2 ~ With One Word

Belum juga sampai satu jam, berita tentang Galan yang sudah punya pacar segera menyebar ke seluruh murid sekolah—terutama cewek-cewek yang mengidolakannya. Sili dan Mili langsung syok, pingsan di tempat ketika mendengar secara gamblang pernyataan menggemparkan itu dari mulut Galan. Saat itu juga mereka sampai dibawa ke Unit Kesehatan Sekolah.

Sang pelaku sendiri benar-benar merasa puas. Tertawa terus sampai perut sakit karena merasa lucu. Ia tidak menyadari jika yang dijadikan senjata untuk melawan dua gadis—menyebalkan—itu menahan kesal. Seenaknya mengikrarkan kata sakral itu dan membuatnya terbawa dalam masalah.

“Galan,” panggil Alma, ketika semua murid di kelas mereka sudah berangsur-angsur keluar karena jam istirahat baru saja dimulai.

“Ya?” Dan sesantai itu Galan menanggapi, seraya memasukkan bukunya ke dalam tas dan merapikan.

“Pokoknya kamu harus ralat pernyataan tadi,” kata Alma mulai melayangkan protes.

Galan sedikit berekspresi kaget. “Lho, emangnya kenapa? Harusnya lo bersyukur.”

Kening Alma sampai mengernyit. “Kamu tau, beritanya udah nyebar.”

“Bagus itu!” Dengan lantangnya Galan berseru. “Gue nggak perlu capek-capek bilang ke orang, semua udah pada tau. Beres, kan?”

“Apanya ....” Jengkel sekali Alma mendengarnya. “Kamu bikin aku dalam masalah.”

Untuk sejenak Galan membuang napas kasar, terdiam, lalu kembali berkata, “Al, gue boleh minta tolong?” Tidak menjawab, Alma hanya menatapnya saja dengan tampang masam. “Lo, lo tau, kan, gimana gue tersiksanya setiap hari diintilin sama cewek-cewek rese itu. Salah satu cara biar gue terbebas, ya, gue harus punya pacar. Dan lo orang yang tepat buat gue jadiin pacar pura-pura gue.”

Alma semakin tidak habis pikir. “Jadi, aku beneran kamu manfaatin?”

“Duh, duh. Nggak gitu, Al.” Galan mendadak panik. “Lo udah gue anggap temen. Sesama temen itu, kan, harus saling bantu. Gitu.”

“Tapi, kamu nggak izin dulu.”

“Hah .... Oke, deh, oke. Gue ngaku salah. Jadi sekarang gue minta maaf, dan lo mau, ya, bantuin gue?”

Alma malas menjawab dan berniat untuk pergi, tapi Galan buru-buru menahan dengan menarik tangannya. “Al, please, Al. Gue mohon, cuma lo satu-satunya harapan gue. Masa gue harus minta temen cowok buat dijadiin pacar? Yang ada gue disebut gay. Bahaya  gue, kan, masih normal.”

Lelah mendengar Galan yang banyak omongnya, Alma menepis tangan pemuda itu dan tetap berlalu. Tidak ingin menyerah, Galan tetap mengejar hingga mereka kini menjadi tontonan—semua mulai memerhatikan—saat keduanya berjalan di koridor. Sekarang Alma merasa ruang geraknya benar-benar terbatas. Ia sama sekali tidak pernah mengira akan menjadi pusat perhatian. Jujur, ia benar-benar malu dan merasa canggung. Belum lagi sikap Galan, yang tidak mau menjauhinya. Dia malah sengaja menebar kebohongan lebih banyak, agar orang-orang percaya jika mereka memang sudah berpacaran.

Please, Al. Gue beneran minta tolong, kepalang tanggung,” bujuk Galan lebih berbisik tepat di samping telinga Alma.

Belum juga Alma menghindar, teman-teman Galan sudah datang bergerombol untuk merecoki.

“Wah, gila ... pasangan baru kita, Bro!” sahut si rambut agak gondrong seraya menepuk-nepuk pelan pundak Galan. “Pj kali pj.

Galan belum menanggapi, dan cuma senyum-senyum merasa bangga. Tidak tahu saja dia jika Alma sedang merasa sangat tertekan. Baru kali ini, ia berada di tengah-tengah kerumunan. Rasanya kepalanya jadi pusing dan tidak sanggup berpikir.

“Mendadak banget, Bro. Selamat, ya!” tukas si rambut ikal.

“Udah gue tebak, sih, lo bakal kena cinta lokasi,” timpal si pemuda berhidung mancung, yang langsung ditepis dengan tangan Galan tepat di pundaknya.

Senyum canggung Galan tergambar jelas. “Haha, lo bisa aja.”

“Kenapa, gue keceplosan, ya?”

“Nggak, kok, nggak. Udah-udah, ayok kita ke kantin. Hari ini gue traktir kalian semua!” Pernyataan Galan itu langsung disambut gembira oleh kelima temannya. “Mau apa pun, silakan. Gue bayarin, tenang.”

“Asik, orang kaya.” Kemudian mereka tertawa.

“Aku nggak mau ikut.” Mendadak Alma berkata seperti itu, dan untungnya hanya Galan saja yang mendengar.

“Duh, Al. Gue mohon ....” Ekspresi Galan benar-benar memohon, membuat Alma jadi serba salah. “Bisa-bisa gue jadi bulan-bulanan mereka kalau tau semuanya.”

Kenapa juga aku harus peduli? batinnya, walaupun dengan berat hati tetap mengikuti kemauan Galan.

***

Baru beberapa menit saja, Alma sudah merasakan ketidaknyamanannya. Ia benar-benar tidak betah berlama-lama di tempat yang ramai. Baginya tempat yang penuh sesak hanya akan menguras energi dan membuatnya lelah. Apalagi mendengar suara bising yang memekakkan telinga. Toh, walaupun dikelilingi banyak orang, Alma hanya akan diam. Mendengarkan orang bicara, tanpa bisa menimpali apa-apa.

Sejak tadi, Galan dan teman-temannya asik sekali mengobrol. Melayani dengan tawa saat ada yang berkelakar. Seru sekali sepertinya, tapi percuma, Alma tidak bisa masuk dalam obrolan mereka sedari tadi.

Karena merasa bosan, Alma memutuskan untuk pergi, tapi dengan sigap Galan langsung bertanya, “Mau ke mana?”

Sementara dengan ketus, Alma menjawab, “Ke toilet.”

“Emang beda, ya, orang yang lagi jatuh cinta.” Tiba-tiba Kevin, si rambut ikal itu menyahut.

“Nggak mau jauh,” sambung si hidung mancur bernama Aryan, yang sukses membuat mereka semua tertawa.

Merasa sangat malu, buru-buru saja Alma pergi dari sana. Dalam hati, ia tidak berhenti menggerutu. Semuanya sekarang sudah tahu, dan mereka tidak berhenti menggodanya. Memang benar, Alma ingin merasakan bagaimana punya pacar, tapi tidak dengan cara seperti itu dan bersama orang yang tidak ia suka. Berpikir untuk berpacaran dengan Galan saja tidak pernah.

Kesialan hari ini belum berakhir, ketika Alma memasuki toilet dan melihat Sili juga Mili ada di sana. Tatapan mereka langsung berubah sinis saat menyadari kehadiran Alma. Gadis itu merasa terintimidasi saat mereka melangkah—seakan menghadangnya.

“Permisi, saya mau—”

“Apa, hah?!” sentak Sili seraya mendorong pundak gadis itu, sampai punggungnya menyentuh dinding. “Berani banget lo muncul di depan kita? Merasa cantik?”

“Dih, najis banget!” sewot Mili tidak kalah geramnya.

Seketika, mental Alma menciut. Ia tidak pernah dalam posisi seperti itu dan kali ini Alma tidak tahu harus bertindak.

Kembali Sili berkata, “Jangan pikir karena sekarang lo pacarnya Galan, lo bisa berlaga sombong dan ngelebihin kita.”

“Nggak, kok, nggak. Kalian itu salah paham.”

“Dih, berani banget ngejawab.”

“Kasih pelajaran aja Mil.”

Alma langsung panik, ia mencoba menghindari mereka dengan bermaksud untuk keluar lagi dari toilet, tapi Sili dan Mili jelas saja tidak membiarkannya lolos dengan mudah. Sehingga tanpa ragu, Mili merengkuh kedua pipinya dan tegas berkata, “Lo jauhin Galan, atau mau kita yang turun tangan? Terserah.”

nuraiqlla
2 Juli 2021
11:43

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top