[6] Ne Raca

"The key to evil is on word."

***

Hembusan angin malam menyapa tubuh Raca. Saat ini dia tengah berdiri di depan sebuah cafe dengan kening berkerut.

"Nggak yakin gue," gumamnya menghela napas. Lantas dia hentak bergegas pergi dari sana. Namun, seseorang memegang lengannya.

"Raca, ngapain kamu di sini?" tanya Bu Wulan membuat Raca ikut menjerit bingung.

"Eh, anu Bu. Kebetulan lewat," ujar Raca bohong.

Bu Wulan mengangguk singkat. "Ibu ngapain di sini?" tanya Raca menatap wanita muda tersebut.

"Menurut kamu," ujar Bu Wulan melirik Raca.

Raca lantas mengedikan bahunya. "Kalau begitu, saya duluan Bu," pamitnya membuat Bu Wulan mengangguk.

Raca menyesuluri trotoal jalan nan sepi. Hari ini dia sengaja tidak membawa motornya.

"Nesya," gumamnya menerawang. Nama tersebut terus menari-nari dipikirannya.

"Woi!" teriak Mikael membuat Raca terbelonjak kaget.

Raca mendekengkus kesal. Tanpa persetujuan tuan pemilik mobil dia langsung naik.

Raca duduk di samping kemudi, dengan pandangan kosong dia menatap ke depan.

"Lo kenapa?" tanya Mikael heran dengan manusia yang ada di sampingnya itu.

"Gak apa-apa," saut Raca seadanya.

Mikael tersenyum geli lantas mulai melajukan mobilnya. "Kayak cewek aja lo, gak papa," ledeknya.

"Mau ke mana?" tanya Mikael fokus dengan jalanan. Sedangkan Raca hanya melirik sebentar gadis tersebut.

"Serah lo," gumamnya kembali fokus ke depan.

Mikael mencibir, "Gue yang bingung, njirr," decaknya.

Raca mengedikan bahu tanda tak peduli. Lantas dia memperbaiki posisi sandaran kursinya agak ke belakang.

Mikael sempat melirik. "Lo ada masalah apa sih?" tanyanya prihatin kepada pria yang menurutnya aneh tersebut.

"Nggak ada tuh," saut Raca singkat.

Mikael hanya bisa mengunci rapat mulutnya. Dia membiarkan Raca asik dengan dunianya walau entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini.

"M-I-K-A-E-L," celetuk Raca tersenyum masam sambil mengeja nama gadis itu.

"Kalau gabut jangan ngajak-ngajak," ujar Mikael tersenyum miring.

"Kalau serius lo mau nggak?" tanya Raca menaik-naikkan alisnya.

"Nggak usah, terima kasih," gumam Mikael tersenyum tipis. Tanpa sadar dia meremas stir dengan kuat.

Raca bergumam tak jelas. Lantas tersenyum tipis sambil menatap wajah Mikael dari samping. "Ternyata lo cantik juga ya," ujarnya.

Walau sekarang perasaan Mikael sedang dilanda kegundahan, dia berusaha bersikap seperti biasa.

"Iya, lah. Dari dulu ke mana aja lo," cibirnya mengibaskan rambutnya.

"Iya juga ya," gumam Raca mengusap dagunya.

"Tapi ya Mika, kenapa lo tiba-tiba menjauh?" tanyanya lagi menatap gadis tersebut. Dulunya mereka adalah sabahat, sahabat dari kecil. Namun, saat memasuki jenjang pendidikan sekolah menengah atas ini semuanya berubah.

"Mika," batin Mikael menjerit sakit. Panggilan lama yang sangat dia rindukan.

"Ya, nggak kenapa-napa," jawab Mikael asal.

"Lo nggak bisa bohong sama gue," ujar Raca. Lantas dia suruh menepikan mobil terlebih dahulu.

"Mau lo apa sih?" desis Mikael menatap kosong ke depan.

"Memperbaiki, memperbaiki kesalah pahaman yang terjadi," ujar Raca.

"Nggak ada yang perlu diperbaiki. Karena sudah berjalan dengan semestinya," gumam Mikael dengan mata berembun.

"Gue tahu, sering kali perkataan gue menyakiti lo. Namun, lo selalu bungkam dengan itu semua Mika!" desis Raca menatap manik mata gadis tersebut.

Air mata Mikael jatuh dari pelopak matanya. Raca langsung menarik tubuh gadis tersebut ke dalam dekapannya. "Maaf, maaf," gumamnya membelai rambut Mikael dan sekali-kali dia cium.

***

Rasyad mendekus kesal. Pasalnya Mikael terus membuntitinya ke manapun dia pergi. "Mika!" gerutunya.

"Apa Sya?" tanya Mikael bingung.

"Ngapain sih lo?" tanya Rasyad balik, karena sadari tadi pas tiba di gerbang sekolah, gadis itu mulai mengikutinya.

"Nggak ada," jawabny mengedikan bahu. Lantas menarik tangan Rasyad agar sekarang mengikuti dirinya.

"Oleng nih anak," gumam Rasyad.

"Gue masih bisa dengar ya, Sya," gerutu Mikael.

"Bodo amat." Rasyad memutar bola mata malas, akhirnya mereka tiba di kantin, tujuan utama Mikael dari awal datang ke sekolah.

"Ngapain lo ngajak gue ke sini," ujar Rasyad menarik kursi dan duduk di depan Mikael.

"Gue laper, lebih baik temanin gue di sini," ujarnya menaik-naikkan alisnya menatap Rasyad.

Setelah pesanan mereka datang. Mikael langsung menyantap makanannya, sekali-kali Rasyad mencuri pandang ke gadis tersebut.

"Udah berapa abad lo nggak makan?" tanya Rasyad memerhatikan cara makan Mikael seperti terburu-buru.

Mikael hampir tersedak dengan buru-buru dia langsung meneguk air mineralnya.

"Kalau nanya lihat kondisi dulu napa," dengkusnya.

"Eh, apa tadi?" tanya Mikael karena tidak terlalu mendengarkan pertanyaan dari Rasyad.

Rasyad sontak memutar bola mata malas. "Udah berapa abad lo nggak makan?" tanyanya ulang membuat Mikael mengangguk-angguk.

"Sebelum berangkat gue sarapan," ujarnya kembali menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Gue cuman la—"

"Telan dulu," potong Rasyad membuat gadis itu mengangguk.

"Gue cuman lagi senang," ujar Mikael tersenyum senang, hal tersebut membuat Rasyad menjerit bingung. Bukan apa-apa, bukan tidak senang melihat sahabatnya senang. Namun, terasa aneh saja.

"Gue udah baikkan sama Raca," ujarnya lagi. Rasyad yang mendengar tersebut lantas terkejut. Dalam benaknya saat ini banyak pertanyaan yang ingin dia lontarkan.

"Tapi gue masih canggung kalau dekatan sama Raca saat ini, karena ...."

"Karena Nesya," celetuk Rasyad menyambung perkataan Mikael.

Mikael tersenyum canggung, hingga Rasyad bisa menebak sendiri untuk jawabannya.

"Kalau lo jadikan momok, gimana lo mau memperbaikinya dengan Raca," saut Rasyad menghela napas.

"Anggap aja Nesya sebagai benalu dalam hubungan kalian, dan harus segera disingkirkan," lanjutnya menatap Mikael dengan wajah kebingungan.

"Tapi ...."

"Nggak ada tapi-tapian, Mika. Sekarang, jangan tunda-tunda lagi," saut Rasyad meyakinkan.

Mikael mengangguk kaku, masih bimbang dengan itu semua. Namun, tanpa mereka sadari Nesya tengah berdiri tak jauh dari mereka dan sungguh malangnya dia mendengarkan separuh dari percakapan mereka.

"Apa sesakit ini Tuhan," gumamnya merasakan sakitnya dada menerima kenyataan bahwa antara Raca dan Mikael ada hubungan.

"Nyatanya kamu selalu menyuruhku mundur," gumamnya bergegas pergi dari sana.

Air matanya tak bisa lagi untuk dibendung. Saat dia melewati pintu kanti, tak sengaja dia berpapasan dengan Raca.

"Ne, are you oke?" tanya Raca menahan Nesya agar tak pergi dengan memenggang pergelangan tangannya.

"Lepas!" ujar Nesya menepis. Namun, tetap tak bisa dielakkan tenaga laki-laki tak sebanding dengan tenaga perempuan. Bukannya melepaskan Raca malah semakin mencengram pergelangan tangan tersebut membuat gadis tersebut kesakitan.

"Katakan kenapa?" desis Raca berusaha menatap mata Nesya.

"Gak apa-apa," gumamnya menepis kasar tangan Raca hingga genggaman tersebut lepas membuat Nesya lansung bergegas pergi dari sana.

Saat Raca hentak mengejar tangannya langsung dipegangang oleh Mikael hingga mengurungkan niatnya.

***

Happy Reading!

Selamat menjalankan Ibadah Puasa teman-teman. Maaf ya Ne Raca slow upadate. Karena authornya lagi mager nulis sama banyak kesibukan lainnya di rl.

Selamat membaca^^


















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top