Entah hari ini aku ketiban sial gara-gara apa. Gila! Pak Yasa ngambil jatah ngajar yang seharusnya untuk minggu depan malah dia lanjutin hari ini. Alasannya sebenarnya cukup menggembirakan sih, karena minggu depan beliau nggak masuk. Ya tapi bisa kali materinya dicicil aja. Bayangin aja, selama empat jam aku sama temen-temen seruanganku harus nerima materi, dengerin celotehan pak Yasa yang kalau kata si Olin —salah satu temen seruanganku itu lebih milih dengerin suara nyanyinya mimi peri ketimbang suara pak Yasa. Ya soalnya gimana deh ya, selain suara pak Yasa dapat mengakibatkan boring, juga bisa mengakibatkan kantuk seketika. Ya Allah, ini uneg-unegku tolong jangan dijadiin dosa. Aku hanya sedang mengeluarkan masalah biar terasa plong. Biar bagaimanapun, empat jam nerima materi itu beneran bikin tiba-tiba kena serangan 5L.

Untungnya, hari ini Rista lagi libur. Jadi bisa bebas pake motor sesuka hati. Hihi. Iya, jadi papa mama emang cuma beliin satu motor dengan syarat tak ada yang berhak atas kepemilikan motor itu, baik aku maupun Rista. Jadi, motor ini bebas mau dipake sama siapa aja.  Termasuk papa kalo lagi cuti. Mama? Jangan ditanya. Alesannya punya tiga tukang ojek gratis kalo dia lagi butuh ke mana-mana, jadi nggak perlu repot-repot buat belajar nyetir.

Selama di perjalanan perutku terus berdendang, ya ampuuuun! Gara-gara pak Yasa ini.

"Makan apa ya? Duh, udah nggak tahan nih," gumamku seraya melirik-lirik penjual gorengan yang kebetulan aku lewati.

"Gorengan aja deh. Nanti aja di rumah makan besarnya."

Aku mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu dan memesan tahu isi seharga duit yang kupunya. Nggak perlu nunggu lama karena aku emang minta mas-nya cepetan karena perutku udah saling gigit-gigit manja. Perih.

Segera setelah kantong berisi tahu isi berada di tanganku, aku mencomotnya satu. Lumayanlah pengganjal perut.

Selama di perjalanan, mulutku tak henti-hentinya mencomot gorengan itu. Ya Allah, kalau orang liat mungkin mereka udah beranggapan aneh. Tapi masa bodoh deh ya, kalo soal perut aku nggak bisa jaim-jaim. Sorry to say. Kalo pun mau ilfeel, silakan. Karena ilfeel-mu tidak akan membuat perutku jadi kenyang.

Sebenarnya aku berniat buat bawain orang rumah, tapi tahu isinya sisa lima. Wuih. Beneran kayaknya aku makannya kesetanan tadi. Hahah. Ada cowok cakep yang liatin nggak ya?

Tidak terasa, aku pun memasuki pekarangan rumah, namun keningku tiba-tiba mengernyit heran tatkala melihat ada satu mobil sedan yang ikut terparkir di pekarangan rumah. Otakku yang lelah kembali berpikir keras, siapakah gerangan pemilik mobil itu?

Aku mengangkat bahuku tak mau tahu, lalu kemudian berjalan memasuki rumah. Tidak lupa kubawa kantong kresek yang berisi tahu isi lima biji untuk Rista. Walau sebenarnya aku yakin si Rista bakal nolak mentah-mentah ngambil gorengan hasil ganjal perutku ini. Biasalah, cewek seusianya kan lagi pengin-penginnya keliatan cantik badai tanpa gelambir di mana-mana. Eh, tapi fyi ya. Dulu waktu aku masih seumuran dia nggak ada tuh aku gengsi-gengsian soal bobot tubuh. Kalau pun ada yang bilang aku gendutan ya udah sih, senyumin aja. Di luar sana banyak yang pengin gemuk tapi nggak bisa-bisa. Minum susu belut lah, makan banyak lah, sampai ada yang rela minum obat biar badannya melar dikit, tapi yang ada berat badannya masih gitu-gitu aja. Intinya syukuri aja lah. Kalo disyukuri pasti jalannya lancar, maksudnya makannya yang lancar. Hihihi. Tapi jangan lupa olahraga dong. Nggak perlu yang berat-berat, cukup bobot tubuhku saja. Jiahhh.

Lupain soal bobot tubuh, karena saat aku masuk di dalam rumah aku sudah di beri tatapan terkejut sama orang-orang rumah. Termasuk seorang ibu-ibu dan bapak-bapak yang kuyakini pemilik mobil sedan yang terparkir cantik di pekarangan rumah.

Mungkin temen mama dan papa. Pikirku.

"Nayla, ya?" tanya ibu-ibu itu dengan tampang ramah. Dia cantik banget, aku sampai terkesima.

"Iya, Nah. Dia Nayla. Kakaknya Rista," jawab mama singkat. Aku pun tersenyum canggung ke arah tante Nah. Eh? Nah? Namanya beneran Nah? Atau mama aja yang nyingkat nama tante. Inah? Rinah? Dinah? Sinah? Ah, entahlah. Pokoknya tante Nah.

"Nak Nay, ayo sini. Kita ngobrol-ngobrol dulu," ajak tante Nah yang langsung kutolak halus. Ya gila aja, diajak mendekat di saat aku lagi nggak dalam mode fresh. Bayangin aja jam segini baru pulang, keringetan dan dalam mode perut masih lapar.

"Nanti ya, tante. Mau mandi dulu," dan makan.

"Oh iya. Nggak papa. Lagian pasti kamu capek banget kan ya. Baru pulang," ujar tante Nah seraya tersenyum memaklumi.

Karena sudah terlampau gerah, aku pun pamit untuk bersih-bersih. Namun sebelum itu, aku mengangkat kantongan yang ada di tanganku ke arah Rista, Rista pun bergidik menolak makanan pemberianku. Aku mencibir pelan, dasar anak abg. Sok-sokan nolak. Ngiler nanti nggak bakal aku kasi lagi. Liat aja!

Kembali aku menurunkan kantong kresek yang berisi tahu isi yang mulai mendingin itu, aku pun bertekad untuk menghabiskannya sendiri. Sebenarnya kalau aku kasi ke papa pasti bakal langsung diembat, tapi ya masa aku sodorin papa satu kantong yang berisi lima tahu isi? Apa lagi ada temen papa di sana. Hiiih, bisa kena jeweran maut mama deh.

Aku membuka pintu kamarku, wangi apel yang menenangkan langsung memenuhi indra penciumanku. Ya ampuuun, aku suka banget sama wangi apel, bikin rileks euy. Terus wanginya unyu-unyu gitu kayak aku. Hiii.

Aku ngomong unyu kok jadi inget Nis Manis ya? Apa dia masih berusaha panjat gunung? Atau udah balik? Au ah.

Setelah bersih-bersih, aku rebahan bentar. Tulang belakangku rasanya sakit karena kelamaan duduk hari ini. Kurang minum air putih pula, lengkaplah sudah.

Perlahan aku mengambil ponsel yang tadi kutaruh di atas nakas dan membuka aplikasi whatsapp. Aku cek story yang ada, Yogi juga baru saja mengapdet storynya hari ini. Iseng kubuka, hanya beberapa potongan video saat acara makan-makannya bersama teman-temannya. Aku kemudian mengetikkan balasan untuk story-nya.

Ciyeee. Makan-makaaan. Bagi doooong.

Karena tak kunjung dibalas, aku pun memutuskan untuk keluar karena perutku udah minta diisi lagi.

Saat aku sudah sampai di ruang makan, aku dikejutkan dengan kehadiran om dan tante Nah di sana. Lah, kupikir mereka udah balik. Ternyata masih ada toh. Pasti mereka bukan rekan kerja sembarang, buktinya sampai diajak makan malam bareng.

"Eh, lama banget sih kamu bersih-bersihnya," kata mama sambil menyodorkan piring ke arahku. Aku segera menerimanya dan mengisinya dengan nasi dan lauk pauk.

"Ya kan Nay lurusin tulang belakang dulu, Ma. Sakit, karena kelamaan duduk."

"Lagian tumben banget kamu lama. Om Thalib dan Tante Aminah sampai nunggu lama."

Aku nyengir kuda ke arah tante Aminah dan om Thalib karena ngerasa bersalah. Oh, namanya tante Aminah. Nama bagus gitu mama kok malah sok-sokan panggil Nah Nah. Bener-bener deh. Eh tapi bentar-bentar, kok kata mama mereka lagi nungguin aku? Emang kenapa? Ada apa? Aku ngerasa nggak ada utang atau punya urusan sama om Thalib dan tante Aminah. Ketemu aja baru hari ini.

"Udah, Husna. Nggak pa-pa. Namanya juga Nayla lagi sibuk kuliah. Biasa itu. Ali aja kadang pulangnya jam delapan malam," kata tante Aminah maklum.

"Eh, Tante. Kok Mas Ali nggak ikut? Rista kan pengin ketemu juga," ujar Rista tanpa tahu malu.

"Oh, dia lagi sibuk, Ris. Katanya datengnya nanti aja," jawab tante Aminah.

"Yaaah, kapan Tan? Rista pengin liat nih, Om, Tante. Soalnya kata Om Thalib tadi Mas Ali itu orangnya cakep."

Aku hampir saja tersedak tulang ikan saat mendengar nada merajuk Rista. Tanpa ampun aku pelototi dia, tapi sayangnya si bontot itu malah ngangkat bahu cuek. Dasar bebek!

Om Thalib tersenyum tipis. "Nanti ya, Ris. Kalo kamu liat, bakal langsung minta dijodohin sama Mas Ali."

"Ah, masa sih Om?" Rista kelihatan semakin antusias. Papa dan mama bahkan menggeleng pelan melihat tingkah anak bungsunya itu. Aku? Heh, santai aja tuh. Soal mas-mas Ali yang katanya cakep itu aku nggak percaya. Biasalah, orangtua kalau ngebanggain anaknya suka berlebihan. Sama tuh kaya mama kalau nyuruh aku nganterin ke tempat arisannya, beuh... Ketemu temen lambe yes jadi aku mah apa atuh. Tiga jam baru deh kelar acara ngebanggain anak-anaknya. Ya nggak salah sih banggain anak di depan orang, tapi ya biasa aja kali, kalo mau disebut satu-satu prestasinya satu hari nggak bakalan cukup. Karena kita semua tahu, setiap anak itu udah dibekali sama Allah kemampuan yang berbeda-beda.

"Nak Nayla?"

Aku sedikit tersentak saat om Thalib menyebut namaku. Lalu dengan sedikit salah tingkah aku tersenyum ke arahnya.

"Kalau Nak Nayla dijodohin sama Ali, mau nggak?"

Aku nggak tau ya gimana ekspresiku sekarang. Tapi yang jelas aku kaget, syok, dan nggak pernah bayangin pertanyaan itu bakal keluar dari mulut om Thalib.

Ah, paling om Thalib lagi bercanda. Hahaha. Iya. Pasti lagi bercanda. Kayak si Nis Manis dulu.

Btw, Denis dulu bercanda apa nggak sih? Arghh!