursi penumpang bagian belakang. Menyamankan dirinya di sana sambil cemberut, seolah sengaja mengumbar ketidaksenangannya.
Shoko pun tersenyum miring melihatnya.
"Hmm. Apa-apaan dengan wajahmu itu?" tanya Shoko seraya menyalakan mesin mobil.
Ketika dia menyetir wanita berjaketkan lab laboratorium itu tak mengintip dari spion tengah. Keduanya bisa tetap berteman lantaran Shoko yang memahami ruang personal Satoru. Sikapnya yang acuh tak acuh tersebut malah membuat pria tersebut nyaman.
"Kasus kemarin....."
Sebelum Satoru menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya. Shoko malah dengan santainya menyerobot. "Kau sungguhan akan memberikannya pada Fushiguro-kun?" tanyanya.
"Aku sudah memberikannya," koreksi Satoru bernada ketus. Shoko lantas menertawakannya.
"Ah. Kau sungguhan memberikannya," komen wanita itu. "Padahal kukira kau yang akan menentangnya mati-matian. Kau pasti tidak mengetahui betapa kagetnya aku ketika ku mendengar kau merekomendasikan Fushiguro-kun."
"Mau bagaimana lagi?"
Satoru tidak bisa menyalahkan reaksi temannya tersebut. Selama ini dimata orang lain pasti dia terlihat seperti Baby Sitter yang suka memanjakan anak asuhnya. Namun ada saatnya pula dia harus melepaskannya demi perkembangan anak tersebut.
"Kuakui aku enggan mengirimnya. Namun kukira ini adalah saat yang tepat untuk menjauhkannya dari area sekolah dan Yuuji. Selama Megumi sibuk, untuk sementara waktu dia tak akan menanyaiku macam-macam," imbuhnya seraya menyalakan dan membuka layar ponselnya. Sebentar lagi mereka akan segera sampai ke tempat tujuan.
Shoko terdiam sesaat. Sebentar tersenyum dan membuat komentar yang terdengar agak menyebalkan. "Ah iya-ya. Walau Fushiguro-kun anak didikmu tapi dia pintar," ujarnya terlihat sangat senang akan ekpresi kesal Satoru.
"Karena dia muridku makanya dia pintar!" lagi-lagi Satoru harus mengkoreksinya. Meskipun pada akhirnya dia malah merubah pendapatnya. "Ah tidak-tidak. Aslinya Megumi mungkin bukanlah sepintar yang kau kira," ujarnya.
Mengorbankan dirinya sendiri hanya untuk seorang teman bukanlah tindakan yang cerdas.
Shoko terdiam sesaat, menimang-nimang arti dari ucapan Satoru. ".....hmm. Apa kekacauan yang kau buat akhir-akhir ini berhubungan dengan Fushiguro-kun?" tanyanya santai. Sepertinya dia tak begitu peduli apakah tebakannya benar, atau apakah Satoru bersedia menjawabnya atau tidak.
"Nah. Kau bisa menebaknya," Satoru rupanya memilih menjawab dengan ambigu.
Shoko tidak begitu ambil peduli, lagi-lagi wanita itu hanya menertawakannya. "Oh benar juga. Misi yang kau berikan pada Fushiguro-kun itu," lalu dengan mudahnya dia mengubah topik pembicaraan.
Topik tersebut lantas kembali membuat Satoru cemberut. "Kemungkinan besar akan membuatnya trauma?" tanyanya. Kini gilirannya yang menyerobot. "Nah tenang saja. Megumi bukanlah seseorang yang bermental lemah. Dia tipe yang berpikir realistis, memahami perannya dengan sangat baik," ujarnya mantap dengan senyuman bangga diakhir.
Apalagi Megumi suka pilih-pilih. Dia tidak mudah menaruh simpati terhadap orang yang tak dikenalnya. Itadori Yuuji adalah kasus yang spesial.
"Dilihat darimana pun. Fushiguro-kun adalah kebalikan dari Itadori-kun," komen Shoko. "Mereka pelajar yang berbakat. Sayang situasinya menjadi seperti ini sekarang," imbuhnya seraya tersenyum prihatin, Satoru pun bisa memahaminya walaupun tak sampai masuk ke dalam lubuk hatinya yang paling dalam.
Pemuda bernama Itadori Yuuji merupakan seorang individu yang berbeda dari Ryomen Sukuna. Padahal akal sehatnya dengan mudah mampu untuk menangkap fakta tersebut. Namun apapun itu yang menyangkut Megumi selalu berakhir membutakannya. Entah sejak kapan obsesinya terhadap pemuda tersebut meracuni pikirannya. Sampai-sampai merusakan rasa simpatinya terhadap Yuuji, salah satu dari murid-murid yang di banggakannya.
"Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan," ujar Satoru sembari menyunggingkan senyuman sedih. Pada saat itulah kebetulan Shoko mengintipnya dari spion tengah.
Sang perawat memang tak banyak membuat ekpresi. Namun bukan berarti sepenuhnya dia tak peduli akan situasi temannya tersebut. "Hmm. Untuk saat ini. Bersyukurlah akan title mu sebagai penyihir terkuat," ujarnya sebagai nasehat terbaiknya.
TO BE CONTINUE
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top