1. Nayla

Pertanyaan horor selain pertanyaan kapan skripsi, kapan wisuda dan kapan nikah itu ya, mau nggak kamu dijodohin sama si fulan?
- Nayla

•••

"Woi, Nis! Buruan! Telat nih gue!" teriakku tepat di jendela kamar. Sementara orang yang kupanggil Nis manis itu adalah Denis, temanku, tetanggaku, idamanku.

"Paan sih lo, masih pagi udah teriak-teriak kayak kemalingan," teriaknya di seberang. Aku terkekeh. "Emang pacar lo mana? Tumben banget nggak stay di depan kamar lo." Aku melotot karena ucapannya yang asal. "Eh, maksudnya di depan rumah lo."

Aku mengibaskan tanganku dan menyuruhnya untuk segera bersiap. Aku pun kembali ke ruang makan. Mencomot satu buah roti bakar buatan mama dan tak lupa meminum susu dengan tiga kali tegukan. Mantep. Berasa jadi anak SD banget aku. Tapi ya sudah lah, kalau mama yang minta mah minta aku nikah sekarang pun sih ayo. Tapi nggak mungkin kan, toh Yogi katanya belum siap kawin sekarang, eh nikah maksudnya.

"Kenapa teriak-teriak sih, Nay?" tanya mama sambil melirikku.

"Nggak papa, Ma. Cuma gantiin alarmnya si Denis yang sudah pasti dia anggurin." Kulihat mama menggeleng pelan. Sementara adikku –Flowerista yang rese melirikku dengan tatapan menggoda. Bodo amat deh.

"Ma, Nay berangkat ya. Biar Nay yang nyusul ke rumah Denis," ucapku seraya menyampirkan tas ranselku di bahu kiri. Mama mengangguk mempersilakan. Kucium punggung tangan mama dan berdadah-dadah ria sama si bontot.

•••

Oh iya, aku belum kenalan ya?

Hai! Assalamualaikum! Kenalin, aku Nayla Fatimah Islami. Sekarang berumur 22 tahun. Kesibukan saat ini yaitu kuliah di jurusan seni. Di kampus, aku punya sahabat namanya Pelangi Putri Ayu. Tapi selalu kupanggil dengan sebutan Putu Ayu. Dia orangnya penyabar, baiiiiiik banget, sering banget ngingetin aku kalo lagi dalam mode bar-bar. Dan aku juga punya pacar, namanya Yogi. Sekarang dia kuliah di Universitas Al-Ikhlas, beda sama aku. Aku di Universitas Damai, fyi. Aku juga punya teman deket, deket karena tetanggaan, namanya Denis Ramadhan. Tapi sering banget aku panggil Nis Manis. Hahaha. Tapi dia tidak keberatan kok aku panggil kayak gitu. Dia lebih tua setahun dibanding aku, tapi bodo amat deh ya kalau dia lebih tua, toh dia juga nggak papa kuanggap layaknya teman sebaya. Cielah, sebaya. Cuma beda setahun juga. Gaya bener.

Saat ini aku tinggal sama mama dan adikku. Papa lagi sibuk kerja di luar daerah. Pulangnya tiga bulan sekali. Oh iya, nama mama aku Husna. Mama itu orangnya ceriwiiiis banget, dikit lagi nggak tahu malu kayaknya. Ini beneran ya, kadang malah kalo mama udah kambuh ceriwisnya, aku suka ngaku bukan anaknya, maaf ya ma. Tapi, aku sayaaaang banget sama mama. Bayangin aja, dari aku kecil temen mainku cuma mama. Pokoknya aku ini anak mama banget deh. Tapi untungnya ceriwisnya nggak nular ya ke aku. Beda lagi sama adik bontotku, Flowerista Khadijah. Saat ini dia duduk di bangku SMA Nusa. Umurnya 17 tahun. Nah, ceriwisnya mama kayaknya nular ke dia deh. Beneran. Flowerista ini masyaallah banget kalo diajak ngomong. Bisa bikin kuping panas. Btw, namanya Flowerista karena mama kebetulan saat ngandung dia lagi suka-sukanya sama bunga. Sampai sekarang sih kayaknya. Selanjutnya, papa aku namanya Damar, saat ini usianya 44 tahun. Beliau kerja di salah satu perusahaan di luar Jakarta, lebih tepatnya di Medan, sebagai karyawan biasa, tapi udah terikat kontrak. Makanya beliau pulangnya cuma bentar. Kerjanya udah lama, sebelum nikah sama mama, beliau udah cari nafkah untuk keluarganya di sana. Kenapa kita bertiga nggak ikut ke sana? Ya nggak apa-apa sih. Hahaha. Papa ini tipikal orang yang penyabar dan tegas, mirip banget kayak aku. Kalo Denis yang denger nih, pasti aku bakalan dijitak. Hewww, emang tuh anak suka sirik sama aku.

Btw, selain itu, meski aku kuliah di jurusan kesenian, aku punya hobi masak. Masak apa pun. Karena aku hobi ngunyah ya otomatis aku harus pandai-pandai buat sesuatu yang bisa dikunyah. Minta dibuatin sama mama mah bisaaaaa, tapi dibuatinnya sambil ngomel-ngomel. Katanya, "Kamu tuh Nay, ganggu kesibukan mama aja. Mama kan lagi sibuk ngurusin tanaman mama.". Tau lah, aku kan suka makan yang aneh-aneh. Bukan aneh gimana ya, cuma kadang tiba-tiba pengin dibuatin cilok, bakso ikan, batagor, ayam geprek, dan berbagai makanan lainnya. Sebenernya nggak susah kalo mama nggak sambil ngomel, tapi yaaa gitu deh. Makanya, aku punya inisiatif buat belajar masak. Belajar dari kamutube, atau resep-resep dari mbah gugel. Itung-itung persiapan nikah aku sama Yogi juga. Hiihihi.

Perkenalannya udah ya, aku mau ke Denis dulu.

•••

"Niiiis maniiiiiis... where are youuuuu?" teriakku dengan suara yang kata Denis cemprengnya minta ampun. Hew, udah aku bilang di perkenalan kita kan kalau si Denis ini orangnya suka sirik? Heh. Nggak sadar kalo suaranya lebih parah dari aku. For your information, Denis itu pintar metik gitar, tapi kalo nyanyi? Jangan ditanya, suaranya nggak jauh beda sama suara kodok yang lagi batuk. Sumpah. Makanya kalo kita lagi ngumpul dan kebetulan dia lagi megang gitar, paling dia minta ke aku untuk nyanyi. Heran juga sih, biasanya orang yang jago main alat musik itu suaranya bikin adeeeem gitu. Punya suara yang bagus untuk didengar. Nah, si Denis? Plis, sekali-kali jangan minta dia untuk nyanyi. Bisa bikin gendang telinga rusak. Hiks.

"Yow, Nay. Bentar lagi nih. Gue ambil kunci motor dulu."

Aku nggak membalasnya, sembari menunggu si Denis, aku membuka aplikasi instagram. Berandaku seketika dipenuhi berbagai macam art yang keren-keren, beuh. Jadi ngiri. Sengaja aku follow ig orang-orang yang suka buat art-art gitu, dengan harapan agar kemampuanku juga bisa sebaik mereka. Pasalnya, selama hampir delapan semester di jurusan seni, aku paling nggak jago ngegambar. Hasilnya bagus, sih. Cuma nggak sebagus di beranda-beranda ig-ku ini.

"Hoi, udah? yuk." Sementara Denis sibuk ngeluarin motor gedenya, aku memasang helm. "Udah belom?"

Aku berdecak pelan. "Iya, sabar napa. Orang sabar disayang neng Siti." Denis melotot ke arahku. Yes, Siti itu temen sekelasku di kampus, ngefans banget sama Denis. Tapi sayang banget, Denis nggak suka sama tu cewek. Padahal Siti ini tipikal gadis desa yang lugu, dan cantik menurutku. Memang, gayanya terbilang sedikit... kampungan. Tapi justru di situ alasan kenapa aku fine-fine aja kalau bareng sama dia. Nggak kayak anak seni yang lain yang beuh, dandanannya maaak, ngalahin dempulnya mbak Kunti. Ini fakta loh ya, rata-rata anak kesenian di kampusku itu subhanallah banget kalau lagi dandan. Aku nggak termasuk ya. Meski aku juga suka dandan, tapi aku sukanya dandan pakai warna-warna natural gitu, yang warnanya nggak keliatan bikin belang pas udah dipakai. Bayangin kalo mukaku udah seputih dinding kampus dan tangan malah nggak seputih mukaku. Ya ampun, kan nanti si Denis nggak bisa bedain mana aku mana zebra. Sama-sama belang. Hiks.

"Heh, Nay. Gue turunin lo kalo ngomong sembarangan!" ancamnya.

"Hih! Rese. Kan Siti emang sayang sama lo." Timpalku sambil memukul pelan bahunya.

Dia berdecak sebal. "Lo kenapa nggak dijemput sama pacar lo sih? Tumben banget."

"Dia lagi sibuk. Biasa, kan sekarang udah sibuk skripsian. Emang elo, yang mau jadi mahasiswa abadi." Sindirku.

"Hahahaha, nikmati aja dulu jadi mahasiswa, Nay. Lirik dedek-dedek emes di kampus."

"Hahaha. Lirik aja terus, nggak diembat sekalian."

Denis mengangkat sebelah bahunya. Masa bodoh. "Belom ada yang sreg. Cantik sih. Tapi ya gitu. Gue carinya yang alim-alim adem gitu. Di umur gue yang udah kepala dua ini kudu nyari calon ibu yang bisa bikin gue melek, kalo yang gue cari di dunia ini bukan cuma kesenangan semata. Yang kalo ngeliat dia itu bisa bikin gue tobat."

Aku cekikikan mendengar ucapan Denis yang sama sekali bukan dia banget. Tapi aku takjub, cowok sebrengsek dia ternyata bisa berpikir sampai ke sana juga.

"Nay, kalo misal lo dijodohin sama papa lo. Lo mau nggak?"

"Hah?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top