5 ~ Chat Whit Him
Note: sambil baca, boleh didengerin lagunya. Dijamin baper. Wkwk.
***
Alma terburu-buru keluar dari kelas ketika bel tanda berakhirnya pelajaran sudah dibunyikan. Ia bahkan tidak mengabaikan panggilan Galan. Sementara pemuda itu yang masih mengenakan jaket biru langitnya, tampak tergesa-gesa demi untuk mengejar Alma.
Sebenarnya Galan malu diperhatikan oleh murid yang masih ada di kelas. Kesannya, mereka seperti pasangan yang tidak harmonis, sering bertengkar, dan jarang terlihat romantis. Namun, apa mau dikata? Galan masih berusaha membujuk Alma agar mau masuk dengan suka rela ke permainannya. Gadis itu benar-benar keras kepala, pikir Galan.
“Al, Alma! Tunggu!” seruannya sambil melangkah agak panjang, sedangkan gadis yang suka sekali mengenakan jaket berwarna kuning itu terus saja mempercepat langkahnya. “Shit.”
Kesal, Galan lantas berlari dan segera meraih tali tas punggung Alma, sampai tubuh gadis itu terdorong ke belakang. Karena dalam posisi tidak siap, dan pergerakan Galan juga cepat, Alma hampir saja terjengkang kalau Galan tidak sigap menahannya dengan tangan dan dada. Jadilah posisi mereka saat ini seperti adegan di dalam drama-drama romantis. Saling tatap, dengan Alma yang berada dipelukan sang cowok.
Untuk sekejap Alma terpaku, memandang wajah Galan yang berada sedekat itu dengannya. Detak jantungnya terasa bergemuruh dan wajahnya langsung memanas, sampai gadis itu tersadar dan mulai menjauhkan diri dengan mendorong tubuh Galan.
“I-ih,” gerutunya dengan ekspresi kesal, antara malu dan juga canggung.
Jauh berbeda dengan sikap Galan yang sangat santai. “Makanya, kan, dengerin kalau gue suruh berhenti, tuh.”
Tidak merespons ucapan Galan, Alma kembali melangkah. Kali ini ia menunduk lebih dalam. Murid-murid yang tidak sengaja melihat, pasti akan menganggapnya cewek kecentilan. Namun, apa mau dikata, Galan malah semakin menjadi-jadi. Kali ini ia menggenggam tangan Alma dan berjalan beriringan dengan senyuman. Wajah cemas Alma tidak bisa disembunyikan.
Astagfirullah, Alma. Sabar....
“Hari ini, gue anter lo pulang.”
“Ih, nggak usah.”
“Apa salahnya, sih, Alma? Kan, cuma nganter pulang bukan ngajak ke pelaminan. Harus gitu setegang itu?” protesnya yang langsung mendapatkan tatapan tajam.
“Pokoknya aku nggak mau.”
“Tapi gue harus.”
“Kenapa, sih, maksa?!” sentaknya yang agak membuat Galan terpaku sejenak, sampai ia tertawa merasa lucu.
“Ya ampun, gue kira lo nggak bisa marah.”
“Igh.”
“Bercanda. Kenapa, sih? Marah-marah mulu cepet tua, lho.”
Masa bodo, Alma mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Galan, tapi pemuda itu malah berkata, “Susah payah gue genggam, mana bisa gue lepasin.”
Refleks Alma menoleh. Memerhatikan sisi wajah Galan yang benar-benar bicara tanpa beban. Alma tahu, cowok sepertinya pasti sudah biasa berkata manis dan memperlakukan cewek—hingga membuatnya terbawa perasaan. Mana mungkin Galan merasakan apa yang sekarang Alma rasakan. Perasaan tidak nyaman yang nyaris membuat jantungnya terus saja berpacu lebih cepat, enggan berkompromi. Gemetaran sampai keringat di seluruh badan.
“Tapi aku nggak suka,” tukasnya yang sontak membuat Galan menghentikan langkahnya.
“Ok, sori.” Setelah itu, Galan pun melepaskan tangannya dan terlihat jika mimik wajahnya berubah agak sendu. Melihat itu Alma jadi merasa tidak nyaman, tapi menurutnya itu lebih baik.
Kamu nggak boleh baper, Al. Dia cuma pura-pura.
“Jadi gimana, lo mau pulang bareng gue, kan?” Sekali lagi Alma menggeleng. “Hah ... ya, udahlah. Lo boleh pulang.” Lanjutnya yang dengan langkah gontai berjalan menuju parkiran.
Alma sempat memerhatikan, hingga akhirnya ia tersadar dan buru-buru kembali melangkah menuju gerbang sekolah. Angkot akat cepat penuh jika jam-jam pulang seperti ini. Dan Alma tidak mau menunggu lama.
Sementara Galan menoleh kembali. Ia masih berharap Alma akan mengejarnya atau berubah pikiran, tapi Galan malah melihat gadis itu sudah berjalan lebih jauh. Tanpa terasa napasnya dibuang kasar—agak kecewa.
***
Untung saja Alma datang tepat waktu. Hanya tinggal satu penumpang lagi, dan angkot yang sedang ngetem akan berangkat. Ia masih bersyukur walaupun duduk tepat di sebelah pintu dan hanya kebagian sedikit.
Setengah perjalanan sudah berlalu, saat dirinya hendak menyalakan ponsel, bersamaan dengan itu datang notifikasi chat instagram dari Asta. Alma benar-benar senang, senyumnya langsung terukir. Di saat sedang bosan, pesan Asta datang seakan menemaninya.
AstaSevan
Hai, lagi apa?
Tanpa berpikir panjang, Alma langsung membalasnya.
Lagi di angkot.
Perjalan pulang sekolah.
Oh, lo suka naik angkot?
Iya.
Gue juga udah pulang, tapi masih di sekolah.
Ada pelajaran tambahan? Atau ada ekskul?
Bukan, cuma lagi nongki-nongki aja
di kantin sama temen-temen.
Emm, gitu.
Alma refleks mengangguk dengan senyum datar.
Mereka ditemenin pacarnya, gue
sendirian bete banget.
Emang pacar kamu ke mana?
Minta temenin dong.
Hahah.
Gimana, ya. Gue baru aja putus.
Membaca itu, entah kenapa senyum datar di wajahnya jadi merekah. Seperti ada bunga-bunga yang menelusup ke dalam jiwanya. Alma senang, seperti masih punya kesempatan.
Duh, apaan, sih? timpalnya dalam hati merasa geli sendiri.
Jadi kamu jomblo?
Ya ... gitu, deh.
Makanya bete.
Emm.
Lo sendiri?
Apa?
Udah punya pacar?
Eh, Asta.
Sebentar, ya. Bentar lagi nyampe gang rumah.
Takut kelewatan.
Oh, oke. Tapi jangan lupa dijawab.
Hati-hati.
Tidak sempat membalas, angkot yang membawanya keburu sampai di gang menuju kompleks rumahnya. Sehingga harus mengabaikan chat Asta untuk sejenak, Alma bergegas turun. Di sisa perjalanan dengan jalan kaki pun Alma tidak fokus untuk bermain ponsel. Tidak biasa, takut ada yang iseng juga.
Ia ingat betul beberapa bulan yang lalu, saat sedang berjalan pulang, di arah seberang ada seorang gadis dewasa tengah berjalan sendirian juga sambil memainkan ponselnya. Dengan sekejap mata, tiba-tiba saja ada dua orang mengendarai motor merampas handphone Mbak tersebut. Suasana langsung ramai dan Alma benar-benar syok. Kejadian itu tentu saja dijadikan Alma sebagai pelajaran. Kendatipun tangannya sudah gatal ingin sekali membalas pesan dari Asta.
Sehingga sesampainya di rumah, hanya mengucapkan salam dan mencium punggung tangan ibunya—yang sedang memasak di dapur, Alma buru-buru berlari sampai ke kamarnya di lantai dua. Melemparkan tas punggungnya sembarangan di lantai dan merogoh ponsel yang disimpan di saku rok abunya dan duduk di pinggir kasur. Dengan perasaan gemetar, Alma cepat saja mengetik balasan untuk Asta.
Aku emang nggak punya pacar.
Nggak ada yang mau sama aku.
Kedua mata Alma lantas melihat keterangan waktu online yang berada tepat di bawah nama AstaSevan. Tiga puluh menit yang lalu, dan sekarang pemuda tersebut sedang tidak aktif.
Mendadak, ada semburat kesedihan di wajah gadis itu. Entah kenapa ia menjadi tidak sabar dan ingin cepat-cepat mengobrol dengan Asta lagi. Mau ganti baju atau sekedar cuci tangan, cuci muka saja rasanya malas. Sekarang tubuhnya malah minta berbaring, dan untuk menenangkan pikiran Alma menyalakan musik. Lagu Akhir Tak Bahagia by Misellia Ikhwan mengalun merdu mengisi ruangan berukuran tiga kali tiga meter tersebut.
nuraiqlla
5 Juli 2021
16:24
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top