Part 19 - Open Heart
Nathan membuka selimut dan masuk ke baliknya. Dia bergelung di atas ranjangnya sambil memeluk perempuan yang sudah tertidur memunggunginya lebih dulu.
Nathan menyelipkan tangannya yang satu ke lipatan leher Thania untuk memeluknya, sementara tangannya yang lain mulai mengelus perut buncit Thania di depannya.
Thania langsung melanjutkan tidurnya begitu mereka sampai ke apartemen tadi. Nathan bahkan sangsi perempuan itu sadar sepenuhnya saat berjalan dari parkiran mobil di dalam rengkuhan lengan Nathan menuju ke kamar apartemen mereka.
Thania terusik saat merasakan seseorang menyentuhkan tubuhnya dari belakang secara lembut. Dia menengok sambil membuka matanya sedikit.
"Sorry bikin kamu kebangun, lanjut tidur lagi gih," kata Nathan sambil mencium pipinya.
Bukannya lanjut tidur, Thania malah menggerakan tangannya untuk membimbing leher lelaki itu mendekatinya. Thania mencium bibirnya.
Nathan menurutinya. Dia mengangkat tubuhnya sedikit untuk memudahkan Thania melaksanakan maksudnya. Mereka berbalas ciuman, pelan dan lembut. Nathan memperdalam ciumannya. Wanita itu berhasil menggelitik naluri lelakinya. Apalagi ini malam hari. Apalagi sudah beberapa hari ini dia belum dapat jatahnya.
"Mau kamu." Bisik Thania masih memejamkan matanya, napasnya terengah karena kehabisan napas saat berebut oksigen dengan lelaki di depannya di tengah ciuman mereka tadi.
Nathan bergerak naik ke atasnya setelah mendapat sinyal persetujuan wanita itu. Nathan melepaskan boxernya turun sambil menyingkap gaun tidur Thania dan menurunkan celana dalamnya.
Nathan melanjutkan ciuman mereka. Tangannya menopang tubuhnya supaya tidak menimpa Thania dan bayi mereka. Dia menurunkan ciumannya ke leher, menuju pundak dan dadanya untuk kemudian bermain-main di sana.
Thania terlihat menikmatinya. Tangannya meremas rambut lelaki itu sambil sesekali menahan napasnya dan mendesahkan nama Nathan melalui bibirnya.
Nathan memang sedang mempersiapkannya, membuat Thania siap untuk dimasukinya. Nathan mengembalikan pandangannya untuk bertemu dengan wanita itu sementara jari-jari tangannya menggantikan tugasnya bermain di puncak dada Thania.
Diciumnya bibir Thania lagi dengan perlahan dan lembut. Dan Thania juga membalasnya, semakin lama semakin intens dan menuntut. Thania membantu gerakan tangan lelaki itu di dadanya, meminta untuk lebih dipuaskan.
"Nathan.." Thania memohon dalam desahannya. Dia ingin lelaki itu segera memenuhinya.
Nathan berusaha unuk tidak kehilangan kewarasannya mendengar suara mendesah penuh permohonan dari wanita itu. Dia harus ingat untuk berhati-hati karena ada bayinya di dalam perut Thania.
Nathan menciumnya lagi lebih dalam, sambil menyentuhkan inti mereka perlahan.
Thania mendesis dalam ciuman mereka. Tangannya bertengger di rahang Nathan dan melahapnya rakus. Dan Thania menggigit bibir Nathan saat merasakan lelaki itu memasukinya, perlahan namun terasa nikmat.
Nathan mendorong tubuhnya, menikmati denyut di tubuhnya saat Thania menghimpitnya kuat. Tubuhnya bergerak mundur sebelum kembali berayun maju memasuki wanita itu lebih dalam. Nathan melihat perempuan itu menahan napas menikmatinya dan terengah saat inti mereka bertemu.
Dia mempercepat gerakannya setelah mengetahui Thania cukup kuat untuk mengikutinya. Remasan tangan Thania ke lengan lelaki itu semakin kuat setiap Nathan mempertemukan inti mereka semakin cepat. Bibir mereka yang saling bertautan kini terpisah karena Thania membutuhkan oksigen lebih sementara bibirnya juga sibuk meracau memanggil nama lelaki di atasnya di sela desahannya.
Nathan menyembunyikan kepalanya di himpitan leher perempuan itu sementara pertemuan inti mereka semakin cepat. Dia hampir mencapai puncak pelepasannya.
Thania meremas rambut lelaki itu kuat, jemari dan ototnya menegang kaku saat merasakan tubuhnya seolah meledak. Dan pada detik berikutnya lelaki di dalamnya memenuhinya. Nathan mendesah lega di telinga perempuan itu sambil mengecupnya dan mengucapkan terima kasih.
Nathan menunggu beberapa saat hingga tubuh Thania tidak lagi menegang dan melepaskan diri. Lelaki itu kini berbaring di samping Thania. Matanya terpejam menikmati sensasi pergumulannya dengan perempuan itu beberapa saat lalu.
Sementara Thania masih berusaha mengatur napasnya dari gemuruh pelepasan mereka. Dia masih dapat merasakan kehangatan pelepasan lelaki itu di dalam tubuhnya, dan rasanya sangat nyaman sekaligus nikmat. Thania mengelus perut buncitnya.
Seperti yang selalu terjadi setiap kedua orang tuanya berhubungan intim, bayinya tertidur tenang dan nyaman. Thania yakin, bayinya benar-benar anak papanya. Bayi itu selalu tenang setiap kali papanya berada di dekatnya seperti saat ini.
"Tha," panggil Nathan yang menyadarkannya dari lamunan.
Thania yang dari tadi sibuk memandangi perutnya sendiri kini memandang Nathan yang berbaring di hadapannya.
"Tadi Mamaku telepon, dia minta aku ajak kamu ke rumah. Papa Mamaku mau ketemu kamu sama cucu mereka." Kata Nathan.
Thania terdiam. Dia memang sering menguping pembicaraan Nathan dengan orang tuanya ketika lelaki itu sedang menghubungi atau dihubungi oleh salah satu dari orang tuanya. Dan Thania selalu bisa menduga, kalau arah pembicaraan mereka adalah untuk meminta Nathan mengajaknya ke rumah dan memperkenalkan mereka. Selama ini dia tidak pernah berpikir untuk menikah dengan lelaki itu. Oleh karena itu dia tidak merasa perlu untuk mengenal orang tua Nathan.
"Mereka beneran mau ketemu aku?" Tanya Thania tiba-tiba.
"Kenapa kamu nanya begitu?" Nathan balik bertanya, "Ya maulah, Tha. Mau banget malah. Tiap hari mereka nanya-nanya terus tentang kamu sama bayi kita. Mereka mau lihat cucu mereka."
"Mereka nggak akan kecewa kalo Ibu dari calon cucu mereka seperti aku?"
Thania cukup sadar diri. Dia tahu dia bukan calon menantu idaman yang diharapkan untuk dimiliki oleh orang tua manapun untuk putranya.
Nathan memutar tubuhnya, membuat tubuhnya yang tadi telentang kini menghadap wanita itu. Jarinya mengusap rambut Thania yang berantakan akibat aktivitas mereka tadi, "Kenapa kecewa? Yang ada mereka pasti kaget dan nggak percaya karena aku bawa pulang perempuan cantik kayak gini. Nanti aku pasti dicurigain pake pelet karena bikin kamu mau hamil anak aku."
Thania berdecak kesal dan mencibirkan bibirnya. Dia berusaha menyembunyikan sipu di wajahnya karena kalimat Nathan barusan.
"Kapan mereka mau ketemu?" Tanya Thania lagi.
"Weekend ini kalau kamu bisa."
"Ya udah." Jawab Thania singkat.
"Kamu mau?" Tanya Nathan lagi memastikan sambil menyembunyikan nada antusias dalam suaranya.
Thania mengangguk pelan.
Nathan tersenyum. Dia mendekatkan wajahnya dan mencium bibirnya pelan sebagai ucapan terima kasih.
***
Nathan memasuki rumahnya tanpa mengetuk pintu lebih dahulu. Sudah seminggu lebih dia tidak pulang karena menginap di apartemen bersama Thania, dan dia merindukan rumahnya tersebut.
Mungkin ini rekor terlamanya tidak pulang ke rumah karena semenjak dia lahir hingga saat ini, Nathan selalu tinggal di rumah tersebut bersama dengan kedua orang tuanya.
Dia mengajak Thania yang terlihat gugup untuk masuk ke ruang tamunya. Nathan tersenyum melihat kegelisahan wanita itu karena akan bertemu dengan kedua orang tuanya. Nathan menggenggam tangan Thania untuk memberikannya ketenangan.
"Ma, Pa," panggil Nathan dengan suara yang cukup lantang setelah dia mendapatkan senyum dari Thania yang menyatakan dirinya sudah siap.
"Ya, Mama di dapur," jawab suara seorang wanita dari balik ruangan dimana mereka berada.
Seorang wanita paruh baya muncul dari balik ruangan dengan celemek masih menempel di tubuhnya.
"Hai, Mam," kata Nathan sambil mendekat dan mencium pipi wanita paruh baya tersebut.
"Mama mau peluk kamu, kangen, tapi baju Mama masih kotor," kata Mamanya sambil pasrah menerima kecupan dari putra semata wayangnya.
Nathan terkekeh. Dia mengajak Thania untuk sedikit maju sejajar dengan dirinya dan memperkenalkan wanita itu kepada Mamanya, "Mama, ini Thania."
Mama Nathan tersenyum kagum melihat wanita yang dibawa oleh putranya tersebut, "Lebih cantik dari fotonya ya, Nath. Maaf tangan Tante masih kotor."
"Nggak apa-apa, Tante," senyum Thania sambil kemudian memberikan pandangan meminta penjelasan dari Nathan.
"Aku pernah kasih lihat Mama foto kamu." Kata Nathan memberikan cengiran bersalahnya.
"Tante yang minta, Tha. Habisnya Tante penasaran kayak apa sih yang bikin Nathan nggak pengen pulang ke rumah," canda Mama Nathan sambil tertawa renyah membuat Thania salah tingkah.
"Papa mana Mam?" Tanya Nathan sambil mencari-cari.
"Masih di kamar tuh, kamu panggilin gih. Bilang Thania udah sampai." Kata Mama sambil menunjuk dengan dagunya.
Nathan menurut dan berjalan menuju kamar orang tuanya, meninggalkan Thania hanya berdua dengan Mamanya.
Mama Nathan melepaskan celemek dan mengajak Thania berjalan kembali ke arah dapur. Dia mencuci tangan dan mengeringkannya sebelum mendekati Thania untuk mengelus perut buncit wanita itu.
"Udah masuk minggu berapa, Tha?"
"Dua puluh delapan, Tante. Kemarin kita baru habis dari dokter untuk cek." Jelas Thania.
"Iya, Tante denger dari Nathan. Baby-nya overweight di perut kamu ya?"
Thania mengangguk.
Mama Nathan menggeleng-geleng, "Nathan itu ya emang. Tante bilang ke dia jagain supaya kamu nggak kurang makan, ini malah dikasih makan sama dia nggak kira-kira."
"Aku juga Tante, yang makannya nggak berhenti-berhenti." Kata Thania sambil meringis malu.
"Dulu Nathan juga besar di perut sih. Makanya sekarang dia tinggi besar gitu." Jelas Mamanya, "Dijaga aja ya, takutnya nanti kamu susah pas lahirannya."
"Iya Tante."
"Yuk kita keluar, Nathan sama Papanya pasti udah di depan."
Thania mengangguk sambil tersenyum lega.
Dia tahu sekarang dari mana sifat lembut Nathan berasal.
***
Aku mau kasih tahu dulu sebelum kalian nunggu2 dengan nggak sabar hehehe.
Aku lagi banyak bgt kerjaan minggu ini 😢 dan termasuk minggu2 kedepannya. Jadi ditunggu yang sabar yaa 🙏🏻 maap banget. Aku pasti usahain update begitu ada waktu.
Enjoooy!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top