[4] Ne Raca
"The serenity I got, vanishes in the blink of an eye."
***
"Kenapa lo nggak coba lepasin aja, Rac?" tanya Bastian.
Raca menoleh ke samping,"I can't."
"Apa yang udah gue ikat, kenapa harus dilepaskan?" gumamnya tersenyum miring.
Bastian mengangguk setuju dengan perkataan Raca. Namun, apa pria itu tak merasakan sakit hati dengan keadaan terus menerus seperti itu.
"Rac—"
"Gue baik-baik aja. Dan akan selalu baik-baik saja," gumamnya menepuk bahu Bastian.
Bastian tersenyum dan mengangguk paksa. "Tapi gue nggak percaya tentang itu, Rac," gumam Bastian pelan.
Sudah puluhan kali dia mendengar dari mulut Raca sendiri mengucapkan perkataan yang sama. Namun, buktinya sekarang dia tidak pernah dalam kondisi baik-baik saja.
"Nanti kita kumpul ya," ujar Raca beranjak berdiri. Bastian mengangguk, dia hanya bisa memandangi kepergian Raca.
Kekehan ke luar dari mulut Raca saat ini. Keringat membanjiri pelipisnya, "Lo bodoh Rac," ujarnya tersenyum.
Saat ini entah setan apa yang merasuki dirinya. Tangannya berlumuran darah, dengan pisau berada di genggamnya.
"Lo bikin gue kesal aja sih," dengkusnya membuat lubang dan langsung mengubur bangkai hewan tersebut.
Helaan napas ke luar dari dalam mulutnya. Perasaan lega muncul di hatinya, lantaran hasratnya tersalurkan. Namun, harus membinasakan hewan yang tak bersalah.
"Menyalahkan keadaan, tetapi diri lo yang membuat kegaduhan. Apa itu bisa dikatakan adil untuk semesta?"
Raca tersenyum lalu bangkit dari jongkoknya. "Baru saja gue merasakan kedamaian, sekarang malah lo rusak suasa hati gue," dengkus Raca membersihkan tangannya dengan sapu tangan.
Rasyad memutar bola mata malas. "Kedamaian apa yang lo dapat?" gumamnya.
Raca sontak tersenyum. "Nggak ada," gumamnya hendak menepuk bahu Rasyad. Namun, pria tersebut lebih dulu mundur.
"Tangan lo kotor," ujar Rasyad jijik lantaran masih ada darah di telapak tangan Raca.
Raca terkekeh geli. "Itu aja lo udah jijik," ledeknya.
"Rac."
"Gue baik-baik saja, Sya," gumamnya mengembungkan pipinya dan membenarkan letak kacamatanya.
"Kalau lo sakit, tolong lepaskan dia," ujar Rasyad menepuk bahu Raca dan meninggalkan pria itu sendirian.
Raca sempat tergegau, lantas dia mengedikan bahunya tak peduli dan menyusul Rasyad.
***
Senyum Raca mengembang, dengan jail dia memain-mainkan ujung rambut Nesya, saat gadis itu tengah fokus mendengarkan penjelasan guru di depannya.
"Raca," dengkus Nesya merasa terganggu.
"Iya, sayang," gumamnya Raca tersenyum jail.
Bibir Nasya hanya bisa terkunci rapat dan membirkan tangan Raca memainkan ujung rambutnya.
Mata Raca tertuju pada kalung yang melekat rapi di leher jenjang Nesya, lantas membuatnya tersenyum kecut.
"Dunia itu kejam ya, Ne," gumamnya pelan. Nesya sayup-sayup mendengar itu hanya diam dan tetap fokus ke penjelasan guru yang menerangkan pembelajaran di depan.
"Ne, kalau—" Ucapan Raca langsung dipotong oleh tatapan tajam Nesya.
Jemari Raca yang asik bergelanjut manjat di rambutnya Nesya, segera ditepi oleh gadis itu.
"Rac," desisnya dengan nada tak bersahabat.
"Gue salah?" tanya Raca menaik-naikan alisnya menatap Nesya.
"Kenapa?" tanyanya lagi.
"Gue capek Ne, capek," gumam Raca dengan tatapan sayu.
Nesya menghela napas. Moodnya seakan terberbang dan hanya meninggalkan kekesalan di dalam hatinya.
"Ne," panggil Raca pelan.
Bibir Nesya tetap terkunci dengan tatapan datarnya menatap Raca. "Gue ada salah ya Ne?" tanya Raca menatap Nesya dalam.
Nasya lantas bangkit dari bangkunya. Dan meminta izin keapada guru yang mengajar untuk ke luar kelas. Hal tersebut membuat Raca heran. Sebenarnya di sini siapa yang harus kesal? Ia atau Nesya?
Raca menghela napas, lantas ia mengambil kaca mata dari batang hidungnya dan meletakan di atas meja dengan asal. Kepalanya di jatuhkan ke atas meja dengan tatapan dingin menatap ke tembok.
***
Ayunan tongkat besbol membuat kepala Raca menggeleng ke kiri dan ke kanan. Decakan sering terdengar ke luar dari dalam mulut.
"Kenapa sih lo rese amat," ujar Raca memanyumkan bibirnya menatap pria sebaya dengannya terkulai lemas di hadapannya.
Raca lantas berjongkok di hadapnnya. "Sebenarnya gue nggak akan ngusik lo, tapi ya gimana lagi. Gara-gara lo Nesya kesal sama gue," cerocosnya menatap bola mata lawannya yang melotot ke arahnya.
"Psikopat," desisnya menatap tajam.
Raca tersenyum tipis. Lantas ia bangkit dan tak lupa hantaman kembali dirasakan oleh pria tersebut dari tongkat besbolnya.
"Berhubung gue masih ada hati, cuman dibuat babak belur aja lo. Nggak sampai ke liang kubur kok," celetuk Raca mengusap dagunya seperti orang yang lagi memikirkan sesuatu.
"Perlu gue antarin ke rumah sakit?" gumam Raca menaik-naikkan sebelah alisnya sambil tersenyum mengejek.
Pria tersebut hanya diam. Semua bagian tubuhnya nyeri semua, jika dikatakan yang dilakukan oleh Raca kepadanya adalah bentuk yang tidak manusiawi. Dia menghabiskan lawannya tanpa ampun dan tanpa balas kasihan.
"Berhubung kekesalan gue udah reda. Yok, gue bantuin," ujarnya menjulurkan tangan ke depan pria tersebut yang bernama Andre.
Andre menatap uluran tangan tersebut. Lantas mendongkak menatap Raca, kacamatanya kembali berengger di atas hidung mancungnya ditambah senyum melengkung di wajahnya membuat Andre menjerit bingung.
"Gila," desisnya tetap menyambut uluran tangan Raca.
"Gue antarin ke rumah sakit," gumam Raca melepaskan tangan Andre hingga pria tersebut oleng.
"Niat bantuin nggak sih lo," ujarnya membuat Raca yang jalan dulu berhenti.
Raca lantas menatap Andre dari atas sampai bawa. Membuat Andre juga melirik menampilannya yang dikatakan berantakan karena pria di depannya itu.
"Mau gue gendong?" Senyum Raca tersenyum mengejek. Perkataan Raca sontak membuat Andre menggeleng.
"Ogah," desisnya memalingkan wajah.
Raca tertawa lantas langsung menarik tangan Andre mengikutinya hingga beberapa kali pria itu hampir ke sandung.
Saat ini mereka sudah berada di rumah sakit, luka-luka yang berada di sekujur tubuh Andre sekarang sudah dibalut perban.
Raca tersenyum geli menatap penampakan pria tersebut. "Kayak mumi aja lo," ledeknya.
Andre menatap datar. "Ini karena ulah lo, anjing," gumamnya.
"Anjingnya salah apa? Yang salah gue setan," dengkus Raca memutar bola mata malas.
"Setan ngapa lo bawa-bawa, babi," gerutunya.
"Mau absen hewan kebun binatang lo," gumam Raca menatap ke arah lobi.
Matanya menyipit. "Ngapain dia ke sini?" gumamnya.
"Andre kamu nggak apa-apa kan?" tanya Nesya menghampiri mereka dengan raut wajah khawatir.
Andre dan Raca saling pandang. "Dia mah strong," celetuk Raca tersenyum.
Nesya tersenyum lega. "Makasi ya Raca, udah bawa Andre ke sini dan nyelamatinnya," ujar Nesya tulus membuat Raca mengangguk senang.
Andre yang berdiri di hadapan mereka berdua hanya bisa terpaku dengan apa yang barusan mereka katakan. "Benar-benar gila tuh orang," bantinnya menatap Raca.
***
Happy Readingg!!!!
Huaaa, maapin ya gadis typo udah beberapa hari nggak post.
Hehe, akhir-akhir ini sibuk soalnya. Jadinya ya gitu:)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top