Part 6 - at Hospital
"Tenang aja, kandungannya baik-baik aja. Bayinya nggak kenapa-kenapa." Jelas dokter yang membuat Thania lega dan Nathan semakin bingung.
Nathan mengantarnya segera ke dokter di rumah sakit yang disebutkan oleh Thania. Lelaki itu ikut panik karena Thania terlihat sangat panik. Bahkan perempuan itu kelihatan seperti mau menangis.
Mereka masuk melalui unit gawat darurat dan kini Thania berbaring di salah satu ranjang di unit tersebut.
"Kan waktu itu saya udah bilang, kalo merasa nggak kuat waktu lagi berhubungan harusnya bilang aja, jangan dipaksain," tambah dokter sambil membuat laporan dan resep baru.
Sesekali Ibu dokter melirik ke arah Nathan dan memberikan pandangan tertuduh kepadanya.
"Saya buatin resep obat penguat kandungan tambahan ya. Ibu istirahat dulu, nanti agak siang kalau sudah lebih kuat baru pulang ya."
"Makasih dok," kata Thania sambil memperhatikan dokter yang memeriksanya keluar dari balik tirai tempatnya beristirahat.
"B-bayi?" Tanya Nathan setelah memastikan kepergian dokter masih dengan bingung. Dia menuntut penjelasan, "Lo hamil?"
Tadi Thania begitu panik. Dia takut terjadi sesuatu kepada bayi dalam kandungannya. Namun kini dia baru sadar, lelaki itu mendengar semuanya. Sekarang lelaki itu sudah mengetahuinya.
Nathan berusaha mengingat kronologisnya. Waktu itu mereka memang tidak menggunakan pengaman, sama seperti saat kemarin mereka berhubungan.
"Itu bayi.. gue?" Terkanya dengan sangat tepat.
"Nggak!" Jawab Thania terburu-buru. Berusaha terdengar tenang dan meyakinkan, walau kepanikannya malah membuat Nathan semakin mencurigainya.
Pembicaraan mereka terhenti karena kehadiran seorang wanita yang dengan paniknya menyingkap tirai yang membatasi ranjangnya dengan ranjang lain.
"Ta, lo nggak apa-apa?" Tanya Andrea dengan nada panik.
Thania memang tadi mengabari sahabatnya itu dalam keadaan panik bahwa dia melihat darah dari bagian bawah tubuhnya saat baru bangun tidur dan dia sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.
Thania menggeleng menjawab Andrea, "kata dokter nggak apa-apa."
Andrea menghela napas lega, sebelum kemudian sadar siapa yang berada di sana selain mereka berdua. Andrea menaikkan alisnya bingung melihat kehadiran orang yang tidak disangkanya.
"Nathan? Kok lo bisa ada di sini?"
Thania memutuskan membantu lelaki itu menjawab karena Nathan nampak kebingungan, "Dia yang anterin gue ke sini, Nyet. Tadi gue emang lagi kebetulan bareng sama dia."
Andrea ber-oh paham sebelum merasa ada yang ganjil dari kata-kata sahabatnya itu.
"Tunggu, tunggu. Tadi bukannya di chat lo bilang lo ngeflek pas baru bangun tidur? Maksudnya tadi lo lagi bareng sama Nathan..."
Dia lupa sebelumnya dia sudah mengatakan kepada Andrea bahwa dia melihat bercak darah itu saat baru bangun dari tidurnya. Thania merasa bodoh. Atau memang karena Andrea sahabatnya terlalu cerdas.
"Fvck you, girl!" Maki Andrea dengan wajah serius membuat Thania menyernyitkan wajahnya karena Andrea memarahinya.
Thania melihat wajah Nathan yang semakin bingung. Oleh karena itu dia buru-buru menghentikan Andrea dengan berbicara kepada lelaki itu.
"Nat, sorry, lo boleh balik dulu? Thank you yah udah anterin gue ke rumah sakit," Thania memanfaatkan kesempatan ini untuk mengusir lelaki itu, menghindari pertanyaan Nathan yang akan menyudutkannya.
"Hmm, oke, gue balik duluan ya," kata Nathan menurut. Sepertinya dia memang harus pergi dari sana terlebih dahulu.
Dulu dia mengira Andrea dan Thania serupa. Dulu dia takut dengan Andrea, dan dia kira dia akan sama takutnya dengan Thania, walau ternyata wanita itu berbeda. Dan Nathan tidak dapat memungkirinya, dia memang takut dengan Andrea. Istri sahabatnya itu memang mengerikan. Dia heran bagaimana Davin bisa mengatakan istrinya itu manis dan penurut.
Nathan keluar dari unit gawat darurat dan meninggalkan dua wanita itu.
***
"Lo sinting, Ta!" Kata Andrea separuh berbisik menahan marahnya setelah memastikan Nathan sudah keluar dari unit gawat darurat.
"Lo tau kan Nathan itu siapa? Dia itu temennya Davin! Dan bisa-bisanya lo main-main sama dia?!" Geram Andrea dengan kesal.
Thania menundukkan kepalanya, berusaha tidak mempertemukan pandangannya dengan Andrea.
"Dia itu beda dari cowok yang selama ini lo kenal Ta! Jangan lo jadiin temen tidur lo, bego!"
Thania berusaha fokus melihat kukunya sendiri walau tidak ada yang menarik di sana. Hanya untuk menghindari pandangan temannya yang barusan mengatainya 'bego'.
"O Gosh! Gue harus ngomong apa sama Davin coba!" Geram Andrea depresi.
"Ngomong apa ke Davin, Nyet?" Tanya sebuah suara gemulai dari balik tirai yang ikut bergabung setelah menguping kata-kata terakhir Andrea.
Riyo baru saja tiba di sana. Dia memanfaatkan jam makan siangnya untuk mengunjungi Thania, karena dia juga mendengar bahwa sahabatnya itu mengalami pendarahan.
"Apa kata dokter?" Tanya Riyo kepada Thania. Walau dia penasaran dengan apa yang dibicarakan Andrea dengan penuh amarah, kesehatan sahabatnya yang lain lebih penting.
"Nggak apa-apa. Kata dokter cuma flek karena kecapean." Jawab Thania kalem.
Kemudian Riyo balik kepada pembicaraan awal yang didengarnya, "Jadi kenapa si monyet marah-marah?"
"Denger aja tuh kenapa dia bisa kecapean, siapa yang diajak tidur sama dia!" Kata Andrea masih kesal.
"Siapa?" Tanya Riyo tertarik.
Thania bungkam hingga Riyo harus memandang ke Andrea menuntut jawaban.
"Nathan." Andrea menjawab pertanyaannya sendiri.
"Nathan? Nathan siapa?" Tanya Riyo bingung sambil mengingat-ingat. Seketika matanya membelalak, sadar siapa Nathan yang dimaksud.
"Beneran?" Tanyanya meminta kepastian kepada Thania, "kok bisa?"
"Maksud lo apa kok bisa?" Thania terlihat sedikit tersinggung.
"Ya.. dia kan bukan tipe lo, tipe gue, tipe kita." Kata Riyo menjelaskan, "kok sekarang lo jadi ikut-ikutan si monyet suka yang kayak gitu sih? Emang seksi di ranjang?"
Untuk pertama kalinya Thania tidak tertarik berbagi pengalaman pribadinya dengan sahabatnya. Dia tidak rela Riyo atau siapapun tahu apa yang dirasakannya saat bersama Nathan. Dia ingin semuanya hanya menjadi rahasianya dengan lelaki itu saja.
"Bukan itu masalahnya, banci!" Kata Andrea semakin depresi, "Nathan itu temennya Davin. Dia itu cowok lurus! Gue musti ngomong apa sama Davin kalo nih Onta malah jerumusin temen baik laki gue kayak gini?"
Andrea kemudian kembali berpaling kepada Thania, "Lo tamat kalo sampe gue denger dari Davin sahabatnya kenapa-napa gara-gara lo!" Ancamnya.
"Dokter tadi bilang gue nggak boleh tertekan, Nyet," kata Thania mengharap belas kasihan, "jangan marahin gue terus kek!"
"Dokter bilang lo jangan keseringan di-'TEKEN', bukannya nggak boleh tertekan. Jangan bohongin gue ya!"
Riyo cekikikan mendengar Andrea memainkan kata untuk mengejek Thania.
Thania mencibir mendengar ejekannya.
"Dan lo masih berani-beraninya lagi bilang gue udah nggak mau main-main sama cowok lah, kagak nafsu liat cowok lah. Ini liat cowok baik-baik kayak Nathan lo embat juga."
"Itu lo tau dia cowok baik-baik." Kata Thania akhirnya berusaha jujur, "karena sama dia makanya gue mau."
"Maksud lo?" Andrea nampak bingung.
Riyo juga menunggunya penasaran.
"Dia lelaki baik-baik yang selama ini gue maksud."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top