Similiarity
.
"Apa kau Sorcerer yang membantu di perkebunan?" tanya Scarlea pada pemuda itu karena tidak banyak Patron yang ia lihat berlalu lalang di kebun. Pemuda itu tersenyum ramah dan mengangguk.
"Benar. Aku sedang bertugas hari ini." Scarlea mengangguk-angguk lalu segera berpamitan untuk pergi ke dalam hutan.
"Tunggu dulu! Aku tidak enak jika membiarkanmu masuk sendirian. Kurasa terlalu berbahaya," katanya lagi sambil menimbang-nimbang sesuatu. Scarlea memang merasa ragu jika ia masuk sendirian, tapi dia tidak mengenal pemuda itu jadi ia juga tidak begitu yakin. Namun Scarlea teringat jika pemuda itu adalah seorang Patron dan juga Sorcerer, bukankah akan jauh lebih aman jika ia masuk bersamanya?
"Aku tidak akan masuk terlalu dalam, sih ..." tutur Scarlea ragu. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memastikan keamanan sebagai Patron. Apakah boleh?" ujarnya meminta izn. Sepertinya pemuda itu bersikeras karena mengetahui tentang kasus Necromancer yang terjadi akhir-akhir ini.
"Ba-baiklah ... kurasa lebih aman jika begitu, kan?" akhirnya Scarlea menyerah dan menuruti tawaran pemuda yang tidak ia ketahui namanya. Benar juga, mereka belum saling berkenalan.
"Namaku Allen Regulus," sahutnya tiba-tiba sebelum Scarlea mengiyakan tawarannya dengan tangan kanan terulur. "Akan lebih baik jika kita saling mengenal."
Scarlea mengangguk canggung dan menyambut uluran tangan pemuda yang kelihatannya seumuran dengan Danio itu lalu menjawab, "Scarlea Sochyero."
Pemuda itu tampak terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan yang bebas, "Ah, kau putrinya Tuan Sochyero? Oh, astaga pantas saja wajah kalian terlihat mirip!" serunya seperti sedang mendapatkan hadiah besar tiba-tiba. Scarlea tersenyum canggung.
"Benar hehe ..."
Lalu keduanya pun berjalan masuk ke dalam Hutan Maleybre. Tepat setelah mereka menginjakkan kaki ke dalam hutan, Scarlea terus saja memerhatikan pohon-pohon yang menjulang di sana. Dedaunan pohon-pohon itu, lalu beralih pada tanah yang ia pijak dengan banyak sekali dedaunan kering yang warnanya berubah menjadi kecoklatan. Gadis itu sibuk melihat dan mengingat-ingat apa yang ia lihat dan semua hal yang ia lihat menambah keyakinannya akan satu hal.
Dua hutan yang ia lihat ini sangat mirip. Namun bagaimana bisa keduanya memiliki perbedaan waktu yang kontras seakan hutan misterius itu hanya memiliki langit malam sepanjang hari?
"Sudah kuduga memang mirip sekali!" seru Scarlea lirih.
"Scarlea, kalau aku boleh tahu apa yang sedang kau cari?" tanya Allen dengan sopan tak ingin membuat gadis itu merasa tidak nyaman. Scarlea pun menghentikan kegiatan scanningnya dan melirik singkat pemuda di sisinya itu.
"Hanya melihat-lihat, sih ... sekalian mencari udara segar," Scarlea berkilah tentu saja, karena tidak mungkin ia memberitahu orang yang baru ia kenal tentang hal ini, kan? Allen terlihat tidak puas dengan jawaban gadis itu namun memilih diam. Scarlea pun menghentikan langkahnya dan membuat Allen bertanya-tanya.
"Ada apa?" tanya Allen yang juga menghentikan langkahnya. "Allen, boleh aku bertanya?" Scarlea menatap pemuda di sisinya dengan agak canggung. Berkenalan dengan orang baru itu memang agak menyusahkan baginya.
"Silahkan." Allen terlihat tidak keberatan. "Apa ada hutan yang mirip dengan hutan ini? Maksudku dari segi pohon-pohonnya?" tanya Scarlea kemudian dan pemuda itu terlihat berpikir dengan mengelus-elus dagunya.
"Hmm .... setahuku di Continentia tidak ada sih hutan yang mirip Maleybre. Kalau hutan lain ada tapi sepertinya dalamnya tidak sama. Pohonnya berbeda-beda," ujarnya. Scarlea mengangguk-angguk.
"Kalau hutan yang ada goa di dalamnya?" tanya Scarlea lagi. "Apa kau kesini untuk mencari goa di dalam hutan?" Allen bertanya balik. Pemuda itu tidak mengerti dan Scarlea tidak berniat memberitahunya juga. Ia hanya ingin bertanya dan memastikan.
"Tidak kok. Hanya penasaran saja. Bukankah bagus kalau ada goa di dalam hutan—maksudku ... itu pasti keren ..."
Allen tertawa pelan mendengar alasan Scarlea. "Tadi kau bertanya hutan yang mirip dengan ini, sekarang bertanya soal goa. Sepertinya kau ingin sekali menjelajah dan berpetualang, ya?" canda Allen yang disambut tawa hambar oleh Scarlea.
"Mungkin hahaha ..."jawab Scarlea sekenanya. "Baiklah akan kujawab. Hutan yang mirip dengan Maleybre, tidak ada." Kata Allen dengan menunjukkan telunjuknya. Lalu sekarang jari tengahnya juga ditunjukkan membentuk peace sign.
"Yang kedua, goa di dalam hutan hmm .... di Continentia tidak ada goa di dalam hutan sejauh yang kutahu. Tidak tahu lagi jika mungkin ada seseorang—ah, Sorcerer seperti ayahmu mungkin—Sorcerer tanah yang membangun goa di dalam hutan hahaha. Pokoknya sejauh yang aku tahu, tidak ada. Apa ini membuatmu puas?" lanjutnya dengan sedikit bercanda lagi. Scarlea tersenyum dan terkekeh pelan. Pemuda itu bisa dengan mudah membuat orang lain nyaman berteman dengannya. Berbeda sekali dengan pemuda yang ia kenal sangat cuek dan seenaknya sendiri. Sebut saja Danio.
"Begitu ya ... baiklah! Sebaiknya kita kembali," tutur Scarlea karena tidak ada hal lain lagi yang bisa ia pastikan. Itu berarti bisa jadi hutan yang ia maksud tidak berada di Continentia. Tapi mengapa tempat itu ada di gudangnya?
Sekarang hal yang tersisa untuk dipastikan kembali adalah, gudang di rumahnya.
'Benar. Gudang di rumah adalah satu-satunya cara untuk memastikan. Goa itu juga, aku ingin tahu ada apa di dalamnya ...'
"Hanya begitu saja?" tanya Allen yang melihat Scarlea berjalan kembali mendahuluinya.
"Iya, kan aku sudah memberitahumu sejak awal. Aku tidak akan masuk terlalu dalam!" tandas Scarlea lalu Allen pun ikut keluar.
"Jujur saja kupikir kau akan masuk ke dalam dan tersesat karena itu aku menawarkan diri menemanimu."
"Tidak. Aku tidak mau masuk lebih dalam."
"Kau terlihat akan tersesat jika masuk lebih dalam ... terlebih lagi kalau sendirian."
"Benar. Aku pasti tersesat. Omong-omong terima kasih banyak Allen," ujar Scarlea dengan tersenyum dan dibalas senyuman pula oleh Allen. Lalu wajah pemuda itu tiba-tiba berubah seperti teringat akan sesuatu.
"Oh iya! Tadi ayahmu pulang lebih awal dari biasanya," katanya dengan telunjuk yang terangkat. Scarlea memiringkan kepalanya. Benar juga, ia tidak melihat sosok ayahnya di perkebunan tadi—bahkan sejak pagi ia belum melihat ayahnya karena ketika ia terbangun ayahnya sudah berangkat. Mungkin ia lelah dan pulang lebih awal.
"Begitu? Baiklah terima kasih lagi, Allen. Sampai jumpa!" Scarlea pun melambaikan sebelah tangannya dan meninggalkan pemuda itu tanpa menunggu balasannya. Allen pun hanya tersenyum dan melambaikan tangan pada punggung Scarlea yang mulai menjauh. Gadis itu berjalan ke arah yang sama seperti Kyle Sochyero, mungkin ia akan pulang juga.
'Aku penasaran ... apakah dia tahu soal itu?'
*****
Danio menelan ludah dengan kasar ketika matanya menangkap keberadaan sebuah goa yang besar tak jauh dari tempatnya berpijak. Hide terkejut karena apa yang ia lihat mirip dengan yang dideskripsikan oleh Martin Gideon.
"Biar kutanya sekali lagi. Goa yang kakek katakan ada di depanku sekarang. Jika ini seperti yang kakek bilang dan anak-anak itu ada di dalam, bagaimana cara kita keluar?"
Martin Gideon dan Azelia sama-sama terdiam. "Seharusnya Max atau Evelyn ada di sini, jadi kita bisa teleportasi, sial!" rutuk Danio setelah menyadari bahwa mereka tidak tahu jalan keluarnya.
"Scarlea bilang dia bisa keluar karena kalungnya. Kau ingat kalung berbandul kuning yang kau curi—" Martin memberitahu bagaimana Scarlea bisa keluar sesuai dengan yang ia ceritakan tadi pagi.
"—aku menemukannya! Bukan mencuri, Kek!"
"Dengan kata lain, jika tidak ada Sorcerer maka Scarlea yang bisa membawa kita keluar? Apa tidak bisa seorang Sorcerer kemari?" kali ini Hide yang bersuara. Percuma saja jika mereka bisa masuk tapi tidak bisa keluar. Menyelamatkan delapan anak dan menjaganya dari Necromancer di tempat ini akan sangat sulit.
"Kita tidak tahu lokasimu dimana, Hide. Mana mungkin Sorcerer bisa teleportasi kesana!" sahut Azelia lalu diikuti dengan helaan napas kesal.
"Masalahnya kita tidak tahu dimana anak itu. Kek, kau benar-benar yakin tidak ada hutan yang berbeda waktu di Continentia?" Danio memastikan kembali tentang keberadaan hutan aneh ini.
"Tidak. Hutan yang ada goa di dalamnya pun juga tidak ada."
"Lalu apa kita akan masuk ke sana dan bersembunyi hingga Necromancer itu datang lalu mengatakan 'kejutan!' begitu? Yang benar saja!" Danio merutuki situasinya lagi. Jika mereka masuk ke sana dan dua Necromancer itu ada di sana, tidak ada pilihan selain melawan, tapi itu tidak akan mudah. Melawan satu orang saja mereka belum berhasil, apalagi dua Necromancer yang jelas-jelas kuat itu.
'Apa aku bisa berharap jika gadis itu akan muncul tiba-tiba ..?' batin Danio sambil mengusak kasar rambut peraknya. Hide juga tidak tahu bagaimana caranya keluar dari sini.
"Sepertinya tidak ada pilihan lain selain memastikan isi goa itu dan juga ... kita harus siap bertarung lagi." Tutur Danio lalu beralih memandang Hide dengan tatapan serius. Hide pun mengangguk setuju. Tidak ada pilihan lain. Ini semua demi anak-anak malang yang harus mendekam berhari-hari itu.
*****
Berdasarkan apa yang dikatakan Allen, ayahnya pasti sudah ada di rumah sekarang. Gadis itu pun memasuki rumahnya dan mendapati sang ayah sedang menuangkan minuman ke dalam cangkir.
"Oh, kau sudah kembali, Scarlea? Apa kau mau sirup juga?" sapa Kyle setelah melihat gadis kesayangannya berada di ambang pintu. Gadis itu tersenyum lalu menggeleng. Lalu gadis itu memandang sepatu ibunya tergeletak tak beraturan di dekat pintu.
"Ibu sudah kembali?" tanyanya seraya mendekati ayahnya yang akan beranjak dengan secangkir sirup di tangannya. Kyle mengangguk, "Iya, tapi ibumu agak tidak enak badan. Jadi ayah akan merawatnya. Dia sedang beristirahat sekarang," ujarnya. Wajah gadis itu pun menjadi khawatir. Mengetahui raut wajah khawatir anaknya, Kyle pun tersenyum.
"Tenang saja, dia cuma kelelahan. Makanlah, tadi ayah membeli beberapa potong roti kesukaanmu," tambahnya lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Scarlea sudah paham jika ibunya kelelahan, wajar saja. Jadi ia takkan mengganggu ibunya yang sedang beristirahat dan memilih untuk mengambil sepotong roti kismis dan kue sus di meja lalu mengunyahnya dengan tenang.
Sambil menghabiskan dua roti di hadapannya, gadis itu melirik gudang yang membuatnya penasaran. Ia sangat ingin masuk kesana tepat ketika ia melangkah masuk ke rumahnya, namun ia kembali teringat jika ia tidak yakin bisa keluar dari hutan aneh itu atau tidak. Terakhir kali ia keluar secara tidak sengaja dengan kalungnya, ia tidak tahu apa cara yang sama akan berhasil. Tapi bayangan tentang suara tangisan anak kecil yang ia dengar waktu itu membuatnya gusar.
'Apa jangan-jangan itu suara anak-anak yang diculik? Bagaimana jika yang kudengar adalah suara arwah gentayangan?' pikir Scarlea. Rasa takut, khawatir dan penasaran menggelayutinya akhir-akhir ini karena hutan yang ia temukan. Ia jadi bergidik ngeri karena pikirannya sendiri.
"Pertanyaan penting lainnya adalah, kenapa gudangku langsung menuju hutan itu? Apa ayah dan ibu yang membuatnya?" Scarlea kembali merenung.
"Jika benar anak-anak itu ada di sana, maka ... apakah ayah dan ibu ... " Scarlea tidak menyelesaikan kata-katanya karena terkejut dengan pikirannya sendiri.
"Tidak, tidak mungkin. Pasti ini cuma kebetulan. Portal teleportasi bisa membawamu kemanapun, jadi bisa saja kan kebetulan aku dibawa ke hutan karena aku tidak tahu kemana tujuanku?" katanya mencoba berpikiran positif. Ayah dan ibunya tidak mungkin melakukan hal sekeji itu. Ia tahu benar jika keduanya adalah malaikatnya yang baik hati dan lemah lembut.
'Akan kupastikan sendiri kalau ayah dan ibu tidak ada hubungannya dengan semua ini!'
Gadis itu pun meyakinkan diri sendiri untuk masuk kembali ke dalam gudang dan semoga saja gudang itu bisa membawanya ke hutan aneh itu. Ia pun berdiri dan menuju kamarnya untuk mengambil jubah dan lentera yang ia gunakan tempo hari. Setelah merasa sudah siap, ia pun berjalan dengan hati-hati menuju gudang agar kedua orang tuanya tidak curiga.
Tempat semua rasa penasarannya akhir-akhir ini berasal.
Gadis itu menghela napas panjang dan berharap dalam hati jika gudang itu akan menjadi portal. Lalu dengan satu langkah pasti ia membuka gudang dengan perlahan dan masuk ke dalamnya.
Tiba-tiba saja sesuatu seperti menghisapnya dengan cepat dan membuat tubuhnya seakan diputar-putar. Sedetik kemudian putaran itu berhenti dan membuat gadis itu terhuyung karena pusing.
"Ah-kepalaku ..." rintih gadis itu seraya memegangi kepalanya yang pusing. Lalu setelah pusingnya mereda ia segera mengedarkan pandangannya. Pepohonan tinggi, langit yang gelap dan suara hewan-hewan malam.
Dia berhasil masuk ke dalam hutan itu lagi!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top