12 ~ Alma's Heart
Cinta itu memang unik. Datangnya tidak terduga. Mana tahu, jika sosial media bisa menjadi perantara untuk Alma bisa mengenal seorang Asta. Datang tanpa diundang, begitupun rasa yang hadir di hatinya. Perasaan itu tidak bisa dicegah, meskipun kegelisahan masih ada—tentang bagaimana sosok Asta yang sebenarnya—Alma tidak bisa menolak. Ia suka. Gadis itu menyukai Asta. Bahkan sebelum ia mengetahui wajah manis dan tampannya.
Lucu memang, tapi masa bodoh dengan pendapat orang-orang. Yang terpenting saat ini, Alma sedang bahagia. Merasakan yang namanya punya pacar dan merasa diperhatikan.
Semenjak mereka memutuskan untuk berpacaran, tidak ada satu menit pun kehilangan percakapan. Apa pun, dan kegiatan yang sedang dilakukan selalu mendapatkan laporan. Dari berangkat sekolah hingga sekarang ada di perpustakaan, kedua mata Alma tidak luput memerhatikan layar ponsel. Senyumnya beberapa kali terukir hanya dengan membaca chat dari Asta. Alma benar-benar sedang dimabuk asmara.
AstaSevan
Kamu beneran belum pernah punya pacar?
Tanya Asta, yang sudah mengubah panggilan mereka menjadi aku dan kamu.
Bener, kok.
Kamu yang pertama.
Omg.
Aku merasa beruntung.
Hm.
Pun, Alma tersenyum menjadi salah tingkah.
Terima kasih karena mau memilihku.
Padahal aku bukan yang terbaik.
Apanya?
Aku yakin kamu orang baik.
Haha. Alma-Alma.
Kamu polos banget, sih. Lucu.
Oh, iya. Kamu belum masuk kelas?
Belum. Masih ada lima belas menit sampai bel masuk.
Kenapa?
Kamu udah mau masuk kelas, ya?
Iya.
Sebenarnya aku belum ngerjain tugas Fisika. Hehe.
Jadi aku harus buru-buru ke kelas dan ngerjain di sana.
Ngerjain, ala nyari contekan?
Haha.
Kamu tau aja.
Refleks Alma ikut tertawa, dan tiba-tiba mengingat Galan.
Soalnya ada temen aku yang kerjanya kayak gitu juga.
Ah, sayang banget.
Kalau aja kita satu sekolah dan sekelas, mungkin aku nggak perlu susah-susah minta contekan ke yang lain. Tinggal minta kamu aja.
Hey. Walau gimanapun mencontek itu nggak baik. Kamu harus berusaha sendiri buat ngerjain tugas.
Haha. Iya, deh, iya, Ratu....
Kena marah, kan, aku.
Aku nggak marah, cuma ngingetin aja.
Baiklah.
Kalau gitu udah dulu, ya.
Aku mau beraksi dulu.
Terakhir kali. Jangan lagi nanti.
Siap bosque.
Babay.
Love u.
Ehe.
Kedua pipi Alma langsung bersemu kemerahan. Senang, malu, dan gugup berkumpul menjadi satu. Gadis tersebut benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan kata-kata manis penuh cinta itu dari seorang pria. Dengan jantung berdegup kencang dan senyum yang terus saja terpancar, Alma segera mengetikkan balasan.
Love u too, Asta.
Alma sampai merasa geli sendiri. Namun, Asta tidak membalasnya karena sudah tidak aktif di WhatsApp.
Merasa keperluannya di perpustakaan itu sudah selesai, Alma pun berniat untuk pergi dari sana dan segera masuk ke kelas. Suasana di koridor kali ini agak sepi, mungkin karena sebagian murid yang mengikuti lomba tengah berkumpul di aula.
Galan juga pasti ada di sana, pikir Alma. Ia merasa beruntung karena dengan kesibukan itu, Alma tidak perlu repot-repot untuk menghindar sarinya. Lebih lagi ia juga masih tidak enak hati soal tempo hari. Galan berjanji tidak akan menganggu dan memaksakan kehendak padanya lagi, itu artinya Galan akan menjauh darinya.
Apa benar? Tapi kenapa baru memikirkan sikap Galan yang cuek dan dingin saja, langsung membuat perasaan Alma merasa sedih.
Ketika beberapa langkah lagi kakinya melewati koridor aula sekolah, pendengaran Alma sudah dirasuki oleh suara musik yang mengalun darin petikan gitar dan suara seorang pria bernyanyi. Agak syahdu didengar di telinga, sehingga karena penasaran Alma meraih ambang jendela yang terbuka dan sedikit berjinjit untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam sana.
Kedua netra Alma langsung terbuka lebar. Gadis itu masih belum yakin jika suara yang tadi ia dengar adalah suaranya Galan. Ya, cowok itu sekarang benar-benar ada di atas panggung. Sedang bernyanyi lagi yang merdu terdengar di telinga sambil memainkan gitar. Memang bukan yang handal, tapi tidak terlihat amatiran. Galan seperti sudah terbiasa, dan Alma sungguh baru tahu.
“Serius dia bisa nyanyi?” ucapnya bertanya pada diri sendiri. Sampai kemudian semua murid yang menonton bertepuk tangan ketika Galan sudah menyelesaikan penampilannya.
Semua orang sepertinya tampak puas, terhipnotis, sekaligus speechless. Begitupun Alma yang spontan ikut tersenyum, seakan bangga. Senang sekali melihat Galan tersenyum lebar seperti itu di atas panggung. Ia sudah seperti seorang idola. Konyol sekali, tapi lucu. Alma sampai tidak sadar dan terus berdiri di sana hingga acara selesai dan seorang panitia berjalan ke tengah panggung.
“Acara yang singkat ini akhirnya selesai juga. Terima kasih untuk murid yang mengikuti tahap pertama dan bersedia datang pagi sekali untuk mengikuti seleksi. Saya sangat menghargai kerja keras kalian. Dan untuk hasil seleksi tahap satu ini akan diumumkan menjelang jam dua belas siang di mading sekolah. Kalian bisa langsung melihat dan mengeceknya di sana.
Baiklah, untuk hari ini acara selesai. Kalian yang ada di sini saya persilakan untuk bubar dan kembali ke kelas masing-masing. Terima kasih atas perhatiannya. Semangat pagi!”
“Semangat pagi!” jawab mereka serentak.
Tidak lama mereka yang ada di dalam seperti berebut untuk segera keluar dari aula. Lagian bel masuk sudah berbunyi, sementara Alma masih di tempatnya. Memberi jarak sedikit dari dinding jendela dan seakan menunggu Galan keluar dari sana. Keinginan hatinya entah kenapa begitu kuat untuk mengucapkan selamat karena Galan sudah berhasil melewati seleksi tahap pertama dengan sangat baik.
Akan tetapi, ketika kedua matanya melihat sosok cowok yang ditunggu tersebut baru keluar melewati pintu aula, niat Alma langsung diurungkan saat itu juga. Langkah kakinya seakan terkunci, gerak tubuhnya menjadi lebih kaku. Ia sungguh tidak bisa melawan rasa keinginannya tadi untuk tetap maju, setelah menyaksikan sendiri Galan berjalan beriringan dengan Kaila. Bukan hanya sekedar itu, mereka seperti sedang mengobrol dan Galan menyunggingkan senyumnya.
Apa-apaan ini? batin Alma merasa tidak terima. Bukankah hubungan mereka tidak baik-baik saja setelah memutuskan untuk putus. Lalu ini? Kenapa mereka tampak dekat—tidak ada kecanggungan sama sekali, padahal Galan merasa sudah tersakiti.
Aduh, Alma. Kenapa juga harus mikirin itu? Terserah mereka, lha. Urusan, urusan mereka. Kenapa aku yang repot? gerutunya merutuki diri sendiri. Tiba-tiba ia sangat kesal pada hati dan pikiran dangkalnya. Sehingga tanpa berlama-lama lagi, apalagi melihat kebersamaan Galan dan Kaila, Alma memutuskan untuk segera pergi dari sana.
“Selamat, ya, Gal. Lo berhasil tunjukkin kemampuan lo yang sebenarnya di depan orang-orang,” kata Kaila kemudian, ketika mereka tengah berjalan beriringan menyusuri koridor, meninggalkan aula. “Nggak tau aja, gue bangga. Itu keinginan terbesar lo juga, kan?”
Galan mengangguk dengan senyum lurusnya mengiyakan. “Hm, lo bener. Terima kasih.”
“Iya. Semoga lo lolos seleksi tahap satu, ya.”
“Lo juga,” balas Galan sembari menatap dan tersenyum tulus pada Kaila.
Seketika tampak semburat kesedihan di kedua mata gadis berambut panjang hingga punggung itu. Membuat tanda tanya di pikiran Galan. Kenapa?
nuraiqlla
12 Juli 2021
15:38
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top